6. d' Loser

2.4K 307 52
                                    

perjalanan masih panjang, kawannn. kalau aldencia putus ya abis cerita inii🤪

♠♠♠

"Markas atau Jalur Merah?" Pemuda berkacamata bulat tanpa frame itu bertanya, mengenakan hoodie hijau army kemudian mengeluarkan kerah kemeja putih. "Ditanyain Bang Bara, dia nyariin lo kayaknya."

Untuk informasi, Jalur Merah ialah jalan cukup luas yang membentang di antara dua sekolah swasta elit ibukota; SMA Garuda Asa dan SMA Dharma. Anggota Brigenzz termasuk Alden seringkali nongkrong di sana, alasannya hanyalah untuk mencari gara-gara pada komunitas sekolah sebelah.

Alden menggidikkan bahu, melirik Naven malas. "Bodo amat. Gue sibuk," ucapnya.

"Dendam dia, Sob, perkara si Cia mau dideketin Fire."

"Gak usah fitnah!"

Liam tergelak. "Yah, marah dia." Ia berujar meledek.

Alden mengacungkan jari tengahnya, memamerkan sorot kesal seraya menyampirkan satu tali tas ke bahu kiri. Tak peduli tawa kedua teman, dia melangkah keluar kelas 11 IPS 1, bergerak menuju kelas sebelah, tempat di mana Cia berada.

Empat bulan menjalani hubungan, masih belum ada rasa yang tertanam di hati. Liam salah, Alden sama sekali tidak dendam apabila Bara berusaha mendekati Cia. Malahan bagus, karena dulu ketika Ceysa memintanya berpacaran dengan Cia, gadis itu mengajukan syarat: boleh putus, asalkan Cia sudah harus memiliki pengganti agar tidak terlarut dalam kesedihan tak berarti.

Langkah kaki Alden terdengar menggema di sepenjuru ruang kelas 11 IPS 2 yang suasananya mendadak hening. Kharisma serta aura menyeramkan lelaki itu memang susah ditampik begitu saja.

"Widih, tumbenan nyamperin pacar. Udah ngerasa nyesel?" singgung Sissy.

Clarissa tertawa meledek. "Untung lo cepet nyesel. Daripada nanti harus ngebuang berlian demi tai sapi!"

"Gue gak ada urusan sama lo berdua." Alden menghentikan langkah tepat di depan meja dua gadis itu.

"Oh, masih mau belain Ceysa?" Sissy menyilangkan kedua tangan. "Lo dikenain pelet apa, sih, sama tuh pelakor? Heran gue. Udah bagus dikasih pacar modelan Cia yang perhatian, lembut, pemaaf. Lo malah—"

"Shut up your fucking mouth," potong Alden, mengangkat tangan kirinya.

Dan tanpa memedulikan amarah Sissy, dia segera berjalan ke bagian belakang ruangan, tempat duduk Cia.

Alden sesungguhnya tak habis pikir mengapa Sissy dan Clarissa selalu menyebut Ceysa sebagai pelakor atau perebut. Mereka tidak tahu saja bagaimana Ceysa seringkali membela dan lebih memprioritaskan hubungannya dengan Cia hingga perlahan menggerus eratnya pertemanan hanya karena Cia, si penghalang.

Ekspresi Cia tampak begitu cerah di sana. Alden mendecak samar. Sialan, lo gak ada niat selingkuh dari gue apa?

"Sore, Alden. Mau ngajakin pulang bareng?"

Hampir saja Alden meloloskan tawa meledek kalau saja peringatan dari Ceysa tidak terputar mendadak di telinga.

Memberi dua gelengan, lelaki itu meletakkan kotak bekal tadi di meja, mendorongnya dengan dua jari kemudian tersenyum manis. "Thanks, sandwich-nya enak."

"Yeayyy! Kamu makan sampe abis, 'kan?"

Alden mengangguk.

"Rasanya beneran enak?"

Lagi, pemuda itu memberi anggukan kecil.

"Besok mau dibawain lagi?"

