31. Makanan Halal & Haram

63.2K 4.1K 358
                                    

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

author yang malas update ini, akhirnya update juga setelah abad abad yang ia habiskan 😔

follow Instagram ku, sobat. kasian kamu tidak kebagian spoiler. username Instagram nya di bawah ya. km baca part ini dulu.

Baca elit, vote+komen syulittt..

*******


Azzam menepuk pundak Sadam yang mengenakan surban pemberian Abah pada saat itu. Mereka bertiga kini berdiri di depan pintu gerbang belakang pesantren. Setelah hujan kembali reda, Sadam memutuskan untuk segera pergi dari pesantren, dengan ingin membagi waktu untuk memikirkan kepulangan nya.

"Bagaimana bisa Abah menemukan mu?"

"Waktu Sadam ingin pergi dari pesantren ini. Abah malah tiba tiba muncul begitu saja." Jawab Sadam spontan. Azzam tersenyum tipis.

"Jadi kamu menunggu Abah di gudang ini selagi Abah melaksanakan shalat isya tadi?"

Pertanyaan Azzam yang penasaran membuat Sadam merespon. Mata nya melihat ke arah Abah. Abah menaikkan kedua alis nya. Tidak ingin ikut menjawab. Karena.. pertanyaan Azzam mengarah kepada Sadam.

"Ngga."

Azzam mengerutkan alisnya. "lalu?"

"Sadam ikut dengan Abah ke masjid."

Azzam terkejut mendengar nya.

"Saya ke masjid, dan hanya melihat Abah. Kenapa saya tidak melihat kamu?"

"Abah nyuruh gua buat ngambil posisi shaf di antara santri santri putra, karena kalau gua shalat di antara ustadz ustadz disana, sebagian dari mereka pasti ada yang ngenalin gua." Sadam menjelaskan nya. Jari telunjuk nya memijit hidung nya. "Sebenarnya Sadam juga malu, karena santri santri putra ngeliatin terus. Di kira santri baru mungkin."

Azzam tertawa pelan. Ia sempat mengalihkan pandangan.

"Nanti suatu saat, mereka akan tau kamu siapa."

Sadam menelik. Ia mendengus sesaat. Sebelum akhirnya, ia mengadahkan telapak tangan. Memastikan rintik hujan benar benar sudah berhenti. Lagi pula, malam semakin larut. Semakin sepi. Tentu saja semua santri sudah kembali ke asrama mereka. Begitulah perkiraan Gus Azzam.

"Kamu mau pergi?"

"Ya.. sepertinya. Udah malem."

Sibuk berbicara dengan kakak sulungnya, Sadam mengalihkan pandangan nya untuk menatap ke arah Kyai Zayn. "Abah—"

"Abah tidak marah, nak. Abah hanya kecewa."

Sadam memasang ekspresi renung.

"Walau bagaimanapun, kamu tetap putra Abah, Sadam. Entah apa yang kamu lakukan, entah sejauh apapun kamu, jika kamu ingin kembali, maka kembali lah. Pintu gerbang Pesantren, depan atau belakang sekali pun, akan selalu terbuka menyambut mu."

"Sejujurnya, Sadam hanya malu, Abah. Sadam... Begitu jauh."

"Tidak apa apa, nak. Kesalahan itu memang ada dan memang selalu nyata. Yang penting, ingat kepada Allah. Bertaubatlah pada nya. Abah akan selalu membantu, sampai kamu benar benar siap untuk kembali ke pesantren ini dan kembali memulai dari awal." Suara paruh abah terdengar. Memegangi kepala Sadam. Sadam menunduk kaku.

"Nggeh, Abah."

"Setelah ini, jangan jauh lagi, nak."

Sadam meraih tangan Abah kemudian mencium nya. Azzam menepuk punggung belakang adik nya dengan akrab. Setelah pertemuan setelah sekian lama itu, rasanya seperti angin lalang.

GUS AZZAM Where stories live. Discover now