part 9

22.1K 1.3K 25
                                    

Kepala Sev terasa berat, penuh dengan pikiran tentang Katty. Namun dia sadar bahwa Katty butuh ruang yang cukup untuk dirinya sendiri. Saat ini satu-satunya yang bisa Sev lakukan hanyalah memberi ruang itu untuk Katty dengan membiarkan gadis itu sendiri. Katty perlu mencerna apa yang telah terjadi di antara mereka dengan kemampuannya sendiri dan dengan kecepatan pemahaman yang bisa dia terima. Meski seluruh naluri posesif pada dirinya seolah berteriak ingin menarik gadis itu kembali, namun akal sehat mencegahnya melangkah keluar dari Drake Castle. Sev sama sekali tak rela melihat Katty keluar dari perlindungannya. Namun tatapan terluka dari kedua mata sewarna hazzle itu mencegah Sev untuk memaksakan keinginannya menahan Katty tetap berada di sisinya. Gadis itu serius ketika mengatakan ingin menyendiri. Maka Sev meski tak suka, harus menyerah dan menuruti kemauannya. 

Kali ini Sev memang harus mengedepankan logikanya kembali yang telah terbang entah ke mana semenjak dia dan Katty menjadi sepasang kekasih. Meski mereka sama-sama sudah menyatakan saling mencintai, belum berarti selesai atau semua akan baik-baik saja. Problem terbesar mereka adalah kepribadian Katty yang memiliki perasaan yang halus dan peka, serta tingkat toleransinya yang teramat tinggi membuat gadis itu serba ragu dan tidak bisa dengan lega menerima Sev menjadi laki-laki dalam hidupnya, satu-satunya, dan sebagai suaminya. Terlalu banyak yang harus dipertimbangkan oleh Katty. Sev bukannya tidak mengetahui bagaimana otak Katty bekerja. Katty masih merasa jengah dengan Sarah, pengasuhnya, dengan segala muatan moral yang meski wajar bagi Katty namun terasa kuno dalam pandangan Sev yang lebih liberal dan penganut kehidupan hedonis. Belum lagi masalah Virginia. Katty pasti merasa tidak enak sekali dengan adiknya yang parasit dan tak tahu diri itu. Berulang kali Sev ingin berteriak, agar Katty mengabaikan Virginia, namun berulang kali pula Sev mengingatkan dirinya sendiri bahwa lembut hati adalah sifat dasar Katty. Sifat dasar yang bisa menjadi kelebihan sekaligus kekurangannya. Dan bila Sev mencintai Katty, itu berarti termasuk dengan segala kekurangan dan kelebihannya, mutlak dalam satu paket.

Setelah satu jam berlalu, Sev ternyata tetap tak kunjung bisa menenangkan diri. Sev tak sanggup menghalau kegelisahan di kepalanya. Ini sama sekali tak benar! Katty, gadis mungil keras kepala itu telah dengan mudahnya mengacaukan seluruh hidupnya. Bahkan dalam kegalauan hatinya Sev telah tanpa sadar melampiaskannya dengan berjalan tak tentu arah, mengelilingi rumahnya yang luas. Namun alam bawah sadarnya tetap terkendali sehingga sekuat tenaga pria itu masih bisa menahan diri agar tidak menerobos ke Stockley House mencari Katty. 

Namun berjalan-jalan ternyata tak juga menenangkan pikirannya. Dengan menggerutu sebal Sev akhirnya memasuki ruang kerjanya kembali dan membuka semua berkas yang dibawanya, berharap segala kerumitan dunia hukum akan mengalihkan perhatiannya dari Katty. Sev baru saja duduk di belakang meja kerja dari kayu mahogany antik serta membuka dan menyalakan notebook manakala tatapannya jatuh pada sofa panjang yang berada di seberang ruangan, tempat dimana Katty begitu sering berada. Sev menyeringai dengan gemas karena dia tahu tak mungkin dia bisa berkonsentrasi dengan suasana hati seperti ini. Sev pun mengakui bahwa menyerah adalah jalan yang terbaik. Sehingga  Sev pun akhirnya menutup kembali pekerjaannya dan membiarkan lamunannya kembali kepada Katty.

