Bab Enam

6 4 3
                                    

Ly hampir membanting pintu andai Prof. Ristan tak buru-buru menahan daun pintu dengan tangan kirinya," Kita harus bicara." Kata Profesor berharap.

Ly menatap kosong.

Profesor melanjutkan ucapannya," Soal jam tanganmu."

Kali ini tatapan mata Ly bercahaya dan bibirnya lebih menganga.

Mengapa orang ini tiba-tiba datang lalu mau membicarakan soal jam tangan? Batin Ly tanpa melihat wajah tamunya. Bukankah hanya dirinya dan orang yang mengirim pesan singkat itu saja yang tahu soal jam aneh itu. Apakah orang asing ini yang sebenarnya mengirim pesan singkat kepadanya dan yang suka mengancam itu?

Ly melirik orang itu dengan ekor matanya, apa mungkin dia juga yang melakukan pembakaran di pompa bensin beberapa hari yang lalu. Jika iya berarti dia juga yang menginginkan kematian dirinya. Ly mulai curiga dan merasa tidak tenang dengan orang di depannya itu. Makanya dia mulai membatasi bicara. Ia yakin orang ini sangat berbahaya.

Sungguh ironi berhari-hari ia ingin mengobrol dengan seseorang, gak tahunya yang datang malah orang aneh ini.

Bagaimana jika nanti dia tanya soal jam tangan itu, aku harus jawab bagaimana? Ly mulai bertanya-tanya sendiri.

Tapi kok rasanya ada yang janggal ya. Katanya dia ingin bicara soal jam itu, berarti dia tahu aku memiliki jamnya. Berarti dia juga tahu keanehan jam itu. Lalu apa yang mau dia bicarakan. Apa orang ini ingin mendengar kalau aku seperti orang gila saat memakai jam itu. Apa ini semacam pengumpulan data?.

Dan bagaimana jika tiba-tiba dia meminta jam itu. Haruskah aku berikan? Atau aku tolak saja? Ly semakin bingung sendiri.

Mereka berdua sempat pindah duduk ke coffee shop, Namun ternyata kecanggungan tetap ada diantara mereka. Karena Ly masih saja bersikap kaku kepada tamunya itu.

"Baik ceritakan padaku soal jam tangan itu?"

"Anda tahu dari mana soal jam tangan saya?"

"Dari pak Dyto dan beliau tahu setelah anda memberi tahunya."

"Siapa pak Dyto?"

"Ya Tuhan....." Prof. Ristan mengeluh sambil melepas kacamatanya. Punggungnya disandarkan pada kursi begitu saja,"Apa sebenarnya yang sedang ia hadapi?" Tanyanya dalam hati.

"Anda juga tidak ingat sama pak Dyto? Anda sempat menemuinya sebelum bertemu dengan saya." Tanya Prof. Ristan masih dengan nada yang datar.

Ly, yang ditanya hanya diam mematung dengan kedua tangan ditaruh diatas meja dengan posisi seperti bersedekap. Lalu ia memiringkan kepala dengan tatapan mata yang tak lepas menatap wajah professor. Seolah ia meminta pertanyaan ulang dari orang didepannya.

"Baiklah...." Profesor berkata mengalah," Saya akan ceritakan apa yang terjadi dan mengapa saya kesini menemui anda. Meski saya merasa bodoh menceritakan ini semua karena saya merasa anda pura-pura lupa."

"Saya tidak pura-pura lupa tapi saya memang merasa belum pernah bertemu anda atau pak Dyto sebelumnya." Ly mencoba membela diri meski dengan suara yang parau.

"Baiklah ,saya akan ceritakan dengan pelan dan tidak buru-buru." Kata Prof. Ristan sambil memperbaiki posisi duduknya," Jadi tolong dengarkan baik-baik karena saya tidak akan mengulangi lagi."

Ly mencoba menyimak apa yang dijelaskan Prof, Ristan kepadanya, namun sayang semakin didengarkan malah membuatnya semakin pusing. Dia merasa aneh dengan apa yang diceritakan oleh orang itu.

Ini seperti puzzle yang tidak lengkap sehingga sulit kalau mau dirangkai menjadi utuh.

Dia terlihat kikuk karena tidak tahu harus bagaimana bersikap. Meski begitu dia menghargai apa yang telah tamunya lakukan kepadanya. Orang asing ini mencoba menjelaskan sesuatu yang menurutnya terlihat janggal.

Kejutan Dr.SenfiniWhere stories live. Discover now