07

47 2 0
                                    


"Berhenti!"

Siapa lagi yang menghentikan rombongan ini? Tidak taukah aku sedang kelaparan? Ya walaupun tadi sudah menghabiskan sekotak kue, tapi aku benar-benar lapar ok.

"Siapa?" tanyaku kesal.

"Tuan Zang, anda bisa meninggalkan sekarang bersama para pasukan merah. Dari sini saya akan mengambil alih untuk mengantarkan nona muda ke kediaman." Ujar orang itu sambil berdiri disamping gerbong siap mengambil alih mengemudikan gerbong.

Hnnnn, apa tujuan orang ini? Mata-mata? Jika dia mata-mata maka pasukan ini tidak akan mendengarkannya, eh tunggu! Kenapa mereka pergi tanpa penolakan? Aiya, mereka meninggalkanku bersama orang asing! Bukankah tadi tuan Zang bilang ingin mengantarku, kenapa dia juga pergi?

"Permintaan maaf atas ketidak nyamanannya nona Bai, kita akan segera melanjutkan perjalanan." Ucap orang itu sopan.

"Tentu." Lupakan, tidak perduli siapa dia, mari lihat apa yang bisa dia lakukan. Tapi saat ini perutku meronta-ronta untuk diisi, dan semua kue dari rumah juga sudah habis. Akh malangnya nasibku.

Kupandangi langit-langit gerbong untung menghilangkan kebosananku. Tidak tahu sudah berapa lama gerbong ini berjalan, tidak tahu juga kearah mana dia membawaku. Tetapi lambat laun pemukiman semakin jarang, apakah dia membawaku ketempat terpencil untuk membunuhku? Tak berapa lama kemudian kereta berhenti.

"Nona Bai, permintaan maaf. Kita berhenti dulu disini sebentar, saya harus menangani urusan perut. Nona Bai bisa berkeliling jika bosan, sungguh urusan perut tidak bisa ditunta." Ucapnya dan tanpa menunggu responku dia pergi.

Baik, sungguh baik bukan dia? Bukankah urusan perut tidak bisa ditunda? Lalu bagaimana denganku? Inginku cincang orang itu. Mari berkeliling, siapa tahu ada sesuatu yang bisa aku makan.

Ahh, sinar matahari pagi yang menyilaukan. Sudah jam 8 rupanya, kenapa perjalanan di dalam ibu kota begitu lama? Apa dia membawaku berkeliling? Dan tempat apa ini? Ku dapati sebuah kediaman besar disana, mari lihat apakah aku bisa mendapatkan beberapa makanan dari sana.

Saat aku menginjakkan kakiku dianak tangga terakhir pada pintu gerbang rumah itu, pintu gerbang itu terbuka dengan sendirinya dan tampak seorang pria menggunakan armor lengkap berwarna perak dengan kain merah tersampir dari bahunya dan terikat pada pinggangnya, dia juga menggunakan maltel putih yang tengah berkibar diterpa angin. Rambut hitamnya yang terurai juga menari-nari, di atas telinganya terdapat sebuah aksesoris yang tergantung sepertinya sebuah bulu. Tatapan matanya begitu tajam, dan menampilkan sebuah peringatandi dalamnya.

"Tidak ada yang boleh masuk, ke Agungannya tengah berdoa." Ucapnya tanpa berbasa basi terlebih dahulu. Dia bukan tipeku, sungguh. Aku lebih memilih pria tak dikenal yang kuselamatkan itu.

"Um, bagaimana jika aku memaksa masuk?" tanyaku. Persetan dengan larangannya, aku hanya ingin mencari makanan, tidak lebih. Tapi jika dia memberikanku makanan, maka aku bersedia pegi.

Tak ada jawaban darinya, yah biar saja. Ku lanjutkan langkah kakiku mengabaikan keberadaannya.

Sebuah tangan mencengkram bahuku begitu kuat dan cepat dan berniat melemparkanku. Ku balikkan tangan itu bersiap mengunci pergerakannya, namun dia lebih cepat dariku dan melepaskan diri. Sebuah serangan telapak tangan mengenai dadaku dan membuatku terlempar, ingin melukaiku tanpa cedera, bermimpi!.

Kulemparkan sebuah serangan zaipon disaat dia melemparku, dan voila, zaiponku juga mengenai dirinya tepat di dadanya. Pria itu juga terlempar beberapa langkah ke dalam. Sebelum aku terjatuh, kugunakan tangan kananku sebagai tumpuan dan bersalto ringan membuatku tidak terjatuh dan tetap berdiri. Hufft, ingin memuntahkan darah rasanya, rasa asam besi sudah menyebar dalam mulutku dan mengalir di celah bibirku.

The New LifeWhere stories live. Discover now