Entah sejak kapan, namun sepanjang yang diingat oleh Sev, Katty begitu sering berada di sofa itu, menunggu atau menemani Sev bekerja sambil membaca. Mereka biasanya tak saling bicara, tenggelam dalam aktifitas masing-masing dan menikmati keheningan yang tercipta di antara mereka. Gaya Katty begitu khas yang hanya bisa Sev definisikan sebagai milik Katty seorang. Kadang gadis itu akan duduk bersandar pada lengan sofa dan menyelonjorkan kakinya. Bila buku yang dibacanya sangat menarik maka dia akan membungkukkan kepalanya untuk waktu cukup lama tanpa sadar, meski akhirnya dia akan mengeluh karena punggungnya terasa kaku serta meminta Sev memijitnya. Namun tak jarang juga Katty berbaring di sana bila sedang membaca novel ringan untuk refreshing. Bila novel itu telah jatuh ke lantai atau jatuh menutupi wajahnya, itu artinya Katty sudah tertidur. Namun di antara semua posisi duduk Katty di sofa itu yang paling membuat Sev gemas adalah bila Katty tidur tengkurap dan meletakkan bukunya di lantai, di atas karpet tebal. Gaya itu adalah bila Katty tidak mau menerima gangguan. Dia akan membaca sambil bersenandung tak tentu arah, lengkap dengan menggoyangkan kakinya yang tertekuk. Berapa kalipun Sev memanggil, dia tak akan pernah peduli. Kecuali bila Sev mendekatinya dan mengangkatnya agar berdiri. Kadang Katty akan terkejut karena terganggu aktifitasnya. Namun gadis itu seringkali marah bila Sev mengejutkannya seperti itu. Dan satu-satunya cara mengusir kemarahan Katty adalah dengan mengajaknya berkuda bersama.

Ya, Katty memang keranjingan berkuda. Juga berenang. Betapa mengherankan bahwa gadis yang dari luar begitu kalem dan tenang itu ternyata sangat menggilai kegiatan luar ruangan. Katty juga sangat menikmati bermobil dengan kecepatan tinggi. Sev memang mengenalkan semua itu kepada Katty namun sama sekali tak mengharap dia akan tertarik. Sehingga ketika Katty benar-benar menyukainya Sev pun dibuat kelabakan. Apalagi sekarang. Sev tak akan bermimpi untuk melepaskan Katty sendiri ngebut dengan mobil sportnya tanpa didampingi Sev. Bukannya Sev meragukan kemampuan Katty. Dari semua orang yang mengenal Katty, Sev lah yang paling mengerti bahwa Katty gadis dengan logika paling sehat. Dia tahu batas dan mengerti bagaimana bermain dengan aman. Hanya rasa posesif Sev yang tinggilah yang membuat Sev selalu mengkhawatirkan Katty. Sebetulnya sudah sejak lama Sev memendam rasa khawatir itu. Namun dia tak sekalipun menunjukkannya karena bila Katty tahu betapa dia sejak dulu mencintai gadis itu, bisa-bisa Katty yang tidak siap akan segera bersembunyi dan menjaga jarak dengannya. 

Katty memang sangat berbeda dengan Virginia....

Sev tertegun sesaat akan pikiran yang terlintas secara tak sengaja. Dia selama ini tak pernah membandingkan Katty dengan Virginia, atau dengan gadis manapun. Meski Sev bertualang dengan banyak perempuan, posisi Katty di hatinya tak pernah berubah. Katty memiliki tempat tersendiri yang membuatnya berbeda dari perempuan kebanyakan. Sev memandang Katty adalah Katty, dan tidak bisa dibandingkan dengan siapa-siapa. Sev tak pernah terpikirkan untuk membandingkan Katty dengan siapapun. 

Sev duduk bertopang dagu di atas meja di ruang kerja pribadinya itu, berusaha mengingat kembali rentang usianya sejak remaja hingga dewasa. Sev tidak munafik dan mengakui bahwa di masa remajanya dia pernah jatuh cinta dengan gadis lain. Sev menghabiskan masa pubernya di sebuah sekolah berasrama elit seperti selayaknya putra-putri keluarga Inggris kelas menengah ke atas. Dalam salah satu liburan musim panas, dia berkunjung ke rumah salah satu teman yang tinggal di Scotland, serta jatuh cinta dengan adik temannya itu. Gadis pirang berwajah manis yang suka curi-curi perhatian ke arahnya. Saat kembali ke asrama dia dan gadis itu beberapa kali saling mengirim surat. Sev tak ingat alasan persisnya mereka tak lagi berhubungan karena saat kembali pulang ke Drake Castle Natal tahun itu juga dia telah kembali asyik bermain dengan Katty. Yang dia ingat hanyalah betapa senangnya dia kembali bertemu dengan Katty yang saat itu menginjak usia dua belas tahun. Dan pada tahun berikutnya Katty telah masuk ke sekolah asrama pula sementara Sev beberapa saat kemudian pergi ke universitas. 

