27| The Letters

340 57 7
                                    

_____

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

_____

Kepulan asap terlihat di atas cangkir berisi cokelat hangat.

Sesuai janji tadi pagi. Agam menepatinya, bahkan datang lebih dulu dari perkiraan Kaila. Berhubung masih punya waktu lebih, mereka memilih untuk mengganjal perut sebelum benar-benar ke bandara.

Tiba-tiba saja tangan lelaki itu tergerak. Menyodorkan sepucuk surat yang terbungkus rapi oleh amplop berwarna merah marun. Menghentikan kegiatan Kaila yang sedang menikmati rotinya.

"Bukanya nanti kalo udah di pesawat. Atau kalo udah sampe apartemen." ucap Agam. Hari ini dirinya dibalut oleh pakaian serba hitam. Penampilannya mungkin terlihat sederhana, tapi nyatanya tidak se-sederhana itu. Entah kenapa siang ini Agam terlihat seperti pria well done. Bukan medium well lagi.

Rambut yang ditata rapi. Kemeja hitam polos dengan lengan tergulung rapi hingga ke siku. Jeans hitam. Juga sneakers hitam.

Begitu juga dengan Kaila. Blouse hitam, cutbray hitam, dan heels hitam menjadi sandang yang menutup dirinya. 

Lagi. Mereka memakai pakaian senada. Kebetulan yang tidak pernah terlintas akan terjadi dalam waktu dekat.

Gadis itu menyempatkan untuk meminum cokelat hangat. Membenarkan posisi duduk. Mengambil surat tersebut. Diamatinya sebentar sebelum mendongak, menatap laki-laki yang kini juga sedang menatapnya.

"Lo gabut banget, Gam? Tiap bulan kirimin gue surat mulu. Mending juga kirim duit segepok. Kalo mau bertukar kabar, ada teknologi yang namanya whatsApp segala macem." tutur Kaila. "Surat dari lo udah numpuk di ruang kerja gue. Bingung mau gue apain." lanjutnya sambil memainkan jari di pinggir cangkir.

Fokus Agam masih sama. Tatapan itu jatuh di setiap inci wajah Kaila. Wajah yang tampak semakin dewasa. Lalu diperhatikannya beberapa tindikan di telinga Kaila. Diselip oleh anting yang menambah kesan manis.

"Lo gak suka dapet surat dari gue?" selidik Agam.

"Ck. Bukan gitu,"

Lelaki itu menopang dagu. "Ya berarti suka." putus Agam santai.

Kaila melotot sempurna. Terperangah di tempatnya. Mulut itu, selain sering melontarkan kalimat tidak masuk akal, ternyata juga semakin lancang. Tapi pada akhirnya, Kaila hanya melengos.

Agam tersenyum dalam hati saat melihat reaksi Kaila yang tidak sebrutal dulu saat digoda seperti ini. Pria itu bersandar sambil bersedekap dada.

"Kalo lo mikirnya gue gabut karena selalu kirim surat di tanggal 10. Lo salah. Boleh deh nih, cek jadwal gue kalau penasaran." Agam meletakkan ponselnya di meja. "Jujur niat awalnya tu gue pengen dapat maaf dari lo atas kesalahan-kesalahan gue yang telat gue sadari. Saat itu gue terlalu pengecut karena gak berani kirim pesan, apalagi buat ngomong langsung." ada jeda di sana. "Eh ternyata malah jadi rutinitas." terang Agam.

The Apple of My EyeWhere stories live. Discover now