Hari 8 - Take a Leap

10 3 0
                                    


Tema Hari Ke-8:

Masuk ke web https://randomwordgenerator.com/picture.php

PILIH NUMBER OF PICTURES: 1 (SATU), CATEGORY: ALL

Klik Generate Random Pictures

Buat fiksimini maksimal 500 kata yang terinspirasi dari gambar yang muncul.

=0=

Makin cepat aku berlari, makin keras juga angin membelai wajahku. Rambut panjangku berkibar-kibar seiring dengan setiap hentakan kakiku. Aku menerobos kerumunan, menyusuri lorong-lorong sempit. Aku berlari seakan jika berhenti aku akan mati. Aku berlari seakan dengan begitu hidupku akan jauh lebih berarti.

"Minggir semuanya! Minggir!"

Sumpah-serapah memenuhi udara. Aku tak sengaja menyenggol seorang penjaja buah. Apel-apel di keranjangnya jatuh bergulingan di trotoar. Kusambar satu. Sambil menoleh ke belakang, aku mengelap kulit apel dengan ujung kaos, lalu menggigitnya. Masam. Kulemparkan apel itu sembarangan.

Para polisi berperut buncit itu makin jauh tertinggal di belakang. Mereka tampak kepayahan meraup oksigen.

Kuayunkan lagi kedua kakiku. Lebih kencang. Lebih cepat. Langkahku terasa begitu ringan. Aku seakan terbang. Kali ini, aku melakukan beberapa manuver. Melompati tiga anak tangga sekaligus. Menyelinapkan tubuh di celah kecil antar kios. Meloncati gerobak yang melintang di jalan.

"Berhenti kau, Carlos Sialan!"

Suara parau itu terdengar samar di kejauhan, disusul dengan bunyi letusan yang mengagetkan orang-orang. Aku tergelak senang. Polisi tua itu pasti menghabiskan seluruh sisa tenaganya untuk berteriak. Sekarang, dia pasti kehabisan napas.

Aku tak merasa takut. Terlalu banyak orang di sini. Si tua bangka itu tidak akan berani menembakkan pistolnya ke arahku. Tidak ada polisi yang becus di kota ini. Penglihatan mereka sama buruknya dengan sikap mereka yang culas. Buktinya mereka diam saja meski para anggota kartel kerap menyebar teror di masyarakat secara terang-terangan. Mata mereka baru terbuka ketika ada seorang cecunguk sepertiku yang berusaha melawan kartel penguasa.

Meski para pengejarku tak terlihat lagi, aku masih terus berlari hingga tiba di puncak sebuah jalan menurun yang mengarah ke lembah. Dinding kusam rumah-rumah yang memagari gang sempit itu dipenuhi mural aneka ragam. Berantakan, tetapi terlihat indah di mataku. Beberapa di antaranya mengandung pesan tentang harapan akan kebebasan.

Aku melangkah mundur untuk mengambil ancang-ancang. Setelah menarik napas dalam-dalam, aku berlari sekencang mungkin. Begitu kakiku menjejak anak tangga teratas, aku melentingkan tubuh ke udara.

Aku terbang. 

Aku bebas. 

Senyum lebar terkembang di wajahku, yang sayangnya langsung memudar ketika seorang polisi muda muncul di atap sebuah rumah di sebelah kiriku. Di tangannya, teracung sebuah senjata laras pendek. Lalu, beberapa detik kemudian, dadaku terasa panas. Seperti ada yang melelehkan besi di kulitku.

Aku mendadak kehilangan kendali atas otot-ototku. Tubuhku jatuh bergulingan menuruni tangga, seperti bola salju yang didorong dari puncak gunung ke arah lembah.

Rupanya aku salah. Ternyata tidak semua polisi punya penglihatan yang buruk. Yang satu ini cukup mahir membidikkan pistolnya.


[397 kata]

Under The Same SunWhere stories live. Discover now