Bab 1: Tom & Jerry

1.8K 22 0
                                    

"Angkasa! Angkasa!!!!!!! ANGKASA LANGIT WIJAYANTO!" seru Bunda Rena dengan semangat, menciptakan suara yang nyaring dan mencengangkan seisi rumah.

"Ayah! Jangan asyik membaca koran aja. Bangunin anak kamu tuh. Sudah jam berapa ini! Dia punya kelas pagi loh. " tegur Bunda Rena dengan kepada Ayah Tony, yang terlihat begitu tenang membaca korannya dan menikmati secangkir teh panas. Seperti biasa.

"Hadeh ni bocah bocah bener bener gak bisa lihat ayahnya santai apa."

"Ingatkan Clarissa juga untuk turun sarapan. Jangan sampai dia terlalu fokus pada makeup-nya." Bunda Rena melanjutkan omelannya.

Pagi-pagi buta di rumah keluarga Wijayanto, suasana sudah terasa riuh rendah.

"Angkasa! Angkasa! Bangun, nak! Katanya kamu ada kelas jam 8.30. Ini udah jam 7.30 loh!" ujar Ayah Tony sembari mengetuk pintu kamar putra satu-satunya mereka.

"Clarrisa! Kamu juga, cepat turun! Hari ini kamu hari pertama kuliah, jangan sampai telat, ya!"

"Buset, nih bocah pingsan apa gimana sih di dalam sana," gumam Ayah Tony yang mulai kehilangan kesabaran.

"ANGKASAAAA! AYAH BUKA PINTUNYA, KAMU TAU AYAH GAK SABARAN INI!" teriakan hampir merobek udara, dan akhirnya, dengan kunci cadangan, Ayah Tony berhasil membuka pintu dengan dramatis.

Pemandangan yang menyambutnya memang cukup mencengangkan. Kamar Angkasa berantakan dengan poster motor menempel di dinding, dan tumpukan kayu-kayu yang tergeletak di lantai seperti bekas eksperimen ilmiah.

"Jadi ini yang namanya tugas kampus modern, ya? Kayaknya ruang eksperimen Einstein lagi mencoba mendapat ilham penemuan. Tapi ini versi terbuat dari kayu kayuan," ejek Ayah Tony sembari menuju kamar mandi.

Tiba-tiba, suara "PLASHHHH!" memenuhi udara, seperti air terjun yang turun dari langit. Ayah Tony telah menghadirkan sebaskom air kei muka Angkasa yang belum bangun dari tadi.

"AYAHHH! KENAPA DISIRAM?!! DINGINNN!" teriakan Angkasa menggema di seluruh rumah, sepertinya ia baru saja melewati pengalaman paling mendebarkan pagi ini.

"Angkasa, Angkasa. Kamu tuh benar benar kebangetan deh! Cepat pergi mandi dan sarapan. Ayah tunggu 5 menit lagi. Kalau kamu belum turun, motor kamu bakal Ayah sita!" Ancaman dari Ayah dan Bunda Rena tampaknya berhasil membuat Angkasa berpikir dua kali.

"Iya iya ayahhhhh." sambil mengacak-ngacak rambutnya dengan putus asa, Angkasa berusaha mengumpulkan nyawanya yang baru saja keluar.

Hal pertama yang dilakukan Angkasa adalah membuka jendela kamarnya. Sepertinya cuaca dingin pagi ini membuatnya berpikir bahwa menghirup udara segar bisa membantu membangunkannya lebih cepat.

"Weww, tumben banget si Auwokwokkwokk belum ke kampus. Biasanya jam 7 aja udah gak kelihatan mobilnya." Angkasa memberi senyuman tipis saat memandang mobil Jeep hitam di halaman tetangganya yang seolah selalu menjadi objek pantauannya setiap pagi. (Bukan berarti dia stalker atau apa ya, hanya antusias pengamat ekspresi tetangga. Tentu saja.)

Setelah menyelesaikan semua rutinitasnya, Angkasa akhirnya memutuskan untuk menyegarkan tubuh dan pikirannya dengan pancuran air hangat. Air mengalir seperti terapi yang sempurna untuk mengusir kantuk pagi dan mencerahkan pikirannya sebelum melangkah ke dunia yang penuh dengan tugas-tugas kampus dan kekacauan yang khas di sekitar.

-----

"Aurora, jadi hari ini kamu mulai magang di kantor NFS, kan, sayang?"

"Benar, Pa! Hari ini adalah hari pertama Aurora bekerja sebagai mahasiswa magang di tim Profiling Kriminal. Akan seru, kan ya Pa Ma?" Aurora menjawab dengan antusias atas pertanyaan Papa Bara.

Keluarga Aurora terkenal dalam dunia hukum. Papa Bara memiliki firma hukum terbesar di Indonesia, sementara Mama Grace adalah ketua tim forensik di NFS, terkenal dengan keahliannya dalam mengungkapkan kasus-kasus sulit. Kakak Aurora, Peter, baru saja mendapatkan pekerjaan di firma hukum ternama di Australia. Sedangkan Aurora, mahasiswa tingkat akhir jurusan kriminologi dan forensik, berhasil masuk sebagai mahasiswa magang di NFS setelah melewati seleksi ketat, berkat laporan penelitian yang mengesankan.

