Bab 9 - Permohonan

429 12 0
                                    

Melihatmu tersenyum saja sudah menjadi tanda untukmu bahwa, aku ikut bahagia

-Ade Satria-

[]

Pagi hari cerah disertai sinar mentari yang tembus masuk ke kamarnya itu membuat Sela menutupi wajahnya dengan selimut.

"Dek! Bangun woi! Kebo lo anjir! Sekolah woi, bangun!" kehebohan Sandi yang menggedor-gedor pintu kamar Sela itu mulai terdengar meskipun Sela masih setengah sadar. Sela berjalan gontai kearah pintu dan membuka kunci pintu kamarnya. Hari ini, Sabtu, adalah hari dimana Sela malas-malasan. Sekolah Sela selalu libur pada hari Sabtu.

"Iya kak?" tanya Sela dengan mata sayu. Sandi yang berdecak pinggang pun menghela nafasnya.

"Kebo! Gue kesini mau kasih tau lo, itu dibawah ada cowok dateng ke rumah. Siapa? Lo kenal gak?"

"Apaan sih kak, udah ah!"

"Namanya Satria gitu dia bilang. Lo kenal gak?"

"Hah?! Satria ke rumah? Be-bentar! Bilang suruh tunggu!" Sela terkejut mendengar perkataan kakaknya dan membanting pintu kamarnya dengan kencang. Ia bergegas membasuh wajahnya dan menyisir rambutnya dengan rapi. Lalu ia menuruni tangga menuju ruang tamu.

"Lah, Lo kenapa kesini?"

Satria yang melihat Sela itu spontan terkekeh. "Haha, lo baru bangun ya?"

"Nggak kok, apaan dah."

"Piyama lo ganti kek, bego."

Sela yang melihat pakaiannya itupun langsung panik. Ia malu berpenampilan seperti itu didepan orang lain. Apalagi didepan Satria, cowok yang ia sukai.

Sela duduk didepan Satria yang sedang menatapnya dari tadi. "Gue mau nanya, lo punya temen masa kecil?"

"Em, kalo denger Mama cerita sama Kakak gue sih.. gue punya temen masa kecil." Jawab Sela sambil menggaruk-garuk dahinya.

Satria terdiam dan mulai bertanya lagi. "Lo inget namanya gak?" Sela kembali mengernyitkan dahi dan menatap Satria bingung. "Nggak sih, emang kenapa?"

Dengan berat hati Satria menjawabnya. "Temen masa kecil lo itu suka sama lo,"

Sela kaget mendengar apa yang dikatakan Satria. Ia menjadi ingat Rahma, yang meminta bantuannya untuk jadian dengan Satria.

"Sat, lo.. kenal temen gue yang namanya Rahma kan?"

Satria mengangguk pelan. "Kenapa? Gue cuma tau sebatas nama sih, kan gue masih baru juga di sekolah." Jelasnya. Sela terdiam lagi.

"Rahma, suka sama lo, Satria. Dia minta bantuan gue untuk bikin lo pacaran sama dia, lo mau kan?" Satria tercengang mendengar perkataan Sela. Dan Satria menatap gadis itu yang sekarang menenggelamkan wajahnya di lipatan lututnya.

"Gue gak ada perasaan sama Rahma. Gue suka cewek lain," sanggah Satria dengan tegas. Sela masih belum mengangkat wajahnya.

"Gue dimintai tolong Rahma, dan gue di percaya dia buat bantuin dia. Gue gak bisa nolak permintaan dia, Sat. Dia sahabat gue." Ucap Sela lirih. Dia mengangkat wajahnya dan terlihat air mata yang baru saja menetes.

"Lah, malah nangis!" tukas Satria sambil memberikan tisu kepada gadis itu dengan paksa.

Sela menerima tisu dari Satria dan menggeleng pelan. "Gue nangis cuma merasa payah aja karena takutnya gue gak di percaya Rahma. Tapi.. lo mau kan?" tanya Sela sekali lagi. Kali ini ia bertanya dengan tatapan yang susah diartikan.

Satria terdiam mendengar Sela yang memohon untuk kedua kalinya. Akhirnya ia mengangguk pelan dengan rasa terpaksa dibalik itu. Sela yang melihatnya pun lega namun tersenyum kecut memandangi cowok yang sedang duduk didepannya ini.

Satria berdiri dan menghampiri gadis itu, kali ini ia duduk disebelah gadis itu. Satria memeluk Sela yang masih menangis, ia merasakan penolakan dari gadis yang dipeluk itu. Bukannya merenggangkan, justru Satria mengeratkan pelukannya terhadap gadis itu.

"Lepasin Sat," ucap Sela lirih sambil mendorong dada Satria sekuat tenaga.

Satria masih memeluknya dengan erat. "Tau. Lo suka sama gu-"

"Bukan! Bukan itu! Gue gak suka sama lo. Gue.. gue cuman takut Rahma benci gue karena gue gabisa bantuin dia, Sat." Bohong. Hanya itu yang bisa dilakukan Sela. Untuk apa? Untuk sahabatnya. Meski itu menyakitkan bagi Sela, itulah yang menurutnya harus dilakukan.

"Em.. yaudah gue coba deketin dulu, lo jangan khawatir dia jauhin lo, oke? Biar gue berusaha juga deketin dia," ujar Satria sambil tersenyum kecut. Ia keluar meninggalkan Sela yang masih duduk memandanginya.

Satria menyalakan mesin motornya dan pergi meninggalkan pekarangan rumah Sela. "Padahal, gue suka nya sama lo, Sela."

Sela yang masih duduk tadi pun beranjak berdiri. Menaiki tangga dengan gontai dan menuju kamarnya. Ia menyentuh ponselnya yang sedari tadi bergetar karena ada panggilan.

Rahma.

Satu nama itulah yang terpapar di layar ponselnya. Ia mengangkat panggilan itu dengan ragu.

"Halo?" kata Rahma diujung telepon. Bibir Sela bergetar, enggan menjawab Rahma yang sudah mulai berbicara.

"Iya, Rah." Jawab Sela dengan menahan napasnya yang tidak menentu.

"Lo emang beneran mau bantuin gue?" tanya Rahma lagi dengan nada yang terdengar girang.

Sela menatap dirinya di cermin dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Iya Rah. Gue udah bilang Satria kok, dan katanya dia mau kok. Dia bakal mulai pendekatan sama lo." Jelas Sela. Rahma hanya tertawa kecil dari ujung telepon, menandakan ia senang mendengar jawaban Sela.

Rahma mulai angkat bicara. "Makasih ya, Sel. Lo emang sahabat gue yang baik." Ujarnya girang dari ujung sana.

"Sama-sama. Gue juga seneng bisa bantu lo," tanpa sadar Sela memutuskan panggilannya dengan Rahma. Lalu ia melempar ponselnya ke kasur dan ia berbaring di kasur sambil menatap langit-langit kamarnya.

*

Disisi lain, Rahma yang telah menelepon Sela untuk meminta bantuan pun tersenyum lebar. Ia bisa dibilang gadis yang bahagia hari ini. Karena ia merasa akan cepat jadian dengan cowok yang menjadi murid baru di kelasnya, Ade Satria Pamungkas.

"Gue seneng lo amnesia, Sel. Jadi gue bisa ambil kebahagiaan lo lagi dengan mudah."

[]


*

Selamat Membaca~ semoga gak sebel sama salah satu tokoh disini uwwuuuu (/-\)

Regards,

MomentsWhere stories live. Discover now