Kering

4.4K 585 23
                                    

"El? Jawab pertanyaan kakak. Apa ucapan kamu tadi itu serius?" Aku tak bisa membayangkan tinggal di rumah bekas pembantaian.

"Iya, Kak." Ia menjawab tanpa beban sedikit pun. Padahal kakaknya sudah bergidik ngeri.

Aku melangkah mendekati jendela dan menutupnya. "Sudah tengah malam, sebaiknya kamu tidur," perintahku sekaligus mengalihkan topik pembicaraan. Tak mau suasana malam ini berubah mencekam.

"Aku lapar, Kak!"

"Jam segini?" Sebenarnya aku juga lapar.

"Iya, lagian kakak tidurnya lama banget. Aku sampai meminta Kering membangunkan kakak, tapi tidak berhasil."

"Oh, jadi yang tadi main gordin itu si Kering."

"Iya, tapi kakak malah tidur lagi. Huh!" Ia mendengus kesal dan cemberut.

"Kenapa kamu tidak langsung membangunkan kakak?"

"Aku malas ke luar kamar."

"Ya, berarti salah kamu sendiri. Tengah malam begini, cari makanan di mana?"

"Memang di sini tidak ada minimarket 24 jam?"

"Kamu tanyakan saja sama si Kering. Seharusnya dia lebih hafal tempat ini."

"Dia tidak bisa pergi dari tempat ini, Kak."

"Kok? Bukannya dia bilang langit pantai saat malam itu bagus. Kok sekarang tidak bisa pergi."

"Itu dulu, saat ia masih hidup. Sekarang jiwa dan tubuhnya terkunci di sini."

Jiwa yang terkunci biasanya sering dijumpai di tempat bekas tragedi. Ditandai dengan adanya sosok penjaga yang cukup kuat, untuk menahan qorin-qorin korban tragedi itu berkeliaran. Agar, tidak mengganggu manusia.

Namun, Ellea menyebutkan tubuh yang terkunci. Apa mungkin maksudnya .... "Jasadnya dikubur di rumah ini?" tanyaku.

Ellea mengangguk.

Lengkap sudah!

Rumah bekas pembantaian sekaligus kuburan massal. Aku tak terbayang kejadian horor apa yang akan kualami nanti.

Ellea menatapku tajam, sudah pasti ia sedang memindai auraku. "Apa kakak akan tetap tinggal di sini?"

"Kamu sudah memilih rumah ini. Kakak tidak bisa berbuat apa-apa. Lagian kakak sudah membayar rumah ini untuk dua bulan ke depan."

"Jika terjadi hal yang mengerikan. Apakah kakak akan meninggalkanku?"

"Kakak sudah berjanji pada ayah dan bunda untuk menjagamu sampai kapanpun. Kamu tidak usah berpikir seperti itu."

Ellea tersenyum. "Baguslah, soalnya akan ada banyak sosok yang bisa diceritakan di rumah ini."

"Kering?"

"Ya ... dia salah satunya. Apa kakak sudah mulai menulis cerita?"

Aku menghela napas, "Belum, kakak masih belum berani melanjutkan cerita rumah sebelumnya."

"Oh, Dahlia?"

"Jangan menyebut namanya, El!"

"Tenang saja, Kak. Kuntilanak Merah itu tidak akan berani masuk ke dalam rumah ini."

"Sudah dua kali kamu mengatakan itu. Memangnya ada apa dengan rumah ini?" Aku penasaran sosok apa yang ditakuti Dahlia hingga ia tidak bisa masuk ke sini.

"Kakak mau tau?" Ellia beranjak dari kursi.

"Iya."

"Sini! Aku bisikan." Ia menarik tanganku, hingga posisi telingaku tepat di depan mulutnya. "Aku lapar," bisiknya.

ElleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang