part 4

23.9K 1.4K 16
                                    

Setiba di mansion milik Sev, karena lelaki itu kelaparan, maka Katty pun segera menuju dapur.

“Lebih baik kau mandi dulu, makanan akan siap beberapa saat lagi,” katanya.

Tanpa banyak bicara Sev meninggalkan Katty yang sedang menginspeksi kulkasnya. Untuk ukuran bujangan Sev termasuk jenis laki-laki yang peduli dengan urusan dapur, tidak semata-mata tergantung dengan restoran, makanan beku, atau makanan siap saji. Perlengkapan di dapur canggih ini dipilih karena memang benar-benar untuk difungsikan, bukan sekedar display untuk prestise. Dan lemari penyimpannya menyediakan bahan makanan dalam jumlah dan jenis yang layak. Setelah sedikit menimbang-nimbang akhirnya Katty memutuskan untuk membuat daging panggang dengan kentang serta cesar salad. Sev bertubuh besar dan memiliki selera makan yang sehat, maka Katty pun membuka dua kerat daging yang cukup besar.

Aroma daging panggang memenuhi dapur ketika akhirnya Sev muncul. Rambut gelap Sev tampak basah dan lelaki itu mengenakan jeans dan polo shirt warna merah yang membungkus ketat tubuh tegapnya. Dia hanya mengenakan kaus kaki. Katty tahu bahwa dibanding kesegaran dan aroma sabun Sev dia merasa sangat berminyak, bau dan penuh keringat. Tetapi siapa yang peduli? Sev duduk di meja yang ada di dapur itu, matanya tajam mengawasi Katty yang bergerak lincah beraktifitas di dapur.

“Baunya enak, pemandangannya indah. Aku ingin menjadikannya permanen,” komentarnya.

“Maksudmu?” Katty meletakkan daging di atas piring, setengah matang seperti kesukaan Sev, sebelum menjangkau mangkuk di rak untuk menata salad.

“Kau di dapurku.”

“Kau konyol! Di Drake Castle kau dilayani oleh barisan pelayan yang tak akan membiarkanmu untuk mencuci sebuah sendok sekalipun. Tentunya kau bisa melakukan hal serupa di sini. Kau tinggal mencari kepala pelayan dan dia yang akan mengatur segalanya untukmu.”

“Tetapi itu sama sekali tak romantis.”

Katty membelalakkan mata. “Apa hubungannya semua ini dengan romantisme?”

“Katty, yang aku inginkan adalah, dengar baik-baik, kau di dapurku, kau di rumahku, dan terutama kau di tempat tidurku. Bukan kepala pelayan. Mengerti?”

Katty memandang Sev dan melihat kesungguhan di wajah lelaki itu, entah kenapa tiba-tiba wajahnya memanas dan itu sama sekali tak ada hubungannya dengan panggangan. Sev tertawa melihat pipi Katty yang memerah. Dengan perlahan dia bangkit dan mendekati gadis itu. Tangannya menjangkau mematikan kompor yang masih menyala sebelum akhirnya melingkarkannya di tubuh gadis itu. “Aku suka melihatmu tersipu,” bisiknya di telinga Katty.

“Aku mau mandi dulu. Aku bau,” Katty berusaha melepaskan diri.

“Siapa bilang? Baumu enak.”

Katty membelalak. “Indra penciumanmu sudah rusak,” katanya sengit.

“Sungguh, baumu enak. Kombinasi antara bawang bombay dan ikat tuna,” kata Sev kalem yang disambut cubitan Katty di lengannya.

“Kau tidak akan dapat makan malam kalau kau bilang bauku seperti bawang bombay!” ancamnya yang disambut gelak tawa Sev.

“Temani aku makan, oke? Kau berutang itu padaku. Kau sudah begitu baik hati kepada temanmu, itu membuatku iri sekali,” rayunya.

Dan bukan Sev namanya kalau tidak bisa mendapatkan apa yang dimaunya. Sebentar kemudian keduanya sudah asyik duduk berhadapan di meja dapur. Sev memakan hasil masakan Katty denga lahap sementara Katty menyesap anggur lezat yang disimpan di lemari persediaan Sev sambil menikmati sandwich. Mereka berbincang akrab seperti biasanya. Bertengkar, kemudian tertawa dan berbaikan lagi. Setelah makan keduanya menikmati sepoci kopi panas sambil bergelung di sofa menikmati film yang diambil dari koleksi Sev. Katty menyandar di dada Sev sementara lelaki itu membelai rambutnya.

The Last ChoiceWhere stories live. Discover now