Bab Sembilan

8 3 1
                                    

Karuan saja apa yang dilakukan sang Ketua membuat semua orang terkejut dan heran dengan kelakuannya. Dimata para anggota kelompok tanpa nama ini apa yang dilakukan sang Ketua justeru menunjukan kalau dia tidak punya kualitas lagi untuk memimpin organisasi ini.

Secara tidak langsung sebenarnya orang ini sudah mengumumkan kalau dirinya bukan lagi orang yang ditunjuk. Apalagi untuk seorang Ketua yang dihormati. Dia sudah tidak lagi berhak menyandang pribadi seperti itu.

Terlebih buat K305, perbuatannya sudah melewati batas kesabaran dirinya sebagai seorang anggota.

Dia menatap tajam kearah mata Ketua yang masih saja terlihat marah. K305 tersenyum tipis, semakin jelas perbedaan mereka saat ini.

Kalau Ketua begitu mudah memamerkan kemarahannya dihadapan semua orang. Berbeda dengan dirinya, ia mampu bahkan pandai menyembunyikan rasa marahnya.

Orang mengira ia masih bisa tersenyum saat dihina seperti ini. Padahal didalam hati ia menyimpan rasa marah yang luar biasa. Rasa marah yang berlipat-lipat kali besarnya dibanding rasa marahnya sang ketua. Dan tidak ada yang menyadari bagaimana nanti dia melampiaskan rasa marah itu.

K305 melanjutkan bicara lewat telepon yang sedari tadi belum dimatikan,"Mohon izin menutup telepon Dewan." Lalu ia menutup telepon lipat itu dan memasukan ke saku samping dari jas laboratoriumnya.

Dengan tenang ia melangkah menghampiri Ketua.

Sementara Ketua menatapnya nanar. Ia memang menuduh K305 sebagai dalang penyerangan ini namun sebenarnya ia tak punya bukti apapun kepada anggotanya yang bernama sandi K305 itu.

*****

Mungkin banyak orang setuju kalau hari ini akhir pekan yang cukup menyenangkan. Cuaca tidak begitu buruk seperti beberapa hari yang lalu. Meski gerimis tipis sempat membuat udara terasa basah tetapi justeru itu yang menambah suasana terasa lebih segar.

Bahkan kalau mau menghitung orang yang berolah raga di hari Sabtu pagi ini terlihat lebih banyak dibanding satu minggu yang lalu. Karena orang memang lebih suka beraktivitas di tempat terbuka dengan udara sejuk seperti sekarang ini dibanding udara gerah yang seperti menjebak.

Seperti belasan atau mungkin puluhan hari Sabtu pagi yang lalu, Profesor Ristan duduk sendiri di sebuah kafe yang menyediakan kursi outdoor yang menghadap kearah jalan raya di sekitar alun-alun kota. Dan seperti yang sudah-sudah selalu saja ada kejadian yang sering mengganggunya. Padahal hari masih begitu pagi untuk urusan pekerjaan.

Professor mengangkat telepon yang beberapa kali berdering dengan malas. Meski sudah diabaikan telepon itu masih saja menjerit-jerit minta diperhatikan.

"Ya...?".

Terdengar seseorang berbicara di luar sana lewat telepon.

"Kapan..?".

Terdengar lagi suara seseorang dari telepon menjawab pertanyaan preofesor.

"Baiklah."

Profesor Ristan langsung menutup telepon dengan lega. Dia berniat menghabiskan teh hangatnya dan pergi dari tempat itu.

Namun belum sempat dia bernafas dengan tenang untuk duduk menghabiskan teh, seseorang yang lain sudah muncul dihadapannya.

Profesor melepas kacamata dan mengucek kedua matanya dengan pelan. Dia berharap seseorang yang dihadapannya sekarang ini adalah sebuah Fatamorgana.

Namun orang itu malah tersenyum lebar dan berbicara dengan riang," Pagi prof."

Ya Tuhan ternyata dia nyata. Profesor berguman dalam hati sambil menunduk pasrah.

Kejutan Dr.SenfiniWhere stories live. Discover now