Sambil membawa sepiring roti yang baru dipanggang, "Nak, apa kamu ingin ikut bersama Mama hari ini?"

"Ah, Ma, gak deh. Aku gak mau ada yang berpikir aku bisa masuk di NFS karena Mama ada di dalam. Aurora sudah mengerjakan laporan penelitian itu sendiri dan sepanjang 100 halaman!" Papa Bara dan Mama Grace hanya tertawa terbahak-bahak melihat cara anak gadisnya menjelaskan memori dirinya mengerjakan laporan yang sangat tebal itu

------

"Kamu, Angkasa, memang harus berhenti bergantung pada Bunda untuk bangun setiap pagi. Kamu sudah berusia 23 tahun, sayang!" omel Bunda Rena, yang sepertinya sudah menjadikannya sebagai rutinitas pagi.

"Kak, tolong, mulai sekarang di kampus pura-pura aja ya gak ngenalin gw!" pinta Clarissa, adik perempuannya Angkasa yang baru saja bergabung di meja makan.

"Kenapa? Justru orang harus tahu bahwa kita bersaudara, jadinya gak ada yang berani macam macam sama lho."

"Gw gak mau menjadi kurir penggemar kakak seperti saat SMP dulu. Ogah!"

"HEH! Kalau kakak gak ada siapa yang bimbing kamu selama di perkuliahan?!"

"Dengan image kakak yang berandalan, yang ada aku malah terjebak di neraka lagi," balas Clarissa. Angkasa membalas ejekan adiknya dengan mengacak-ngacak rambut adiknya yang sudah sempurna tertata semenjak pagi tadi.

"CK! Gw udah minta saran dari Kak Rara, mahasiswa terbaik dan terpopuler di kampus." Clarissa menjulurkan lidahnya kepada kakaknya.

"Oh, jadi kamu minta nasehat dari Aurora toh? Baguslah, sebaiknya kamu belajar dari Aurora. Jangan mengikuti jejak abangmu yang hanya berkendara kesana kemari dengan sepeda motornya." Sindiran Ayah Tony nyaris membuat Angkasa tersedak dengan roti yang tengah dikunyahnya.

"Ayah lama-lama adopsi aja deh si Aurora!" Ketus Angkasa.

"Ngapain adopsi, nanti kalau jadi menantu juga otomatis jadi anak ayah. Iya, kan, Bunda?" Godaan Ayah terdengar seperti pukulan telak yang nyaris membuat Angkasa tersedak roti yang masih ada di mulutnya.

"Idihhh! Ayah kok makin ngelantur aja omongannya. Udah deh, aku pamit dulu ya!" Setelah mengambil tas dan kunci motor, Angkasa mencium tangan ayah dan bundanya, untuk melaju di tengah kemacetan pagi yang semakin parah.

"Cil, mau ikut aku gak?" tanya Angkasa dengan nada rada sensi kepada Clarissa.

"Gw ikut Papa aja, males ikut kakak yang gak jelas!" Clarissa hanya mendapat anggukan setuju dari Ayah, sementara Angkasa menunjukkan ekspresi konyol yang tidak terduga.

------

Baru saja keluar dari rumah masing-masing Angkasa melihat teman bergelutnya dalam baku karate kata-kata yaitu Aurora. Melihat Aurora yang sedang sibuk memasukkan tumpukan buku ke dalam mobilnya, keinginan Angkasa untuk mengusilinya semakin tinggi.

"Widih, lihat sana, matahari terbit dari sebelah mana ya? Kok kayaknya rada salah arah ya. Tumben banget Nyonya Aurora yang terhormat berangkat kampus jam 8 pagi," goda Angkasa yang menghampiri Aurora, sambil merangkul buku buku yang Aurora letak di lantai.

Mendengar ejekan Angkasa, Aurora hanya menghela nafas dalam-dalam, seolah menyiapkan mental sebelum berperang di medan perang.

"Sorry nih, tapi gw mulai hari ini udah mulai magang. Beda dengan orang yang lebih suka balapan sana-sini daripada mencari ilmu," balas Aurora dengan candaan tipis dan sinis, sembari menutup pintu mobilnya.

"EITSSS, jangan pernah meremehkan hubungan anak anak motor ya. Apalagi sama geng 'The Black Tiger'. Lho jangan jangan bisa kesemsem jika mengenalnya lebih dekat,"Angkasa yang terus nyerocos walaupun Aurora sudah masuk ke dalam mobil.

"Iya, iya deh, terserahlah, Bapak Angkasa Bintang yang terhormat. Udah ah, gw mau pergi sekarang. Gw takut terlambat melayani para manusia gaje seperti lho,"

Mulut Angkasa bergerak mengikuti jejak ejekan yang baru saja dilontarkan oleh Aurora.

"Dasar bawel!" gumam Angkasa, sambil masih mempertahankan senyumnya yang nakal, ketika ia melihat Aurora memacu mobilnya menjauh dan lenyap dari pandangan.

Angkasa & AuroraWhere stories live. Discover now