Di Universitas Sev seorang mahasiswa yang populer, mengetuai sebuah perkumpulan mahasiswa, jago orasi, aktif di perhimpunan, dan tentu saja dari awal sudah menentukan nasibnya untuk menjadi seorang pengacara. Dalam gemerlap kehidupan kampus, kehidupan karir, dan naik turunnya percintaannya bersama beberapa perempuan, sejauh yang Sev ingat tak pernah sekalipun Sev ingin mencari istri selain Katty. Dalam benaknya seolah tertanam semacam keyakinan bahwa hanya Katty calon istri yang layak untuknya. Sejauh manapun dia pergi dia akan selalu pulang kepada Katty. Bahkan meski gadis itu sama sekali tak tahu akan perasaannya dan masih tenggelam dalam imajinasi yang menempatkan Sev sebagai kakak lelakinya. Jauh di dasar hatinya Sev selalu tahu bahwa dia dan Katty ditakdirkan bersama dan mereka sama-sama saling mencintai. Sev memang lebih dulu menyadari perasaannya itu sementara Katty perlu waktu cukup lama untuk memahaminya. Sev menyadari bahwa Kattylah perempuan untuknya, calon istri satu-satunya untuknya, juga yang akan menjadi ibu bagi anak-anaknya. Tak ada lagi jalan kembali untuknya selain maju terus memenangkan cinta Katty. 

Ketika akhirnya Katty mewarisi Stockley House dan gadis itu pulang kembali ke Oxford, Sev pun mulai lebih sering pulang ke Drake Castle sesempat waktu yang dimilikinya. Kehidupan gemerlap London sedikit demi sedikit mulai ditinggalkannya. Dengan sangat perlahan Sev berusaha menjangkau hati Katty meski gagal total. Mereka memang dekat. Teramat dekat malah. Namun Katty tak menganggapnya lebih dari seorang kakak. Meski keputus-asaan hampir menderanya, namun Sev pantang menunjukkannya dan pantang menyerah. Apapun. Apapun Sev lakukan asalkan demi Katty. Termasuk harus pura-pura mendekati gadis tolol bernama Virginia itu.

Dari awal Sev sudah tahu bahwa Virginia adalah bentuk lain dari ibunya, wanita berhati dingin yang suka memanipulasi. Sev juga sangat mengerti bahwa dengan sifatnya itu Virginia akan selalu memanfaatkan kelemahan Katty yang lembut hati demi kepentingan pribadinya. Satu tahun penuh Sev berusaha agar Virginia tak menganggu Katty, termasuk membujuk Virginia agar mau bekerja di sebuah butik yang pemiliknya pernah menjadi kekasih Sev di masa lalu. Bukan Sev namanya bila tak bisa mengatur situasi mengikuti kemauannya. Namun Sev hampir kalah telak manakala Virginia dengan otaknya yang bebal namun penuh muslihat itu mulai menghembuskan isu tentang pertunangan mereka. Bahkan Katty pun tampak mempercayai bualan itu dan yang lebih kacau lagi Katty, terpujilah hatinya yang bersih, percaya bahwa memang seharusnya Sev dengan Virginia memiliki hubungan istimewa. “Dua orang terdekatku yang kusayangi” begitu kata Katty selalu. Hell! Sampai mati pun Sev tak akan pernah bermimpi untuk memilih Virginia menjadi pendampingnya. Dan terkutuklah Sev bila semua usahanya mendekati Katty harus sia-sia  hanya karena gadis brengsek murahan seperti Virginia. Maka Sev pun mengambil langkah drastis dengan membeberkan semua kenyataan kepada Virginia. Termasuk juga skenario kenapa dia pura-pura mendekati Virginia.

Semua pun meledak. Kemarahan Virginia, kekalutan Katty, dan Sev yang berlagak sebagai penengah telah mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dalam sengketa antar saudara itu. Situasi yang sedikit di luar kendali itu akhirnya justru menghasilkan kemenangan bertubi-tubi ke pihak Sev. Dan puncaknya adalah pertunangan Katty dan Sev. Bila Virginia menganggap dia bisa menjatuhkan Sev dengan membuat pengumuman palsu pertunangannya denga Katty maka dia salah besar! Karena justru itulah harapan terbesar Sev. Dan Sev menikmati setiap kemenangannya dengan penuh kepuasan. Memenangkan Katty, tubuhnya, dan terakhir cintanya. Tak ada yang lebih berharga dari itu.

