5

265 31 2
                                    

Lantunan Surah Ya Sin menyambut kedatanganku dari Muara Bulian sekitar pukul sembilan malam, Seno dan Rahmat yang mengantarkan dengan mobil Pick-Up kantor. Kudapati tubuh Bunda telah terbujur kaku tertutup kain panjang di tengah ruang tamu kami. Bapak khusyuk membaca qalbun quran tersebut, hanya Kakak yang menyadari kedatanganku. Alif tampaknya sudah datang dari Jakarta. Mungkin Anisa masih dalam perjalanan dari Yogyakarta, sebab belum kudapati sosok adik bungsuku itu.

"Aya!" Kakak langsung menubrukku dengan pelukan. Tangisnya pecah membasahi blazer kerjaku. Kuelus-elus punggung Kakak yang terguguh. Dia terus meracau tanpa aku pahami maksudnya.

"Kita harus sabar, Kak. Kita harus ikhlas," kata-kata itu mengalir begitu saja dari mulutku.

Kakak Ipar juga belum datang dari dinas luar di Bogor. Penjelasan kakak, suaminya akan tiba tidak lama lagi.

Keluarga, kerabat, teman, dan tetangga sudah memenuhi rumah. Nenek, ibu kandung Bapak dari kampung pun sudah pula dijemput Bapak. Sementara orang tua Bunda memang sudah lama meninggal. Beberapa saat kemudian, Kakak Ipar dan Anisa datang berbarengan dengan menenteng koper masing-masing. Mereka langsung menghampiri dan memeluk Bapak.

Kejadian malam itu begitu slow motion dan terasa tak banyak suara. Aku bisa menangkap ekspresi tiap-tiap orang dengan begitu jelas. Rintihan Kakak yang berujung pada tumbangnya tubuh lunglainya di sisi jasad Bunda semakin membuat suasana slow motion itu terlihat dramatis. Aku hanya memperhatikan setiap gerak kejadian seolah menonton dari televisi dan aku tidak menjadi bagian di dalamnya. Hingga tamu terakhir yang melayat pulang baru aku merasa kembali ke alam sadar.

Cerita Bapak, Bunda menghembuskan napas terakhir setelah Bapak habis sholat magrib. Tidak banyak keriuhan. Bunda meninggal begitu tenang dan syahdu. Bapak sudah mengikhlaskan kepergian Bunda. Walaupun aku tahu Bapak pasti merasa sangat kehilangan. Bunda adalah perempuan yang judes, mengatur segala hal dengan mulut, tetapi hatinya sangat baik, Bunda lah yang memperjuangkan Bapak di mata keluarga besar Bunda yang meremehkan Bapak di awal pernikahan hingga akhirnya Bapak mampu membangun usaha perkebunannya hingga menjadi sebesar sekarang. Bapak tumbuh dari keluarga buruh petani yang diupah membantu pemilik tanah menggarap sawah atau kebunnya. Orang tua Bapak cuma mampu menyekolahkan Bapak hingga kelas tiga tingkat dasar di sekolah umum, selebihnya Bapak hanya belajar sendiri dengan orang tuanya yang kebetulan juga guru ngaji yang pernah menimba ilmu di pesantren. Ilmu agama dan ilmu bertani adalah dua macam ilmu yang paling banyak diwariskan orang tua Bapak pada Bapak. Bermodal awal dari tabungan perhiasan emas Bunda dan keahlian Bapak dalam bidang pertanian membuat mereka berhasil memiliki hektaran kebun. Mulanya hanya mampu membeli satu dua hektar tanah kosong di pelosok kabupaten di Jambi, yang akhirnya menjadi 100 hektar perkebunan sawit.

Mengelilingi jasad Ibu yang direncanakan dikuburkan besok. Bapak membuka pembicaraan. Beliau bermaksud mewariskan bisnis perkebunannya tersebut kepada Alif. Anak lelaki satu-satunya yang dimiliki Bapak. Tetapi Alif menolak untuk menjadi penerus Bapak. Pertengahan tahun depan, dia akan lulus dan menyandar gelar S.Pd Jurusan Pendidikan Sendratasik Konsentrasi Pendidikan Seni Musik. Sudah menjadi asisten dosen dan diiming-imingi beasiswa ke luar negeri. Alif tidak punya keinginan sedikit pun untuk menetap di Jambi.

Bapak nampak bersikeras agar Alif memikir ulang rencananya. Tetapi Alif lebih keras untuk bertahan pada mimpinya. Adu argumentasi pun terjadi. Aku, Kakak yang sudah siuman, dan Anisa yang berada di tengah-tengah perdebatan hanya bisa diam. Tidak ada yang menjadi penengah. Mungkin hanya rasa lelah yang kemudian akhirnya menghentikan pertikaian itu.

Bapak pun berdiri dari duduknya dengan susah payah. Rambut ubannya sudah merata di kepala. Kulitnya pun tidak lagi kencang. Langkah kakinya tertatih ketika beliau memasuki kamar tidurnya. Tidak ada kata. Tapi raut di wajah tua Bapak menyiratkan sesuatu. Sesuatu yang membuat hatiku kembali berdesir. Apakah Bapak akan segera menyusul Bunda juga?

Perempuan Dalam Kurungan Waktu (TAMAT)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें