Awal yang Baru

692 40 3
                                    

Malam itu Galih terlelap di villa Gio, tanpa tahu bahwa disaat yang sama Lia tengah mempersiapkan kepergiaannya. Galih memang berencana untuk menginap di villa Gio selama beberapa hari ke depan, sekaligus menikmati pantai yang ada di sekitaran villa tersebut.

Lia memanfaatkan momen ini untuk pergi meninggalkan suaminya, dia takut jika harus bertemu lagi dengan Galih maka dia akan goyah. Bagaimanapun juga cinta Lia tulus kepada Galih, selama ini Galih selalu memberikan perhatian dan melindunginya. Selalu berada di sisi Galih menjadi hal yang sangat membahagiakan bagi Lia.

Namun Lia sadar bahwa sebesar apapun cinta yang ia miliki untuk Galih, cinta itu tidak akan pernah terbalas. Hanya ada satu wanita di pandangan suaminya dan sampai detik ini rasa itu tidak pernah luntur.

Bi Marni dan Pak Tarjo mengetahui rencana nyonya mereka baru setelah sholat subuh, karena melihat beberapa koper dan tas yang berjajar rapi di depan pintu utama. Namun Lia berkata kepada kedua Asisten Rumah Tangganya bahwa dia akan menyusul Galih sehingga dia membawa baju ganti untuknya dan suaminya.

Bi Marni dan Pak Tarjo tentu tidak menaruh curiga dengan banyaknya koper yang disiapkan Lia, terlebih lagi mereka tidak berani terlalu ikut campur dengan urusan majikan mereka. Sembari menunggu travelnya datang Lia duduk di kursi santai yang terletak di teras depan rumahnya sambil menyesap hangatnya kopi susu favoritnya.

Sungguh dia merasa akan sangat merindukan saat-saat dia berada di rumah ini. Bukan karena Lia ingin tinggal di rumah megah Galih, namun semata-mata karena Lia pasti akan sangat merindukan si empunya rumah.

Pikiran Lia kemudian melayang pada 6 bulan yang lalu, saat untuk pertama kalinya dia mulai menyiapkan segala berkas dibantu dengan Pak Hartanto.

-Flashback 6 bulan-
"Apakah anda sudah yakin dengan keputusan ini Bu Lia?", tanya Pak Hartanto kepada Lia.

"Iya pak, saya sudah memikirkan hal ini sejak lama dan memantapkan diri dan hati saya untuk bertemu dengan bapak dan membahas terkait hal ini", jelas Lia lugas.

Pak Hartanto meyakinkan Lia berulang kali bahwa apakah keputusan ini sudah dipertimbangkan dengan baik oleh Lia atau belum. Sejujurnya Pak Hartanto tidak keberatan dengan pengalihan seluruh harta atas nama Camelia Putri Cantika kepada Galih Baskoro. Terlebih usia pernikahan mereka sudah menginjak 3 tahun, dimana memang tidak melanggar isi surat wasiat mendiang Pak Hendra Baskoro.

Namun permasalahnya terletak pada surat pengajuan gugatan cerai yang Lia layangkan untuk suaminya yaitu Galih Baskoro. Selama ini Pak Hartanto tidak melihat adanya permasalahan yang terjadi dengan keduanya. Memang mereka jarang terlihat bermesraan di depan khalayak umum, namun selebihnya mereka tidak pernah diterpa isu tidak sedap tentang keretakan hubungan mereka.

"Lalu apa alasan Bu Lia mengajukan gugatan cerai untuk Pak Galih, tentu harus ada alasan yang jelas jika memang Bu Lia berkeinginan untuk tetap berpisah?", tanya Pak Hartanto.

Lia termenung sejenak memikirkan apa alasan utamanya untuk berpisah, sejujurnya tidak ada alasan khusus yang mendasari keputusan ini kecuali fakta bahwa ternyata selama ini Galih menikahinya dan memperlakukan dia dengan baik hanya karena isi wasiat Pak Hendra Baskoro. Serta ungkapan cintanya kepada Rania teman masa kecilnya yang tak sengaja Lia dengar.

Isi wasiat yang membahas mengenai hak waris seluruh harta dan aset milik keluarga Baskoro berada di tangan Lia dan bisa Lia serahkan kepada Galih setelah usia pernikahan mereka 3 tahun. Kebenaran yang menyakitkan ini tanpa sengaja terdengar oleh Lia saat Galih dan Pak Hartanto sedang berbincang mengenai hal ini di ruang kerja Galih.

Lia kala itu hendak mengantarkan minuman untuk Galih dan Pak Hartanto, namun ketika mendengar namanya disebut dia mengurungkan niatnya untuk masuk dan mendengarkan pembicaraan mereka berdua hingga usai.