Namun sekarang nasibnya justru ditentukan oleh gadis tolol itu. Sev cukup mengenal Virginia sehingga bisa menduga kemana pikiran Virginia akan menuju. Menyimak pembicaraan kakak beradik tadi pagi di telepon kemungkinan besar saat ini juga Virginia sedang menuju Stockley House. Dan Sev harus pasrah dengan apapun keputusan Katty. Bila Virginia bisa menerima hubungannya dengan Katty tanpa ribut-ribut, serta dengan rela hati menggelinding pergi membiarkan mereka hidup tenang berdua, maka Sev akan dengan rela hati membayar sebesar apapun kompensasi yang diminta Virginia. Namun bila tidak, bila nurani Katty lebih berbicara dan menganggap ikatan persaudaraannya dengan Virginia lebih berharga dari hubungan penuh nafsu dengan Sev, maka Sev harus siap-siap memulainya dari awal lagi. 

Ya, dari awal lagi! Sev tak akan sudi melepaskan Katty begitu saja. Lagipula usianya masih tiga puluh lima tahun, masih cukup banyak waktu untuk memulai semuanya dengan Katty. Katty berharga di setiap detik usianya! Mungkin dia akan melakukan pendekatan  yang berbeda, bukan sebagai seorang laki-laki yang menawarkan persaudaraan, melainkan langsung menunjukkan keinginannya untuk serius memperistri Katty. Bila Katty ingin kencan seminggu sekali dengan makan malam di restoran romantis dan berdansa, dia akan melakukannya. Bila Katty ingin mereka mengikuti kelas persiapan pernikahan di gereja, dia dengan senang hati akan menghadirinya. 

Sev bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah jendela. Dia memandang keluar, ke halaman Drake Castle yang luas dan dirawat dengan baik. Puncak atap Stockley House terlihat dari tempat Sev berdiri. Sev merasakan ketidak-nyamanan akan keberadaan Katty di rumah itu. Apalagi bila nanti Virginia datang. Radar posesif Sev memang meningkat daya tangkap sinyalnya bila menyangkut Katty. Dan keberadaan Virginia dengan segala keculasannya kian mempertajam sensor kepekaannya. Gadis itu begitu licik dan penuh tipu muslihat serta tidak stabil. Sehingga melepaskan Katty sendiri berdua dengannya di saat seperti ini sangatlah berbahaya.

Akhirnya Sev kembali menenangkan diri dengan kembali menenggelamkan diri dengan pekerjaan. Ada beberapa berkas yang harus dia teliti. Juga di saat dia pulang ke Drake Castle biasanya dia memanfaatkan waktunya untuk mengecek kembali investasinya. Keluarga Drake memang telah memiliki kekayaan turun-temurun yang dikelola sejak dari nenek moyangnya dulu, dalam wujud properti, saham, maupun obligasi. Selain harta warisan Sev sendiri memiliki penghasilan yang tidak sedikit. Meski dia tumbuh dalam keluarga kelas atas yang berkecukupan, namun ayahnya telah mendidiknya dengan baik untuk menjadi seorang pekerja keras. Pola asuh yang rencananya akan dia terapkan untuk putra-putrinya kelak. Katty pasti tak akan keberatan. Katty secara tidak langsung juga telah menerima pendidikan dari kedua orang tua Sev dan tak bisa diingkari bahwa Katty pun mencintai mereka.

Lewat waktu makan siang akhirnya Sev sudah tidak tahan lagi. Manakala dia mendengar deru mobil yang melaju melewati batas kecepatan terdengar dari jalanan di depan rumah, bulu kuduknya langsung berdiri. Itu hanya berarti satu hal. Virginia! Dan Katty sedang dalam bahaya!

***

Katty yang masih limbung oleh rentetan kata-kata Virginia, membalikkan tubuhnya hendak berjalan menjauh. Namun di sana, sambil berdiri di pintu entah sejak kapan, Sev memandang mereka berdua. Sejuta hal ingin diutarakan oleh Katty pada laki-laki itu. Semua yang dirasakannya, segala kegelisahan dan rasa sakit hati yang telah terpendam. 

Namun tiba-tiba saja tatapan mata Sev berubah. Sinar kengerian terpancar di sana. Katty tak memahami apa yang terjadi karena tiba-tiba saja Sev melesat meloncat ke arahnya dan menerjangnya Dan sebelum dia sempat memahami arti tatapan itu tiba-tiba saja Sev telah meloncat menerjang ke arahnya. 

“Katty! Tidaaakkkkkkkk!”

Teriakan Sev teredam oleh suara pecah berantakan di sekitarnya saat tiba-tiba Katty merasa punggungnya dihantam benda keras yang membuatnya tersungkur. Kegelapan yang datang selanjutnya menyergap dan menyesakkan dada, sebelum akhirnya Katty terbenam dalam ketidak sadaran..

