10. Arti sebuah makna pernikahan

822 61 8
                                    

Tenda berwarna putih terpasang. Janur kuning terpampang. Layaknya pesta pernikahan pada umumnya.

Namun ada hal yang berbeda dari biasanya. Tidak ada senyum dan raut bahagia dari kedua mempelai. Pun dengan keluarga dari salah satu pihak .

Ya salah satu pihak. Karena tidak ada yang mengetahui dimana rimbanya keluarga dari mempelai pria.

"Selamat menempuh hidup baru ya. Akhirnya yang dinanti jadi kenyataan juga. Gak perlu lagi lah ya untuk sembunyi - sembunyi kayak pasangan selingkuh. Eh tapi, memang kenyataannya gitu kan?"

Aku tersenyum mengejek mendengar penuturan Mba Rani. Belajar dari sebuah pengalaman, daripada aku menyangkal, mengapa tidak sekalian saja aku iyakan?

"Makanya Mba, Mba Rani harus belajar dari Pita. Bagaimana cara menggoda pria dengan benar?". Bisikku padanya. Karena tidak mungkin juga aku mengatakannya dengan lantang. Bisa mengomel habis habisan Pak Harun nanti.

"Tuh kan... Kamu itu memang pura - pura polos saja di luar. Ternyata--- kelakuannya sama aja dengan jalang".  Sahut Mba Rani sambil menatapku dari atas hingga bawah dengan tatapan jijik.

"Semua manusia adalah tokoh antagonis bagi orang lain, kalau memang sedari awal Mba Rani anggap aku begitu, untuk apa aku repot - repot untuk memperbaiki citra diri? Toh aku hidup juga bukan untuk menyenangkan Mba Rani kan?"

"Udah pinter ya sekarang. Mentang - mentang sudah jadi nyonya. Bahasanya sudah melangit. Nggak ingat kalau cuma lulusan SMP?". Teriak Mba Rani yang cukup membuat kami menjadi pusat perhatian.

"Ada apa ini?"

Tiba - tiba suara Pak Harun terdengar. Aku menoleh ke segala arah untuk mencari keberadaan beliau karena sejak tadi hanya aku yang berada di atas pelaminan.

"Pak, istrinya tolong dinasihati. Bahwa roda berputar. Di atas langit masih ada langit".

Aku hanya bisa menunduk. Sudah pasti Pak Harun tidak akan membelaku. Beliau sudah berkali - kali mengingatkan untuk tidak meladeni setiap ucapan Mba Rani. Tapi mengapa aku masih saja terpancing?

"Loh wajar kalau istri saya menjadi sombong. Kan memang pada kenyataannya dia sekarang adalah nyonya. Bahkan kamu sudah tidak lagi pantas walau hanya sekadar mengajak istri saya mengobrol. Apalagi untuk menghinanya. Kalian sudah berbeda kasta".

Wajah Mba Rani terlihat sudah sangat memerah. Aku tertawa dalam hati. Biarkan saja. Perempuan usil sepertinya memang harus mendapat pelajaran sekali - kali.

***

"Sudah puas kamu sekarang?"

Aku tersenyum mendengar pertanyaan Pak Harun. Iya, aku puas sekali. Ternyata, menjadi nyonya ada hikmahnya juga. Aku jadi bisa sedikit membalas orang - orang yang pernah menghinaku.

"Maaf pak". Sahutku dengan menunduk. Kendati dalam hati aku berkata iya, tidak mungkin juga aku mengatakannya secara langsung.

"Kamu itu. Udah saya bilang berkali - kali untuk jangan pernah menghiraukan orang semacam itu. Masih tidak mau dengar".

"Pak maaf, tapi--- apa bapak tidak pernah merasa sakit hati sudah dihina selingkuh terus menerus? Yang dihina disini bukan hanya saya pak, tapi bapak juga".

"Saya sama sekali tidak ada waktu untuk itu. Lagi pula, memangnya saya bisa menjahit mulut mereka satu persatu?".

"Sudah tidak usah dipikirkan lagi. Sebentar lagi Ashira datang, jangan mencontohkan dia dengan tindakkan kamu itu".

Aku menunduk pasrah mendengar titah dari sang maha raja. Kebetulan anak tiriku itu memang baru akan hadir pada acara resepsi karena sedang merawat nenek dari mendiang ibunya yang sedang sakit.

***

"Halo ibu".

Aku tersentak mendengar ada suara yang memanggilku ibu. Dan ketika melihat ke depan--- ternyata Ashira yang sedang memanggilku.

"Non panggil Mba Pita ibu?". Tanyaku dengan penuh haru.

"Maaf ya ashira panggilnya ibu. Soalnya bunda itu khusus untuk bunda arini".

"Iya nggak apa - apa non. Duh mba pita jadi terharu kan". Jawabku sambil meneteskan air mata. Tidak peduli dengan riasan yang mungkin akan menjadi rusak.

"Ih jangan panggil non lagi. Shira kan udah jadi anaknya ibu".

Tak kuasa menahan haru, aku pun segera mendekap Ashira dengan hangat. Kendati aku belum menerima pernikahan ini sepenuhnya, tapi rasa diterima sebagai keluarga sangat membuatku bahagia. Bayangan Ashira akan menjadi seperti tokoh dalam drama yang suka menghina kaum miskin sepertiku, sedikitnya membuatku sedikit merasa takut.

Setelah beberapa menit berpelukan, aku langsung memperhatikan sekitar. Untung saja para tamu undangan tidak ada yang melihat kami. Mereka sedang sibuk berbincang dan menyantap hidangan.

"Non ke sini tadi naik apa?". Tanyaku sambil menuntun tangan Ashira untuk duduk di sebelahku.

Pak Harun terlihat sangat kesal saat dengan sengaja aku memintanya untuk berdiri sementara agar anak semata wayangnya bisa duduk. Bahkan ia juga sudah mulai cemberut sejak drama haru biru tadi berlangsung.

"Kok ibu panggil shira non lagi sih?". Tanya si anak kesal.

Aku tertawa pelan. Susah sekali memang merubah kebiasaan.

"Maaf nak. Ibu masih suka lupa".

"Bu, dari tadi shira lihat--- ayah sekarang jadi lebih ekspresif ya? Tadi pas kita cuekkin ayah dan ibu suruh ayah untuk berdiri, dia terlihat cemberut. Biasanya juga ayah walau sedang marah pun masih terlihat dingin dan datar". Bisik si anak gadis kepadaku.

Begitu mendengarnya, aku langsung mengalihkan perhatian ke arah Pak Harun. Dan benar ternyata. Wajahnya jelas sedang ditekuk.

"Ada apa? Kenapa pada lihatin ayah?"

"Tidak apa - apa yah. Kata ibu, ayah ganteng". Seru Ashira sambil terkekeh.

Aku merasa malu dengan ucapan Ashira. Pun dengan Pak Harun. Wah beliau tampak memerah.

"Ibu kamu juga cantik".

Deg

Aku merasakan jantung ini berdebar. Aku tidak jatuh cinta pada suamiku. Mungkin ini hanya sebagai bentuk refleks dari keterkejutanku.

"Kalau ayah dan ibu sama - sama cantik dan tampan, aku pasti akan dapat adik yang cantik, tampan, dan lucu juga".


Hai gais.
Pita kambek after hiatus dua tahun haha 😁
Thank you karena sudah sabar menunggu.
Jangan lupa vote dan comment sebanyak - banyak agar aku semangat untuk cepat update.

Thank you all 😘🥰😍

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jangan Dengar MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang