Bab Delapan

12 3 3
                                    

Angin sore yang terasa hangat bertiup tak beraturan, menerbangkan daun-daun kering yang berguguran karena memang sudah menguning.

Halaman kampus terlihat penuh dengan guguran itu namun tak menghalangi orang-orang yang berlalu diatasnya.

Waktu terus beranjak gelap, beberapa ruang bahkan sudah menyalakan lampu mengatasi kegelapan. Meski sebenarnya matahari belumlah benar-benar terbenam. Masih saja ia terlihat bertahan dengan sedikit sinarnya itu.

Profesor Ristan ikut-ikutan memberesi meja kerjanya. Meski tangannya bergerak lincah namun kerutan di dahi dan mata yang redup tak bisa menutupi pikirannya yang sedang kalut.

Berkali-kali ia mengatakan pada dirinya sendiri kalau apa yang dilakukan oleh pak Dyto bukanlah urusannya. Ingin sekali ia tak peduli dengan itu semua.

Andai apa yang dipirkan tentang pak Dyto itu berbentuk sebuah benda mungkin dengan mudah ia membuangnya. Bahkan mungkin ia akan mengirimnya ke ruang angkasa sekalian biar tak terlihat dan tak kembali dihadapannya lagi.

Namun sayang ia tak mampu mengabaikan itu semua. Bahkan kegagalanya menemui orang itu membuatnya kembali ingat dengan mesin tinggalan Dr. Senfini. Satu alat yang berbentuk sebuah rangkaian yang sempat membuatnya tertekan.

Sepertinya malam ini dan hari-hari berikutnya ia harus rela meluangkan waktu untuk kembali mempelajari benda itu.

Apa yang sudah terjadi dengan alat itu setelah beberapa waktu ia mengabaikannya?. Apakah ada perubahan?. Mungkin sekaranglah saatnya ia membuka lebar untuk memecahkan misteri alat itu.

Ini berarti ia harus melupakan risetnya untuk sementara waktu. Sebuah riset penting pesanan pemerintah yang telah menyita waktu dan pikirannya.

Tak terasa malam benar-benar telah datang. Gelapnya sudah menggantikan cahaya siang yang terang, Semua seperti menggenapi suasana hati professor Ristan yang sedang mellow di ruang kerjanya.

Sementara di tempat lain, apa yang dialami Ly berbeda dengan professor Ristan. Ly justru sedang dalam kondisi yang terbalik. Saat ini ia sedang duduk menghadap cermin di apartemennya sendirian.

Yang lebih mengejutkan lagi ia sedang memegang jam tangan aneh dengan erat di tangan kirinya. Jam tangan yang pernah ia anggap sebagai benda terkutuk itu sudah berani ia pegang lagi.

Ya, dirinya memang sudah memutuskan untuk berani menghadapi semua kesulitan ini walau sendirian.

Karena jam tangan ini adalah awal dari semua masalah maka ia memutuskan menyelesaikan semuanya dengan cara mengatasi jam tangan ini terlebih dahulu.

Sambil bercermin ia menarik nafas dalam-dalam. Ia sudah pernah terjebak dalam suasana yang kacau kala pertama kali mengenakan jam itu. Ia berharap pemakaiannya yang kedua ini tidak sepanik yang dahulu.

Sambil memejamkan mata dan dada berdebar. Juga dengan tangan yang bergetar ia memakai jam tangan itu.

Setelah yakin terpasang sempurna, pelan-pelan ia ingin membuka matanya. Tetapi kelopak mata terasa berat. Seperti ada benda yang menggantung di keduanya.

Jangan ditanya lagi perasaannya saat itu. Antara takut dan penasaran bercampur menjadi satu.

Hampir saja ia melepas kembali jam tangan itu sebelum membuka mata. Namun ia tak ingin lagi jadi penakut seperti dulu. Maka ia melanjutkan membuka mata pelan-pelan.

Dan ketika ia melihat kearah cermin, benar saja wajahnya sudah berubah menjadi wajah orang Afrika.

Walau sudah berusaha tenang toh ia tetap terlihat buru-buru melepas jam tangan itu. Bagaimanapun ia masih takut kalau wajah aslinya tidak kembali lagi.

Kejutan Dr.SenfiniOù les histoires vivent. Découvrez maintenant