Take it or leave it.

334 23 11
                                    

brakk...

"Mas, kamu gila?! Aku udah bilang ya sama kamu. Jangan pernah antar-jemput, aku bisa pergi sendiri. Didalem sana ada Shani sama Gracia, kamu mau bikin keributan, hah?!"

Boby malah memajukan badannya, langsung memeluk Viny. Seketika amarah Viny menghilang. Bahu milik gadis itu yg tadinya naik-turun sekarang mulai menghembuskan nafas dengan sangat pelan.

"Saya rindu kamu."

Satu kalimat sakti Boby lontarkan tepat ditelinga gadis itu. Maka perempuan mana yang akan meneruskan gerutuannya ketika pemilik hatinya begitu lembut?

Tidak banyak berkomentar lagi, Viny balas memeluk Boby. Masih didalam mobil yang satu menit lalu pintunya ditutup kasar oleh Viny.

Bukan tanpa alasan, Viny hanya tidak mau cari perkara secara terang-terangan dengan juniornya.

"Maafkan saya ninggalin kamu di Bandung, jujur saya khawatir."

Masih saling berpelukan, Boby menyampaikan isi hatinya.

"Aku nggak apa-apa, udah biasa pergi  sendiri."

Perlahan Viny terlebih dahulu melepaskan pelukannya. Kemudian menatap dalam kedua bola mata elang milik Boby.

"Jangan kayak gini lagi, Mas. Bahaya."

Boby mengangguk pelan, kemudian mencium tangan Viny sebagai permintaan maaf.

"Saya anterin kamu pulang."
Perintah itu mendiamkan Viny, sedan hitam melaju meninggalkan studio dance.

Sepanjang perjalan mereka habiskan dengan berbagi cerita ketika kembali sendiri saat itu.
Dimana Boby pulang lebih dulu, dan Viny masih melanjutkan eksplorasinya di Bandung.

Memang, jikalau dua orang sudah saling melihat, sudah saling memahami, sudah saling merasa, apapun obrolannya akan berlangsung menarik.

Tak langsung mengantarnya pulang, Boby sempatkan mengisi perut ia dan gadis kharismatik tadi.

Memilih kudapan nasi yang dicampur dengan sayuran dan ayam, sedikit pedas supaya ada sensasi hangat ditenggorokan.

"Tumben banget nurut makan receh di warung tenda pinggir jalan gini..."
Kata Viny setelah itu memasukan sendok ke mulutnya.

"Selera kamu jadi menengah kebawah."
Lagi, kata Viny sambil sedikit cekikikan.

"Sebenernya gak masalah, selagi makanannya enak. And I put trust on your tongue."

Viny malah menggerlingkan matanya, dikit-dikit gombal, heuh!

"Lama kelamaan Shani atau Gracia akan tahu soal hubungan tanpa status ini."

Bobby meminum teh hangatnya.

"Terus?"

Viny memutarkan matanya, tak habis pikir sikap dingin yang mengalahkan suhu malam itu. Jelas sebuah masalah, pertama pertaruhan pertemanan Viny dengan Gracia pasti berantakan. Dua, aura negatif di studio dance jika mereka bertiga, terutama Viny dan Shani dalam satu ruangan, bayangkan bagaimana panasnya.
Ketiga, hubungan Bobby dan Gracia yang tadinya membaik bisa menjadi renggang bahkan lebih jauh lagi dari sebelumnya.

Viny menggelengkan kepalanya, ngeri sendiri membayangkannya.

"Nggak ah, aku gak mau hal itu terjadi. Kita kelarin aja ya hubungan ini, Mas? mumpung sayang aku ke kamu cuman segini.."
Katanya sambil membentukan ibu jari dan telunjuk kanannya ke huruf C.

Bobby hanya balas dengan kekehan, nggak mau ambil pusing. Laki-laki itu tahu betul resiko dan kemungkinan sikap Shani juga Gracia pada Viny.
Tapi, namanya laki-laki ya udah selingkuh juga tetap lurus-lurus dan santai aja.
Ya meskipun hubungan Shani dan Bobby juga belum resmi-resmi amat, tapi kan mereka saling jaga hati.
Minimal Shani yang jaga hatinya karena menghargai Bobby, juga si Bobby yang jaga hati Shani. Meskipun sedikit demi sedikit terkikis.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 10, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Eyes, Nose, Lips.Where stories live. Discover now