Rumah Tuan Ruben

3.4K 480 6
                                    

"Maksud kamu apa, El?" tanyaku, bingung.

"Tidak perlu dipikirkan, Kak. Sekarang kakak beli sarapan dulu. Aku sudah lapar!"

Dasar! Dalam pikirannya hanya makan dan tidur saja. Padahal ia bisa beli makan sendiri. Hanya tinggal melangkah ke luar rumah.

"Kenapa kakak melihatku seperti itu?" tanyanya.

"Tidak apa-apa."

"Ayo, Kak! Bangun! Terus beli makan," ucapnya manja.

"Iya, bentar. Kepala kakak masih pusing. Kamu tunggu di kamar saja."

"Oke!" Ellea berlari ke luar kamar.

Aku menarik napas panjang, lalu bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Setelah membasuh wajah, lalu membuka jendela. Bayang-bayang Seka sekelebat muncul. Spontan kututup jendela.

"Kamu mau makan apa, El?" tanyaku sambil ke luar kamar.

Mataku terbelalak saat melihat banyak noda darah di lantai. Tepat di sudut ruang tengah — dekat dengan sofa, ada tubuh manusia tergeletak bersimbah darah.

"EL!" teriakku.

Ellea berlari ke luar kamar, "Ada apa, Kak?"

"Itu." Aku menunjuk ke arah sudut ruangan.

"Apa?" tanyanya dengan wajah bingung.

"Ada mayat!" balasku.

"Mayat? Tidak ada apa-apa di sana, Kak."

"Tapi kakak melihat ada mayat di sana dan banyak noda darah di lantai."

"Coba sekarang kakak tenang. Pejamkan mata dan ulurkan tangan." Aku mengulurkan tangan. Terasa ada sentuhan tangan dingin dan lembut. "Jangan buka mata dulu, Kak!"

"Coba bayangkan kondisi rumah saat pertama kali kakak datang ke sini," perintah Ellea.

Aku mulai membayangkan kondisi rumah saat itu. "Sudah," sahutku.

"Sekarang kakak buka mata."

Aku membuka mata, melihat kondisi ruang tengah sudah berubah seperti semula. "Kenapa tadi bisa begitu, El?"

"Sepertinya ada bagian dari masa lalu yang terbawa sampai sini. Sehingga kakak bisa melihat bagian itu."

"Tolong bilang Susanne, jangan ajak kakak ke sana lagi."

"Dia bilang tidak, Kak. Karena kakak hanya bisa pergi ke sana satu kali."

"Bagaimana kalau lebih dari satu kali?"

"Ada kemungkinan kakak tidak akan bisa kembali."

"Terus badan kakak gimana?"

"Badan kakak bisa dikuasai oleh makhluk lain."

"Ih, serem!"

"Yap."

"Kamu belum jawab mau makan apa, El?"

"Terserah."

Jawaban yang sungguh tidak membantu sama sekali. Aku melangkah ke luar rumah. Kali ini sedang malas memesan online.

Lingkungan di luar rumah sangat jauh berbeda dengan zaman dulu. Kini hanya tersisa satu rumah Belanda saja. Sementara yang lain sudah berubah menjadi rumah modern.

Aku melangkah ke arah kanan. Entah kenapa, masih penasaran dengan rumah Tuan Ruben. Apakah rumahnya masih ada? Jika iya, seperti apa bentuknya sekarang? Lelaki di mimpi itu bilang, rumahnya berada di ujung jalan ini.

Setelah berjalan cukup jauh, aku bisa melihat ada bangunan dengan atap yang tinggi. Bangunan yang mirip dengan rumah Belanda. Hanya saja sudah sangat tidak terawat.

ElleaWhere stories live. Discover now