Bab Tiga

16 5 5
                                    

Ditatap penuh selidik oleh Ly membuat Prof. Ristan menutup telepon. Lagi pula tidak ada respon dari pak Dyto, membuatnya tak bisa mengabaikan tatapan mata anak muda itu. Kalau boleh jujur tatapan mata Ly sebenarnya tatapan mata kosong tanpa maksud apapun. Tatapan mata yang mencerminkan kegalauan hatinya.

Dia mengulurkan tangan mengenalkan diri," Saya Ristan." Kata Profesor singkat mencairkan kebekuan. Seakan mengingatkan diri sendiri kalau dia belum memperkenalkan siapa dirinya, Meski ia merasa aneh melakakukan itu. Tapi tetap saja ia berharap Ly akan semangat dengan perkenalan ini.

"Saya Ly." Balas Ly sama-sama singkat.

Prof. Ristan tersenyum terpaksa dan kecewa dalam hati. Namun ia mengangguk mencoba faham. Namun dari mimik wajah terlihat ia masih diselimuti rasa penasaran dengan sikap diam Ly. Bahkan Ly sekarang terlihat semakin kebingungan.

"Semula saya kesini karena mengira anda ingin bertemu sama saya tapi ternyata saya keliru." Kalimatnya berhenti menunggu reaksi Ly.

Tapi Ly tidak memberi reaksi apa-apa.

"Mungkin sebaiknya saya pergi." Kata professor setengah mengeluh.

Mendengar Prof. Ristan mau pergi membuat Ly duduk tegak meninggalkan posisi bersandar yang dari tadi dinikmatinya. Seperti tersadar dari lamunan. Suara professor seperti simbal yang dipukul tepat disamping telinganya. Sesuatu yang sebenarnya tidak ingin ia dengar. Ia langsung gugup dan kawatir.

Bukankah ini kesempatan yang ia tunggu-tunggu selama ini. Mencari seseorang yang bisa menjelaskan kepadanya apa yang sebenarnya terjadi. Sudah berhari-hari ia tak bisa tidur nyenyak dan tertekan pikirannya karena masalah ini. Tapi kenapa sekarang ia malah cuek dan mengabaikan orang ini.

Sementara berdua masih saling bingung dengan pertemuan itu, Kenyataanya beberapa ratus meter jaraknya dari mereka duduk bersama. Dan tanpa disadari oleh keduanya ada seseorang yang mengamati mereka dengan pandangan serius. Dibalik gelapnya kaca mobil sedan mewah warna putih orang itu menggunakan teropong bintang portable untuk melihat apa yang dilakukan oleh kedua orang ini. Matanya terus tajam megawasi takut ada moment yang terlewatkan.

*****

Sejak pindah ke kota ini sekitar dua setengah tahun yang lalu Ly merasa tidak salah memilih apartemen ini sebagai tempat tinggalnya. Sebagai anak muda yang pertama kali hidup terpisah dari keluarganya, ia sangat bersemangat menjalani hidup. Ia merasa sangat bebas. Karena sebelumnya ia merasa terkekang dan tertekan.

Dari kecil ia tak pernah hidup kekurangan materi. Ayahnya mempunyai sebuah perusahaan menengah untuk memenuhi segala kebutuhan keluarganya. Sedang ibunya adalah ibu rumah tangga biasa tetapi akhirnya ikut-ikutan sibuk mengurus bisnis suaminya.

Tetapi Ly hidup tertekan karena ayahnya mempunyai sifat yang keras, tegas dan kaku terhadap dirinya.

Dia tidak pernah diberi kebebasan menentukan sikapnya sendiri. Ia juga tidak pernah diijinkan membuat keputusan. Yang lebih parah ia tidak pernah diajari untuk mengambil sikap tanggung jawab.

Ayahnya memang tak pernah percaya dengan kemampuan Ly. Semua masalah yang menimpa Ly diselesaikan oleh ayahnya sendiri. Jadilah Ly tumbuh dewasa dengan sifat yang labil dan rendah diri.

Sebuah metode mendidik sang ayah yang kelak akan disesali oleh Ly.

Ia juga harus mematuhi semua kehendak dan keinginan sang ayah, termasuk dipaksa kuliah di jurusan yang tidak ia sukai. Ly harus menerima kenyataan itu. Ia sangat tidak pernah berani untuk membantah perintah ayahnya.

Anehnya rasa muak dengan jurusan kuliah pilihan ayahnya membuatnya ingin segera menyelesaikan studinya. Dia belajar keras agar cepat selesai. Dia tidak kuliah dengan santai seperti kebanyakan teman-temannya. Dia tidak suka mengisi hari libur semesteran hanya dengan berdiam diri di rumah atau jalan-jalan menuntaskan hobinya. Dia tetap kuliah disaat kuliah sedang diliburkan. Dia selalu mengambil semester pendek padahal dia tidak wajib mengambilnya. Alhasil dia bisa menempuh waktu satu setengah tahun lebih cepat untuk menyelesaikan belajarnya dibanding waktu normal.

Kejutan Dr.SenfiniWhere stories live. Discover now