Saat Sev berjalan cepat menghapus jarak antara Stockley House dan Drake Castle, instingnya sudah mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. Ia merasakan ketakutan yang kuat tanpa tahu apa penyebabnya. Namun berulang kali dia meyakinkan diri bahwa Katty akan baik-baik saja. Dia akan bisa menghadapi Virginia dengan kekuatan kepribadiannya sendiri. Mereka toh tumbuh bersama. Namun entah kenapa rasa frustasi itu begitu pekat. Sialan! Sev pun berlari melewati rumpun wisteria pembatas kedua lahan, tak mempedulikan tatapan orang-orang yang sedang bekerja baik di Drake Castle maupun Stockley House. Dan bagai kerbau lepas dari ikatannya dia menerjang masuk ke Stockley House, menuju ke ruang depan dimana asal suara Virginia dan Katty terdengar. 

Sev masuk tepat saat Virginia menyinggung tentang Angela Clever. Dia hanya mendengarkan dari jauh perbincangan keduanya tanpa bermaksud turut campur. Apa yang terlihat dari ambang pintu, suara Katty yang lembut dan tegas saat mengusir Virginia membuatnya bersorak dalam hati. Gadisku! Gadisku yang hebat! Kebanggaan memenuhi hatinya. Namun hanya sesaat. Karena detik kemudian, apa yang dilihatnya membuatnya membeku. Bukan tatapan Katty yang akhirnya mengetahui kehadirannya. Namun Virginia yang berdiri di belakang Katty dengan vas porselen china besar terangkat ke atas siap menghantam Katty yang membuat perutnya melilit ketakutan. Secepat refleksnya bekerja Sev pun berteriak dan berlari menerjang Katty, berusaha menarik Katty agar terhindar dari hantaman vas yang dilemparkan Virginia dari balik punggunnya. Namun terlambat. Karena yang terjadi detik kemudian adalah Katty yang tersungkur di lantai dengan pecahan porselen bertebaran di sekelilingnya. 

“Oh Tuhan...” kata Sev, suaranya parau, sama sekali tidak mirip suara Sev. “Sarah! Matt!” raungnya membahana...

Adegan berikutnya bagai sebuah mimpi buruk. Ketika paramedis dan polisi berdatangan, Sev bagaikan mati rasa. Teriakan dan cacian yang dijeritkan Virginia kala digelandang polisi ke dalam mobil tak membuatnya menoleh. Matanya hanya terpaku pada Katty, dengan posisi tubuh tertelungkup di atas brankar yang didorong memasuki mobil ambulan. Wajahnya bagai batu granit, dingin dan keras, saat bersama petugas mendampingi Katty menuju rumah sakit. Tawaran Sarah untuk menemaninya tak digubris sedikitpun. Sehingga setengah jam setelah Sev dan Katty pergi, Sarah menelepon ke Drake Castle untuk meminta Jolly ke rumah sakit menemani Sev. “Tolong jaga pula gadis tersayang kami,” pinta Sarah memohon.

Di rumah sakit Sev menunggu dengan perasaan terpuruk ketika Katty langsung dibawa masuk ke ruang perawatan intensif. Bila sebelumnya dia tak tahu bagaimana rasanya tak punya harapan, maka saat inilah untuk pertama kalinya Sev mengalaminya. Bila dia harus hidup seratus tahun lagi, Sev pasti tak akan bisa melupakan kengerian yang membekukan tulang manakala melihat benda besar itu menghantam punggung Katty. Seratus tahun tak akan sanggup menghapus penyesalan terdalam akibat ketololannya yang telah membiarkan Katty seorang diri menghadapi gadis labil seperti Virginia. Ya Tuhan, hampir saja dia kehilangan Katty! Andai vas itu mengenai kepala Katty....

Bara kemarahan berkobar di kepalanya dan sepenuh hati Sev mengutuk Virginia, berharap dia akan punya cukup waktu untuk menyiapkan segala tuntutan kepada perempuan yang hampir merenggut nyawa orang yang paling dikasihinya. 

Sev menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Tidak! Gadisnya pasti akan baik-baik saja! Tuhan tak akan sekejam itu merenggut nyawa Kattynya yang tercinta. Demi Tuhan, setelah sekian lama tak pernah menginjakkan kakinya di gereja, Sev merasakan kebutuhan yang sangat mendesak untuk berdoa. Katty layak mendapatkan segala kerendahan hati dan penghambaan yang tulus darinya demi memperoleh segala keajaiban apapun yang bisa mengembalikan Katty seperti sedia kala.

The Last ChoiceWhere stories live. Discover now