Bab 6: Penyesalan

501 4 0
                                    

"Huftttt' helaan nafas Aurora sembari membaringkan kepalanya di kursi kerjanya.

"Ngapee lu! Tanya Kiandra yang datang membawa beberapa gelas kopi untuk dibagi ke teman temannya.

"Perasaan sudah dari tadi deh dia kayak orang linglung gini." Samber Bastian yang memang terkenal sebagai lambe turah di group mereka.

Aurora sontak menegakkan posisi duduknya,

"Eh, kalau kalian tiba tiba dijodohin nih, kalian bakalan gimana?" tanya Aurora yang menunggu reaksi teman temannya.

Keheningan menyapa untuk sejenak...

"Kalau gw pribadi sih, kadang balik lagi gak sih ketemu yang cocok apa gak? Kalau bisa bertemu dengan yang cocok dan pake jalur express alias dijodohin, kenapa gak juga sih menurut gw?" Jason menjawab dengan menggunakan logika.

"Agree dengan apa yang dibilang Jason. Selama orangnya is great and good, why not?"

"Kayak gw ya ayang ital ya (mengedipkan matanya)?" Kiandra dengan iseng menggoda Krystal yang pastinya di respond Krystal dengan gerakan jijik dan muntah.

Jason yang memperhatikan temannya seperti hanyut dalam pikirannya, "Emang kenapa ra, lho nanya gini tiba tiba?"

"Gak ada apa apa kok. Cuma penasaran aja. Ya udah yuk! Bas, mulai briefing kasusnya dong." mereka ber enam mulai bergerak menuju ruang meeting kecil yang terletak di ujung koridor dengan kopi untuk menenangkan pikiran mereka yang kacau.

—-

"Udah seminggu tapi kenapa Aurora belum kasih jawaban juga ya." Batin Angkasa yang terus memperhatikan layar hp nya dengan harapan mendapatkan panggilan dari Aurora.

"Buset dah! Tuh hp lama lama bolong deh di pelototin terus!" Agam menyambar dengan semangkuk indomie di tangannya.

Dan Angkasa hanya terdiam. Angkasa yang diam tanpa membalas atau memarahi teman temannya itu, justru terkesan lebih seram.

Merasakan keheningan yang menusuk, Agam, Randy dan Johnny memilih untuk melipir ke meja lain, meninggalkan Angkasa sendirian.

Angkasa menghela nafas berat dan memukul mukul hp ke jidatnya.

"Ra ra ra, belum jadi suami lho aja gw udah galau takut kehilangan lho apalagi kalau udah jadi suami?"☝️

"Oke semuanya gw mulai briefing case ya." Bastian mulai menyiapkan monitor untuk presentasi. Selama mereka magang sendiri, mereka akan diberikan tugasan cold cases atau ongoing cases sebagai kasus trial untuk akhir.

"Jadi seorang perempuan ketemu dalam keadaan meninggal dunia di rumahnya. Kejadian terjadi pada 7 malam kemarin dan tidak ada tanda tanda pembu*uhan atau kekerasan. Tidak ada bercak darah atau luka lebam.".

"Kalau gitu bukan kejadian homicide, arson, atau murder dong." Jawab Kiandra.

"Nah itu anehnya! Kalau dilihat dari foto foto ini yang diambil pas forensik, banyak luka dalam dengan pend*rahan dan rupture."

"Tempat kejadian benar benar bersih."

Aurora mulai membalikkan berkas laporan yang berisikan foto foto lebih detail mengenai hasil analisa forensik.

"Eh ini tapi di tangannya kayak luka bakar gak sih. Tapi ini gak bisa dispekulasi arson karena di TKP gak ada thriller dan bekas kebakaran juga." Aurora menggelengkan kepalanya karena ternyata permasalahannya lebih rumit yang dia kira. Apalagi anak dari ibu itu bersikeras ingin mengusut masalah ini karena ada motif pembunuhan.

"Ya udah, kita tunggu dulu deh dari hasil forensik lho bas. Baru gw sama james, kiandra bisa bikin profiling map." Bastian, krystal dan Sabrina yang berada di team ahli forensik menganggukan kepala mereka.

Setelah keluar dari ruangan meeting, ada seseorang yang menangkap perhatian Aurora.

"Mbak nya gak apa apa?" Ujar Aurora sembari memberikan tissue untuk perempuan yang sedang menangis di bangku untuk keluarga yang menunggu hasil forensik.

Perempuan itu mengambil tisu di tangan Aurora dan menundukkan kepalanya sebagai tanda terimakasih.

Keheningan menyapa mereka berdua dan tidak ada yang tau bagaimana cara memulai pembicaraan ini.

"Ibu bagian dari team yang menangani kasus ibu saya kan?" Pertanyaan yang memecahkan dinding di antara mereka berdua. Aurora menganggukan kepalanya dengan pandangan yang ditundukkan ke bawah dan memainkan jarinya.

"Sebenarnya, saya tidak tau apa penyebab ibu saya bisa meninggal tapi yang saya rasakan sekarang adalah penyesalan..."

"Andaikan saja saya lebih meluangkan waktu untuk ibu saya dibanding pekerjaan saya yang menumpuk. Saya jadi membayangkan betapa kesepian ibu saya karena hanya seorang diri di rumah, menanti panggilan dari saya. Jika saya berada dirumah bersamanya, apakah kejadian ini bisa dihindari..."

"Saya bahkan belum mengatakan bahwa saya sangat mencintai ibu saya." Tangisan dan air mata semakin deras mengalir dari pipi perempuan itu.

"Tapi berandai andai saja sudah tidak ada gunanya. Hanya tinggal penyesalan dan rasa bersalah yang tertinggal." Aurora hanya bisa terdiam dan mencoba menenangkan perempuan itu.

"Penyesalan...." kata kata yang terngiang ngiang di kepala Aurora.

"Kalau aku gak bikin keputusan sekarang, apakah aku akan menyesal kalau suatu saat nanti dia akan meninggalkan aku?"

Mengambil hp nya dari atas meja, Aurora mulai mengetik pesan dengan penuh keyakinan.

"Angkasa, kita harus bicara." 


Angkasa & AuroraWhere stories live. Discover now