Pencarian (Bab 2)

694 57 6
                                    

Gio menerima panggilan mendesak dari Galih untuk mencari keberadaan Lia. Gio bisa dengan jelas mendengar suara panik sahabatnya. Jujur dia sendiri cukup dibuat terkejut dengan respon yang Galih berikan.

Selama ini yang dia tahu bahwa Galih hanya menjalankan perannya sebagai seorang suami di hadapan Lia karena tuntutan keadaan yang diharuskan untuk bertanggung jawab kepada istrinya. Gio juga sangat yakin bahwa perasaan Galih ke Lia belum berubah, karena Galih masih sangat mengedepankan apapun yang berkaitan dengan Rania. Itu sebabnya secara tidak langsung Gio memberikan sebuah petunjuk kepada Lia dan membiarkan wanita itu mengambil keputusannya sendiri. Dan ternyata inilah pilihan yang diambil oleh Lia, dimana dia memutuskan untuk pergi meninggalkan suaminya.

Sejujurnya Gio tidak menyangka bahwa Lia akan mengambil keputusan ini, karena dia pikir Lia hanyalah seorang gadis beruntung yang entah bagaimana awalnya bisa mengenal ayah Galih bahkan menjadi ahli waris tunggal seluruh kekayaan Keluarga Baskara.

Gio tidak tahu tentang apa yang sebenarnya dikhawatirkan oleh sahabatnya itu, kehilangan istrinya atau kehilangan warisan yang ada pada Lia atau bahkan kehilangan keduanya. Namun nyatanya hanya Galih satu-satunya yang bisa menjawab segala pertanyaan ini dan hanya dia yang paling tahu dimana sebenarnya hati dan pikiran dia berlabuh.

Galih mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, dia hanya punya satu tujuan yaitu pulang ke rumah secepatnya. Waktu tempuh yang biasanya sekitar 30 menit, namun kali ini Galih hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 15 menit. Setelah memarkirkan mobilnya, dia melesat masuk ke dalam rumah memanggil semua Asisten Rumah Tangganya dan menanyakan mengenai kejadian perginya Lia dari rumah.

"Bi Marni, Pak Tarjo, panggil semua orang kesini!," Perintah Galih dengan tatapan tajam mengarah ke sekeliling rumah dan seluruh penghuninya.

Di dalam hatinya dia masih berharap bahwa Lia tidak benar benar pergi dari rumah.

"Bagaimana Lia bisa pergi dari rumah bi? Apa dia mengalami sesuatu yang buruk, jadi Lia pergi tanpa kabar atau ada perilaku Lia yang nggak wajar?" tanya Galih tidak sabaran.

"Maaf tuan, bibi sendiri juga kurang tahu. Tapi yang bibi bisa tangkap memang terakhir kali nyonya kelihatan lesu. Bibi sudah coba tanya tetapi nyonya bilang itu karena kecapean, jadi bibi ndak tanya lagi tapi terus bibi buatin nyonya jahe gepuk panas", jawab Bi Mirna sambil mengingat kembali rentetan peristiwa yag terjadi sebelum kepergian Lia.

"Oh ya tuan, satu hal lagi yang menurut bibi agak aneh. Sebelum nyonya pergi, bibi sempat buatkan nyonya bekal takut magh nyonya kambuh, karena belum sempat untuk sarapan. Tapi waktu itu nyonya meluk bibi erat banget, kayak pelukan perpisahan gitu tuan", jelas Bi Marni dan tanpa ia sadari dia mulai menangis menginat kebersamaan dia terakhir kali dengan Lia.

Tidak begitu banyak informasi yang dapat diperoleh Galih dari ARTnya, karena menurut mereka Lia sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia sedang dalam masalah. Galih memijat pelipisnya perlahan menghilangkan rasa pening yang tiba-tiba menyerangnya, berjalan perlahan menuju sebuah ruangan yang terletak tepat di depan kamarnya.

Ruang yang bernuansa coklat pastel memberikan kesan lembut dengan sedikit sentuhan warna navy blue di beberapa titik sebagai warna favorit si pemilik. Galih berharap bahwa dia akan menemukan Lia yang sedang serius mengetik karangannya diiringi gelak tawa yang sesekali terdengar saat Lia sedang berusaha untuk membuat adegan lucu untuk para lakon.

Galih memang menyiapkan ruangan khusus untuk Lia bekerja karena permintaan pribadi istrinya. Lia yang terbiasa bekerja tidak mudah untuknya jika hanya duduk seharian tanpa melakukan pekerjaan apapun. Namun karena mengingat Galih yang memiliki 5 orang pembantu di rumahnya, Lia akhirnya memutuskan untuk menyalurkan hobinya menulis di beberapa platform kepenulisan yang ternyata memberikan feedback cukup menggiurkan untuk Lia.