"Hanya tolong siapkan saja surat gugatan cerai dengan keluhan bahwa sudah tidak ada kecocokan dan rasa cinta di antara kedua belah pihak dan ingin mengakhiri pernikahan dengan masih bisa berhubungan baik ke depannya. Bapak juga mengetahui dengan jelas siapa wanita yang dicintai oleh suami saya, menurut saya alasan itu cukup bisa membuat saya mengajukan gugatan kepada Mas Galih", jelas Lia setelah terdiam cukup lama.

Sejak saat itulah pandangan Lia terhadap bahtera pernikahan yang ia jalani dalam sekejap berubah. Namun dia tetap berusaha untuk menjadi istri yang baik dan berharap bahwa suatu saat suaminya akan memandangnya dengan pandangan yang sama seperti saat dia memadang Galih.

Pada dasarnya Lia tidak ingin jika harus berpisah dengan Galih, namun bagaimanapun juga hubungan ini diawali dengan kebohongan dan Lia hanya berusaha untuk mempersiapkan diri dari skenario terburuk yang bisa terjadi nanti. Lia tidak ingin memaksakan hubungan yang hanya bisa memberikan rasa sakit kepada kedua belah pihak.

Jika memang perpisahan adalah jalan terbaik, maka Lia harus siap menempuh jalan itu meskipun berat. Tapi Lia yakin bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang melebihi batas kemampuan umat dalam menghadapi cobaan itu.

"Kenapa harus travel bu? Apa tidak mau saya antar saja bu? ", tanya Pak Tarjo kepada Lia yang membuat Lia tersadar dari lamunannya.

"Soalnya nanti saya pulang sama Mas Galih pakai mobilnya dia, kalau Pak Tarjo anter saya jatuhnya malah jadi bolak balik", jelas Lia dengan kebohongan yang tertata.

Tepat pukul 6 pagi mobil travel datang untuk menjemput Lia, Pak Tarjo membantu Lia mengangkut semua barang bawaan Lia ke dalam bagasi.

"Bu Lia, saya sama Mas Tarjo titip salam buat Pak Galih ya. Selamat ulang tahun gitu bu ya bu, nanti waktu Pak Galih sama Bu Lia mau pulang saya dikabari ya bu. Bi Marni mau masak makanan favorit Pak Galih sama Bu Lia", kata Bi Marni sambil membawa sekotak bekal untuk dimakan Lia selama dalam perjalanan.

"Ini tadi saya siapkan sarapan untuk Bu Lia, tadi ibu belum sempat sarapan kan!", lanjut Bi Marni kemudian.

Lia menerima sekotak nasi lengkap dengan sebotol kopi panas yang sudah disiapkan oleh Bi Marni. Tanpa sadar pandangan Lia mulai buram oleh genangan air mata yang siap jatuh. Namun sekuat mungkin dia berusaha untuk tidak menunjukkan gejolak emosi yang sedang ia rasakan di depan kedua Asisten Rumah Tangganya.

Demi menyamarkannya Lia memeluk Bi Marni dan mengucapkan terimakasih karena selama ini telah menjaga, merawat, dan membantu Lia dalam segala hal. Termasuk ketika harus belajar untuk beradaptasi dengan lingkungan baru yang saat ini Lia tinggali dan belajar untuk mengurus suaminya sehari-hari.

Dengan berat hati Lia melangkahkan kakinya menjauh dari rumah yang akan menjadi tempat dia meninggalkan separuh hatinya. Meskipun dia memutuskan untuk meninggalkan dan melepaskan Galih seutuhnya, namun dia tidak dapat membohongi dirinya sendiri bahwa sampai kapanpun posisi Galih selalu ada di dalam relung hatinya dan tidak akan pernah tergantikan.

Begitu besar rasa cintanya kepada Galih hingga dia rela menerima semua rasa sakit ini hanya demi kebahagiaan sang pemilik hati.

Selama perjalanan Lia tidak hentinya memandang foto pernikahan dia dan Galih dalam diam. Dia berusaha menyakinkan dirinya bahwa apa yang dia lakukan ini adalah pilihan terbaik yang dapat ia lakukan untuk membalas semua kebaikan yang telah Galih lakukan untuknya selama ini. Bahwa memang inilah satu-satunya cara yang dia bisa lakukan untuk memberikan kebahagiaan kepada penyelamat hidupnya.

"Aku harap kamu bahagia selamanya mas, i love you"

Jumat, 2 September 2022

SurrenderWo Geschichten leben. Entdecke jetzt