Bab Tujuh

12 5 2
                                    

Meninggalkan Ly yang masih saja menatapnya, Prof. Ristan melajukan mobil dengan pelan. Selain dengan Ly, dia juga penasaran dengan pak Dyto.

Mantan suami dari sahabatnya itu beberapa kali dicoba untuk dihubungi tetapi tidak bisa. Dia cemas sesuatu telah terjadi dengan dirinya. Karena itulah dia mengarahkan laju mobilnya menuju rumah mendiang Dr. Senfini. Entah sudah berapa lama dirinya tidak ke rumah sahabatnya itu.

Mengingingat rumah Dr. Senfini berarti mengingatkan dia dengan persahabatan mereka. Tak terasa sudah bertahun-tahun dia ditinggal sahabatnya itu pergi. Tiba-tiba saja ada rasa kangen yang datang di hati Prof. Ristan. Rasa kangen yang sebenarnya membuatnya nelangsa. Karena sahabatnya itu pergi dengan cara yang tragis.

Saat keluar dari halaman apartemen yang cukup luas laju mobil professor berhenti menunggu lalu lintas agak sepi sebelum dia menyeberang membelah jalan didepannya.

Saat ada kesempatan dia menyeberang dengan tenang dan pelan kearah kanan, dia tidak bisa terburu-buru karena tidak jauh didepannya ada kerumunan orang dipingir sebelah kanan jalan.

Tampaknya sebuah kecelakaan yang terjadi dan tadi sempat dilihatnya belum selesai ditangani, namun sekarang sudah ada petugas kepolisian yang sudah ada dilokasi.

Prof. Ristan melaju melewati mobil sedan putih mewah yang ada disisi sebelah kanannya. Mobil putih itu juga ikut-ikutan bergerak meninggalkan lokasi kejadian. Sekilas sepertinya dia akan mengikuti Prof. Ristan karena bergerak menyeberang satu arah dengan laju mobil professor.

Namun ternyata setelah lampu merah pertama mobil itu berbelok mengambil arah ke kiri sedangkan Prof. Ristan terus melaju lurus menembus kota.

Dengan kondisi jalan yang ramai cenderung semrawut membuat Prof. Ristan membutuhkan waktu lebih lama untuk bisa sampai ke rumah Pak Dyto.

Hampir 30 menit kemudian Profesor sudah memasuki pintu masuk perumahan elit yang berbentuk gapura besar. Dia sempat menyapa petugas keamanan disana dengan cara mengangguk dari dalam mobil yang sengaja dibuka kaca jendela samping kirinya.

Di perumahan mewah inilah pak Dyto tinggal selama ini. Profesor memarkir mobilnya agak jauh dari pintu rumah temannya itu. Dia sengaja tidak parkir di depan rumah pak Dyto untuk memberi kesan kedatangannya tidak bersifat urgent.

Komplek perumahan yang mempunyai perbatasan dengan kampung warga itu terlihat sepi. Semua rumah terlihat menutup pintu rapat-rapat. Ciri khas sebuah komplek perumahan mewah, guman Prof. Ristan sendirian.

Di depan pagar rumah Pak Dyto yang menjulang tinggi Prof. Ristan menekan bell rumah itu berulang-ulang. Namun tidak ada tanda-tanda ada orang yang akan keluar rumah membuka pagar mempersilahkan dirinya untuk masuk.

Dia mulai merasa tidak nyaman. Dibuangnya pandangan kesekitarnya, namun tak nampak ada orang yang bisa ditanyainya.

Hanya ada satu rumah yang terbuka. Itupun rumah kampung di seberang perumahan, dengan seorang remaja putri yang duduk malas di halaman rumah sedang membaca sebuah buku. Dia juga terlihat masih mengenakan seragam sekolahnya.

Kenapa gak ada orang? Profesor bertanya sendiri. Andai pak Dyto pergi bukankah ada dua orang ART yang bekerja dirumahnya selama ini. Atau jangan-jangan pak Dyto sudah tidak mempekerjakan ART sekarang ini? Sekali lagi Profesor bertanya sendiri.

Setelah sesaat termangu dia melihat ke arah rumah warga yang terbuka tadi, perlukah dia bertanya kesana. Meski tidak berada satu komplek tetapi rumah itu berjarak tidak jauh dari rumah pak Dyto.

Bahkan kedua penghuni dari dua rumah yang berbeda itu bisa saling mengawasi kalau memang mau, Profesor mencari alasannya sendiri untuk datang bertanya ke rumah itu.

Kejutan Dr.SenfiniWhere stories live. Discover now