5. Kabar Mendadak

1.6K 84 4
                                    

Cuaca hari ini cukup tidak mendukung. Awan mendung mendominasi. Pertanda hujan akan segera tiba. Aku sedang termenung di halaman belakang rumah Pak Harun. Vertical garden dengan berbagai jenis tanaman yang tidak begitu aku pahami-sedikit menyejukkan mata. Meski bukan taman outdoor, namun tanaman tetap mendapatkan cahaya matahari karena atap sengaja dibuat dengan model skylight. Sedangkan untuk asupan air, aku rutin menyirami sehari dua kali. Pagi dan sore.

Awalnya juga aku sempat tidak mengerti istilah untuk tanaman yang di tempel di dinding atau model atap rumah yang seperti di rumah ini. Semua Alm. Ibu Arini yang memberi tahu. Hari pertama aku bekerja, ibu Arini masih bisa mengajakku untuk berkeliling rumah sambil sedikit menjelaskan bagian-bagian yang ada di rumah. Bahkan beliau juga sempat mengajariku tentang cara merawat Vertical Garden. Mulai dari penyiraman, pemupukan, pemangkasan, sampai penanganan hama penyakit. Namun ketika memasuki hari kedua, ibu Arini sudah mulai menurun lagi kondisi kesehatannya.

Semua orang tidak tahu betapa aku sangat menyayangi dan mengagumi ibu Arini. Beliau adalah wanita cerdas yang pernah bekerja sebagai wakil kepala cabang di salah satu Bank yang ada di kota ini. Bisnis Pak Harun belum berkembang seperti sekarang ketika dia baru menikah dengan Ibu Arini. Mungkin jika bisa dibilang, Pak Harun masih berada dalam fase jatuh bangun. Walaupun memiliki jabatan yang tinggi, tidak lantas menjadikan Ibu Arini sebagai sosok istri yang merasa lebih hebat daripada suami. Ia tetap setia dalam mendampingi Pak Harun.

Suara dering ponsel berbunyi. Aku pun langsung berlari menuju ruang keluarga. Tempat dimana ponselku sedang diisi dayanya. Nama Arman tertera di layar sebagai panggilan tidak terjawab. Tidak lama kemudian dering panggilan kembali terdengar. Kali ini, nama ibu yang tertera.

"Assalamualaikum bu". Terdengar suara ibu sedang menghela napas.

"Waalaikumsalam. Nak, kamu bisa ke rumah sakit Pharma sekarang? Ayah dirawat. Kecelakaan saat akan menjemput ibu di tempat kerja kemarin".

"Kenapa ibu baru kabari aku sekarang?" seluruh tubuhku gemetar saat ini. Air mata mulai berjatuhan dengan sendirinya. Aku terduduk lemas di lantai.

"Maaf nak. Ibu tidak ada maksud apa-apa. Kejadiannya jam sepuluh malam. Saat ibu habis lembur membantu majikan ibu yang habis mengadakan pesta ulang tahun di rumahnya. Mungkin saat itu Ayah sedang mengantuk hingga menabrak pembatas jalan. Jadi ibu pikir kamu pasti sedang istirahat". Aku bisa mendengar nada penyesalan ditambah sedih campur bingung dari suara ibu.

"Ya sudah. Pita juga minta maaf bu. Ibu SMS aku ya dimana ruangannya. Aku ke sana secepatnya".

Aku menelpon Pak Harun dengan harap-harap cemas. Berdoa agar pak Harun bisa mengizinkan. Setelah beberapa kali terdengar nada tersambung, Pak Harun pun akhirnya mengangkatnya. Aku sudah selesai membersihkan rumah. Bahkan makan siang untuk Ashira pun sudah siap. Hanya saja-aku belum membuat camilan yang biasa Ashira nikmati saat sore hari. Pak harun mengizinkan aku pergi. Masalah camilan untuk Ashira, ia bisa membeli makanan ringan di minimarket.

Setelah mendapat izin dari Pak Harun, aku langsung berganti baju dan menyiapkan tas beserta dompet dan ponsel. Kaos hitam bertuliskan 'Bandung' yang dipadukan dengan celana jeans model cutbray adalah pakaian yang cukup bagus dan sopan untuk aku kenakan ke rumah sakit. Aku mengunci pintu rumah setelah memastikan bahwa semua saluran listrik telah dicabut. Kunci rumah terbiasa disimpan dalam kotak kecil yang berada di teras rumah. Hampir mirip seperti kotak sakelar. Aku hanya tinggal mengirim pesan ke Ashira kalau aku izin keluar dan kunci rumah diletakkan di tempat biasa.

**

Jalanan agak sedikit padat. Angkutan umum yang sedang mengetem mungkin jadi penyebabnya. Aku turun dari angkutan umum dengan sedikit berdesakkan dengan penumpang lainnya. Rumah sakit tempat ayah dilarikan berada di seberang jalan.

Jangan Dengar Merekaजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें