Rumah Sakit Jiwa

3.3K 484 12
                                    

"Capek juga, ya. Dari Jakarta ke Karawang, terus balik lagi ke Jakarta. Terus sekarang ke Rumah Sakit di ujung Jakarta," keluh Ilham sembari menatap antrian mobil di depannya.

"Curhat, Ham?" sahut Jovita.

"Iya nih. Mana belum makan siang."

"Ya sudah, kita makan dulu di restoran cepat saji."

"Kamu ada uang, By?" Jovita tampak meragukanku.

"Ada!"

"Aku pikir kamu lupa juga sama uang."

"Kalau aku lupa sama uang, bagaimana aku bisa hidup selama dua tahun ini."

"Memang kamu kerja apa, By?" tanya Ilham.

"Penulis."

"Penulis apa?"

"Penulis cerita horor, Ham," sahut Jovita.

"Seriusan, By?" Ilham tak percaya.

"Iya."

"Makanya tadi pagi sempat bingung, tiba-tiba ada pesan di inbox dari akun yang tidak dikenal. Pas aku cek ternyata banyak tulisan horor di berandanya. Terus aku baca pesannya, ternyata dari Alby. Kok kamu bisa ingat aku sih, By?"

"Tidak tau, Jov. Tiba-tiba ingat saja."

"Ah masa ...," sahut Ilham.

"Iya, Ham."

"Biasanya hanya orang-orang penting dalam hidup yang bisa diingat."

"Ellea juga penting dihidupku, tapi aku tidak bisa mengingat kejadian yang menimpanya."

"Selama dua tahun, kamu merasa ditemani olehnya. Itu berarti kamu selalu mengingatnya. Tapi, bisa jadi kamu memiliki trauma mendalam sehingga sengaja menghapus kejadian itu dari ingatan," balas Jovita.

"Nah betul tuh!" sahut Ilham.

"Tapi aku benar-benar ditemani Ellea dan itu bukan khayalan. Aku bisa menyentuhnya, berbicara dan pergi dengannya," jelasku.

"Dua tahun ini kamu pergi ke mana saja?" tanya Jovita.

"Kami berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lain. Lebih tepat rumah kosong yang sudah lama tak berpenghuni, karena harga sewanya lebih murah."

"Hmm, pantas aku sempat baca sekilas ada cerita tentang rumah tusuk sate."

"Iya, itu salah satu rumah yang sempat aku tinggali."

"Terus, terakhir kali kamu tinggal di mana?"

"Di rumah Belanda, di pesisir pantai."

"Rumah kosong juga?"

Aku mengangguk.

"Hiy, serem," sahut Ilham.

__________

Setelah makan sebentar, kami pun melanjutkan perjalanan ke Rumah Sakit Jiwa Dharma. "Jam segini masih buka?" tanya Ilham.

"Bukannya rumah sakit buka 24 jam?" sahutku.

"Tapi, ini kan rumah sakit jiwa, By. Bukan rumah sakit biasa."

"Seharusnya sama saja."

"Iya, barusan aku cek Google, rumah sakitnya buka 24 jam."

"Okelah kalau begitu."

Ilham tancap gas. Hanya dalam hitungan kurang dari 20 menit kami sudah sampai ke lokasi. "Kalau ditanya tujuan datang ke sini gimana?" tanyanya saat memarkirkan mobil.

"Bilang saja antar teman," balasku.

"Sip!"

Aku dan Jovita turun dari mobil. "Kamu tidak apa-apa, By?" tanya Jovita seraya memegang tanganku.

ElleaWhere stories live. Discover now