Hari 26 - Rindu

8 1 0
                                    

Tema Hari Ke-26

Buatlah cerita yang mengandung 3 kata ini: Biru, Harmonika, Jendela.

Minimal 500 kata

=0=

Saat aku mengintip ke luar kamar, langit Alam Persinggahan ini masih biru seperti kemarin. Aku juga masih bisa mendengar sayup-sayup suara harmonika dari kamar sebelah. Tetangga kamarku memang dulunya adalah seorang pemusik jalanan sewaktu hidup. Musik telah menjadi bagian jiwanya. Karena itulah dia rela menukar bergram-gram bongkah keberanian demi mendapatkan alat musik tiup itu.

Aku membuka jendela kamarku lebar-lebar. Angin sepoi-sepoi menyelinap masuk ke kamar, membawa kesejukan dan aroma bunga-bunga musim semi yang baru mekar. Hari ini adalah hari biasa yang indah. Cerah, tenang, dan juga nyaman. Akan tetapi, aku merasakan ada yang hilang.

Kujalani hari seperti biasa. Bersiap-siap menuju kelas, menyempatkan diri mampir ke kamar Leo untuk memastikan pemuda itu tidak bangun kesiangan, lalu berjalan ke sekolah bersama Leo, Aster, dan Ivy.

Biasanya, Vina juga akan berangkat bersama kami. Tubuh Vina paling mungil, jadi langkah kakinya pun paling pendek di antara kami. Agar dia tidak merasa tertinggal, aku seringkali sengaja melambatkan langkah agar dapat menyejajarinya.

Namun, hari ini, Vina tidak ada bersama kami.

Kemarin, gadis berkulit kuning langsat itu telah berpamitan. Aku sudah menebak Vina akan menjadi salah satu dari sedikit siswa yang akan lulus lebih awal dari kami. Nilai-nilainya selalu sempurna, tidak sepertiku yang konsisten berada di sepuluh besar terbawah. Dia tidak pernah berbuat pelanggaran seperti Leo ataupun boros menukar hadiah seperti Aster. Gadis itu juga jarang mendebat guru ataupun pengurus sekolah seperti Ivy yang selalu saja menemukan suatu hal untuk diprotes.

Ketidakberadaan Vina terasa begitu nyata bagiku. Gadis itu memang tidak banyak bicara, tetapi dialah yang paling peka. Dia selalu jadi orang pertama yang menyadari ketika salah satu dari kami sedang mengalami kesulitan. Dia juga yang paling cepat menyadari tentang bakat dan hal positif dalam diri kami, lalu membantu kami memanfaatkan kemampuan itu untuk mendapat lebih banyak poin. Bahkan, dia mampu melihat potensi yang diri kami sendiri tidak mampu melihatnya.

"Kenapa diam saja, Carl?" tanya Aster saat kami sedang makan siang.

Aku memalingkan wajah dari bangku kosong yang biasanya menjadi tempat Vina duduk. "Nggak apa-apa. Lagi malas ngomong aja."

"Kayaknya, Carlos kangen sama Vina, deh," celetuk Leo dengan mulut penuh.

Jika Leo meledekku, biasanya aku akan membalas. Akan tetapi, hari ini, aku tidak punya cukup energi untuk melakukannya. Keributan justru terjadi dari arah Ivy yang terkena cipratan ludah Leo langsung protes. Gadis dari ras manusia setengah tumbuhan itu menyuruh Leo untuk tidak berbicara sambil makan. Yang tentu saja justru dibalas Leo dengan saja menciprat-cipratkan ludah kepada Ivy. Mereka berdua memang seperti anjing dan kucing yang selalu bertengkar.

"Nilai-nilaimu meningkat pesat, lho, Carl. Jadi, kamu tidak perlu khawatir. Aku yakin kamu bisa segera menyusul Vina seperti yang kamu janjikan kemarin," ujar Aster. Akhir-akhir ini, Aster sedang berusaha untuk lebih berhemat. Kalau dia berhasil melakukannya, kurasa dia akan jadi yang pertama menyusul Vina.

"Kalau kamu ke surga lebih dulu, apa aku boleh menitip pesan untuk Vina?" tanyaku setengah berbisik karena tak ingin Leo dan Ivy mendengar.

Aster mengangguk. "Tentu saja. Pesan apa?"

"Bahwa aku berusaha keras untuk menyusulnya."

"Hanya itu?"

Aku mengangguk. "Untuk saat ini cukup itu saja. Sisanya akan kusampaikan sendiri."

=0=


Ceritamela:

Alhamdulillah diberi kesempatan menambal hari yang bolong. 

Masih ada satu hari lagi yg perlu diganti, tapi temanya agak anu, jadi keknya perlu mikir dulu sebelum ngetik.

Under The Same SunWhere stories live. Discover now