3

371 37 0
                                    

Aku mendapatkan posisi kasir di Kabupaten Batanghari, di salah satu pos cabang Astula Finance. Pos tersebut dikenal dengan nama Pos Muara Bulian yang memiliki peringkat kedua se-Provinsi Jambi dengan penghasilan terbesar setelah Kota Jambi untuk Astula Finance. Kota Muara Bulian sebagai ibukota kabupaten bukan merupakan wilayah yang terlalu luas dan tidak terlalu memiliki banyak perkembangan dalam tata kotanya. Sebagai salah satu kabupaten tertua di Provinsi Jambi, Batanghari merupakan daerah lintas antar kabupaten maupun antar provinsi. Posisinya yang terlalu dekat dengan ibukota Provinsi, yaitu Kota Jambi dengan jarak kurang lebih 63 km yang bisa ditempuh kurang lebih satu jam membuat Muara Bulian hanya menjadi tempat singgah atau tempat bekerja beberapa pegawai kantoran. Setelah usai jam kerja, mereka rata-rata kembali pulang ke Jambi.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam dari kota. Aku persis tiba pukul 07.45 WIB di kantor tempat kerja pertama. Kantor Astula Finance Pos Muara Bulian Cabang Jambi masih bergabung dengan dealer dalam sebuah ruko tiga pintu. Rencananya di awal tahun depan akan punya kantor sendiri. Aku melangkah memasuki ruko itu dengan tenang.

"Permisi, Mas." Aku melihat seorang lelaki duduk menghadap komputer dengan sebuah plang besar tergantung di belakangnya: Astula Finance.

"Ya?" dia hanya melirikku sekilas. Lalu kembali menghadap layar komputer di depannya.

"Saya karyawan baru yang ditempatkan di sini untuk kasir," ujarku lagi menjelaskan.

Dia mengangkat kepala memandangku lekat.

Sebagai orang baru cepat kuulurkan tangan. "Mazaya,"

Dia menyambut tanganku. "Seno,"

"Bisa bertemu dengan Pak Taufik?" kembali aku mengajukan pertanyaan.

"Pak Taufik belum datang. Silahkan duduk saja dulu di sini," jawab lelaki itu memberi kode padaku untuk duduk di kursi kosong yang ada di sebelahnya.

"Oh iya, kamu kan kasir. Jadi kamu duduk di sini." Seno menunjuk kursi yang dia duduki. Sementara Seno langsung berdiri dari duduknya dan pindah duduk di kursi kosong yang tadi dia tawarkan.

Tiga motor kemudian datang dan parkir di muka ruko. Tiga lelaki berjaket kulit hitam turun dari motornya masing-masing setelah melepas helm. Satu orang bertubuh tinggi besar mengenakan kacamata dengan kulit cenderung kuning langsat dengan pembawaan tenang, sementara dua lagi berperawakan sedang berkulit sawo matang lumayan gelap terlihat lebih garang dan beringas. Mereka menuju ke arah kami. Lelaki bernama Seno langsung menyambut salah satu dari mereka yang bertubuh besar dengan kulit terang diantara lainnya.

"Pak Taufik, ini karyawan baru pengganti Mbak Vivi," jelas Seno disambut tatapan serius dari lelaki yang dipanggil Taufik. Kacamata yang dipakainya diturunkan sedikit. Tidak ada sedikit pun senyum terukir di bibir.

"Siapa nama?" tanyanya datar.

Kujawab dengan senyum, "Mazaya."

"Kelahiran tahun berapa?"

"Delapan satu."

"Bintangnya apa?"

"Hah? Bintang?"

"Iya. Bintang kamu apa? Gemini? Leo? Pisces? Atau apa?"

"Cancer, Pak."

"Shio apa?"

Pertanyaan yang sama terulang lagi. Aku mengingat persis kejadian hari ini. Waktu itu ketika ditanya demikian aku mengerutkan kening. Tapi sekarang kujawab saja dengan santai, karena aku sudah menduga ke arah mana maksud mereka.

"Ayam, Pak."

"Kamu punya alergi terhadap sesuatu nggak?"

Kujawab dengan santai saja, "Tidak, Pak."

Perempuan Dalam Kurungan Waktu (TAMAT)Where stories live. Discover now