Bagi Galih selama Lia tidak melakukan hal-hal yang dapat membahayakan dirinya, Galih tidak pernah membatasi Lia untuk melakukan sesuatu.

Namun sayang, saat ini Galih harus dihadapkan dengan kehampaan yang ada di depannya tersebut. Ruangan ini tertata rapi seperti tidak pernah ada yang menempati sebelumnya, Galih tersenyum getir karena dia masih sangat jelas melihat siluet istrinya yang sedang duduk di meja kerjanya.

Aku bisa benar-benar gila kalau kayak gini terus, gue harus temuin Lia gimanapun caranya.

Galih menuju ke kamar utama untuk berganti baju karena saat ini dia masih memakai kemeja lengkap dengan jas yang membungkus tubuhnya. Gio sedang dalam perjalanan menuju rumahnya dan mereka akan bersama-sama menuju ke kantor travel yang dinaiki Lia tadi pagi.

Beruntungnya nomor polisi travel terekam jelas di cctv depan gerbang, sehingga dia segera meminta Gio untuk mencari tahu kantor travel tersebut. Namun belum sempat Galih membuka lemari pakaian, dia dikejutkan dengan sebuah box hitam dengan pita merah yang terletak di atas kasur dengan secarik kartu ucapan ulang tahun dan sepucuk surat yang ditujukan untuknya dan pengirimnya tentu saja adalah istrinya, Lia.

Assalamu'alaikum Mas Galih, salam sayang dari istrimu

Sejujurnya aku berharap kalau mas nggak perlu baca surat ini, karena itu tandanya aku masih ada di samping mas. Tapi kalau ternyata surat ini sudah ada di tangan mas, itu berarti aku pasti sudah pergi dari kehidupan mas. Butuh waktu berjam-jam bagiku untuk menulis surat ini, karena meskipun aku terbiasa menulis, tapi entah kenapa rasanya sulit sekali buatku menulis surat untuk kamu mas.

Mungkin karena aku benar-benar telah jatuh cinta dengan suamiku sendiri, hingga aku takut akan kehilangan kamu di dalam kehidupanku dan aku sadar betul bahwa surat ini akan menjadi awal perpisahan kita. Namun aku harus tetap melanjutkan surat ini, karena ini adalah pesan terakhirku untuk kamu mas, agar kamu dan aku bisa menjalani kehidupan kita masing-masing setelah ini dengan bahagia.

Mas Galih, suamiku. Sebelumnya terimakasih untuk semua yang sudah mas lakukan untuk aku selama ini, maaf karena aku belum bisa menjadi istri yang sempurna untuk kamu mas. Istri yang belum bisa membahagiakan kamu lahir dan batin, tapi meskipun begitu kamu selalu menjagaku dengan sepenuh hatimu.

Aku tahu kamu masih mencintanya, tapi kamu juga tidak melupakan untuk belajar mencintaiku meskipun pada akhirnya posisiku tidak lebih tinggi dari dia di hati dan pikiranmu. Bersama dengan surat ini ada box hitam yang di dalamnya berisi surat gugatan cerai dan semua dokumen yang berkaitan dengan seluruh hak waris Keluarga Baskoro.

Aku sudah mengalihkan seluruh aset menjadi namamu mas, mengembalikan kepada pemilik yang seharusnya, karena dari awal memang harta itu bukanlah milikku. Aku sudah meminta bantuan Pak Hartanto untuk membantu proses perceraian kita dan mengalihan hak waris.

Jujur aku tidak begitu paham mengenai hal ini, jika nanti dikemudian hari kamu memerlukan kehadiranku untuk melengkapi berkas yang masih kurang kamu bisa menghubungi Pak Hartanto. Maaf kalau untuk sementara waktu aku masih belum bisa bertemu dengan kamu mas. Aku masih perlu menata hatiku, aku tidak ingin membebani dirimu dengan rasa cinta yang aku punya. Aku akan mencoba berdamai dengan diriku terlebih dahulu dan ketika rasa itu sudah tidak ada, aku harap kita bisa menjadi teman di kemudian hari.

Itupun jika kamu bersedia.

Aku pergi karena aku terlalu mencintaimu, aku pergi karena aku sakit saat melihatmu bersedih, aku pergi karena aku sadar bukan aku yang seharusnya berada di sampingmu.

Dari wanita yang mengharapkan kebagaianmu
Camelia

SurrenderWhere stories live. Discover now