2. Satu Langkah Mengenal

160 38 106
                                    

"Kamu bisa membuka matamu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu bisa membuka matamu?"

Ia meringis, bagaimana membuka mata kalau kelopak ini sangat lemas? Seluruh tubuhku seperti kehilangan otot-otot, lemah sekali!

Mulut Jekha terbuka kecil berusaha mengatakan sesuatu, tetapi suaranya tidak tersalurkan. Ia berusaha menopang badan dengan siku tangan, hanya saja untuk bangun seolah-olah energinya dikuras habis. Jekha tidak memiliki tenaga. Pun mengangkat kepala, baru niat saja sudah menyebarkan sakit yang semalam.

Semalam atau entahlah seberapa lama waktu sudah berlalu.

"Jangan bergerak dulu kalau masih sakit," tegur suara yang terasa dekat, kemudian terdengar bunyi gesekan kertas. Dengan kondisi indranya yang hampir tidak dapat berguna, Jekha lumayan bersyukur masih bisa mendengar suara.

"Aku di mana sekarang?" tanya Jekha dengan susah payah.

Meski Jekha belum bisa melihat keadaan sekitar, ia merasakan hawa seseorang yang mengarahkan mata padanya. Samar-samar helaan napas rendah terdengar.

Sesaat kemudian suara itu lanjut berkata, "Kamu ... ada di rumahku." Tubuh Jekha refleks berjengit mendengar kata rumah.

"Dengar, aku belum tahu siapa namamu dan tidak ingin mengorek isi tasmu mencari tahu, yang bisa ku lakukan hanya membawamu ke rumahku. Tenang saja aku memang tidak begitu baik tapi aku bukan orang jahat," jelasnya sedikit berisi pembelaan.

Jekha menarik pelan sudut-sudut bibirnya membentuk senyum simpul. "Kamu bisa menjualku ke pasar gelap kalau jahat," kelakar Jekha. Sesungguhnya ia tidak terkejut karena dibawa sosok asing ke tempat yang dia belum tahu-walau Jekha sedikit parno tentang bawa-membawa. Akan tetapi, sisa elektrik itu masih terasa meremang di sekujur tubuh, menghasilkan reaksi yang Jekha tidak sangka akan sampai seperti ini.

Mungkin dia mengira aku terkejut dibawa ke tempat asing.

"Kamu membawa orang asing ke rumahmu, tidak takut?" Ia akhirnya membiarkan diri rebahan dengan nyaman, menenangkan persendian yang tegang.

"Aku lebih takut kamu yang tiba-tiba berteriak kesakitan dan pingsan," tuturnya sendu. "Apa yang terjadi sebenarnya?"

Ah benar, batin Jekha sembari bergerak pelan ragu-ragu.

Dalam ingatan terakhirnya, Jekha melihat anak itu berlari padanya yang sudah rubuh. Mengabaikan gelombang tak terkendali kemampuan Jekha. Ia juga ingat teriakan keras sebelum gelap mengambil alih pandangannya. Kata 'berhenti' menggaung lantang dan setelahnya Jekha tidak tahu. Apakah kekuatannya telah melukai anak itu atau luruh bersamaan dirinya yang tidak sadarkan diri.

Ia tentu berharap tidak ada hal membahayakan yang benar-benar telah terjadi.

Meski Jekha agak takut ketika ia bisa membuka mata dan mendapati apa yang diharapnya berkebalikan.

Jekha menggerakkan sedikit kepalanya ke atas. Hitam masih mendominasi kala kelopak matanya tetap enggan terbuka. "Aku tidak tahu ..., hanya berusaha menyelamatkanmu," balasnya minim nada kepastian.

✔ Deadly ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang