7. Tidak Salah

67 25 5
                                    

Warning: mention of violence, suicide

Sepanjang jalan yang tertutupi daun birch berguguran, mulut lumayan tipisnya tak henti merapalkan protesan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sepanjang jalan yang tertutupi daun birch berguguran, mulut lumayan tipisnya tak henti merapalkan protesan. Mungkin dirinya yang tidak tahu diri ini bisa tersambar petir sebab telah melaknat Tuhan atas pertanyaan bodohnya. Akan tetapi, Revan bisa menyimpan taubatnya nanti, dia masih perlu melebarkan langkah untuk mengejar Jekha yang telalu cepat berjalan.

Revan tidak bermaksud rasis pada etnisnya sendiri, tetapi kakinya yang kurang panjang tidak dapat memaksimalkan langkah lebar. Memang pilihan yang dia punya berlari di bawah guguran daun biar terlihat dramatis.

"JEKHA TUNGGU," teriaknya masih sekitar lima meter.

Untung saja teriakan memalukan itu lumayan membuahkan hasil. Jekha menghentikan langkah dan berbalik melihatnya. Dengan kesempatan tersebut, Revan kembali memacu kaki meminimalkan jarak di antara mereka.

"Kamu ingin pulang bareng aku?" tanya Jekha sesampainya Revan di sana.

Laki-laki yang bertubuh kurang tinggi mengibaskan tangan satunya pada Jekha sembari mengatur napas. "Percaya diri sekali."

Jekha mengernyitkan dahi mendengar lontaran kalimat yang sering disampaikan padanya. Sejujurnya Jekha tidak mengerti juga darimana rasa percaya dirinya yang tinggi itu.

"Aku mengejar kamu mau bahas soal pelajaran pas di lab, kebetulan kelas kita berbarengan, kan?"

"Oh itu ...," Jekha menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Masih untung Revan bukan sosok yang ia tidak kenal amat.

Dengan sisa napas yang masih tersengal Revan berceletuk, "Makanya percaya diri seperlunya saja."

Jekha pun menatap datar tak terima. Ia mendengkus keras. "Bahas yang mana?"

"Tentang serebrum," Revan menjeda ucapannya barang sebentar hanya untuk menetralkan pernapasan agar tenang. "Otak manusia terbuat luar biasa tapi aku masih tidak paham kenapa bisa mengatur bagaimana kita bertindak, berpikir dan malah sampai emosi yang kita munculkan?"

"Otak itu organ utama dari sistem saraf pusat, aktifitas saraf di sana bisa mentransmisikan impulsnya secepat mobil balap, pesan yang diterima reseptor dialirkan dalam gelombang listrik untuk diteruskan ke otak."

Jari Jekha menunjuk area dahinya hingga ke tengah ubun kepala. "Di sini ada lobus frontal, dia ini yang merespon supaya kita bisa mengendalikan gerak tubuh, memikir sesuatu yang kompleks sama mengatur emosi, tapi lebih khususnya emosi diatur lewat korteks prefrontal yang baru matang pas kita pubertas."

Revan menjentikkan jari antusias lalu berkata, "Itu yang membuat kamu sering dibilang remaja labil."

Raut Jekha seketika cemberut. "Kamu juga masih 16 tahun."

Pemuda berdarah Cina itu melanjutkan langkah santai tak memikirkan celetukan Jekha. Gesturnya tenang seakan-akan mampu memahami dengan mudah obrolan barusan. Akan tetapi, begitu maniknya melotot lebar, Revan menahan kakinya yang hendak maju. Dia melirik Jekha sedikit di belakang.

✔ Deadly ShadowWhere stories live. Discover now