Puso

16 7 1
                                    

Wajah Bejo muram. Tangannya sibuk memotong batang-batang padi yang puso. Beberapa kali gagal panen membuatnya hampir putus asa.

Ia memikirkan anak-anaknya yang sudah lama tidak bertemu nasi putih. Mereka tidak pernah mengeluh tentang makanan yang dihidangkan Ibunya. Tapi dalam hati Bejo rasanya tidak tega melihat anak-anaknya menderita.

Dari kejauhan nampak istrinya, Mimin, datang membawa keranjang kecil. Seperti biasa Mimin selalu setia mengantar makanan untuk sarapan sekaligus makan siangnya.

"Nanti Akang mau ke hutan dulu ya, Min. Barangkali ada gadhung  yang bisa dimakan."

"Mbok besok aja tho, Kang. Mendungnya gelap banget gini."

"Gak apa-apa, Min. Sebentar saja. Akang cuma lihat di pinggiran hutan saja."

"Benar ya. Jangan masuk terlalu jauh ke dalam hutan ya."

"Iya, Min. Lumayan kalau ada  gadhung, kamu bisa buat kripik untuk dijual untuk beli beras. Kasihan anak-anak setiap hari makan sego thiwul terus."

Mimin memandangi punggung suaminya hingga menghilang di balik rimbunnya pepohonan. Hatinya sesak, bibirnya berkomat-kamit melantunkan doa-doa memohon keselamatan suaminya dan rizki untuk keluarganya.

Tentang RasaWhere stories live. Discover now