Hampir saja Alden hendak mengangguk, dia membelalak lebar seraya menggeleng. "Gak, gak usah repot-repot," tolaknya.

"Gak repot, kok," elak Cia.

Helaan napas terdengar, Alden mulai merasa kesal dengan gadis di depannya ini. Namun, mana mungkin ia bersedia menunjukkan? Nanti tiba-tiba Ceysa datang dan tahu, kedekatannya dengan gadis itu yang menjadi taruhan.

Mata beriris legam milik Alden menangkap adanya plester luka membalut jari telunjuk sang pacar. Tersenyum miring, jempolnya bergerak mengelus, terasa begitu lembut hingga memancing rona merah menjalari pipi chubby Cia.

"Al …." Cia tak sanggup melanjutkan perkataan. Jantungnya sungguh enggan diajak bekerjasama untuk bisa tenang barang sedetik.

"Maaf," ucap Alden.

Cia mengerutkan dahi. "Buat apa?" tanyanya.

"Gara-gara aku tangan kamu jadi gini, 'kan? Maaf."

"Enggak kok … ini aku aja yang kurang hati-hati." Cia mengelak, walau kemarin penyebab pisau menggores telunjuk ialah terlalu memikirkan pemuda itu, perihal kedekatannya dengan Ceysa.

Raut salah tingkah dan senyuman malu-malu Cia sebab tangannya berganti mengelus pipi gadis itu seraya membisikkan kata terima kasih terlihat jelas di mata Alden.

Jika sudah demikian, Cia pasti memaafkan perkataannya di depan mading utama tadi pagi. Semua memang dipermudah karena Adelicia memiliki hati yang lemah aka baperan.

Sesuai permintaan Ceysa agar dirinya lebih menaruh atensi kepada Cia di kantin tadi, Alden berinisiatif memakaikan topi baseball-nya.

"Hujan. Kamu udah bawa jaket, 'kan?"

"Udah." Padahal Cia daritadi berharap Alden sudi meminjamkan hoodie hitam bertuliskan Brigenzz dengan tinta putih yang dikenakan, tapi tak apa, dibanding tidak sama sekali. 

"Ngeliatinnya gitu amat."

Cia menggeleng pelan.

Alden menyeringai, menunjuk hoodie hitam yang dikenakan. "Mau pinjem ini?" tebaknya.

"Iyalah! Gak peka banget lo jadi cowok!" sambar Sissy.

Tak menaruh kepedulian pada bentakan Sissy si Ratu Nyinyir, Alden menumpukan kedua tangan di meja berwarna cream, mencondongkan tubuhnya mendekati Cia, membuat gadis berkulit kuning langsat itu gelagapan dan kembali salah tingkah.

"Emang kamu mau pinjem?"

Entah setan apa yang merasuki tubuh Cia, gadis yang biasanya malu-malu ketika jarak terkikis seperti ini malah mengangguk cepat, memanyunkan bibir, dan menatap Alden dengan pendar memohon. Tampak menggemaskan, tetapi sayang sekali Alden lebih menyukai perempuan tegas, Ceysa contohnya.

"Hujan. Dingin."

"Gak usah sok lemah, Sayang." Terkekeh kecil, Alden menjauhkan diri. Ekspresi menggoda yang tadi ditampilkan berganti menjadi cuek seperti biasa.

"Aku gak sok lemah, tapi emang gak bisa—"

"Gak bisa kena dingin, hm?" Alden berujar, penuh ledekan.

Cia mengangguk samar.

"Tetep aja gak bisa."

"Kenapa?" tanya Cia, nada penuh kekecewaan digunakan tanpa sengaja.

Kemudian ujaran Alden selanjutnya sukses besar menambah kadar kecewa juga denyutan nyeri di dada hingga ia hanya mampu memberi senyuman kecut seiring langkah penuh arogansi membawa Alden keluar dari ruang kelasnya, meninggalkan sejuta luka.

"Bakal aku pinjemin ke Ceysa, dia pulang bareng aku, kasian kalau kena hujan. Hope you understand it."

♠♠♠

HOLLOW Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang