Prolog

96 12 5
                                    

Aku enggak pantas untukmu."

"Aku tahu apa yang pantas untukku."

"Keras kepala!"

"Ya, kamu benar. Aku memang keras untuk pilihan yang kuanggap benar."

Sara mendengkus dan mengalihkan tatapnya ke pojok perdu di sudut halaman kafe. Sudah hampir satu jam, debat tidak jelas di antara sepasang sejoli itu.

"Percuma—aku akan tetap pada putusanku." Sara bangkit dari tempat duduknya, "Nika gadis yang sesuai untukmu, dia mampu mewujudkan impian kalian."

"Nika memang memiliki kriteria itu. Cantik, pintar, karier yang bagus ...."

"Exactly ... she's perfect woman." Sara menukas ucapan Dennis. Ada perih terlintas di batinnya. Sara tahu, Dennis tidak bisa menyembunyikan kekagumannya terhadap Nika.

"I see, tapi aku mencintaimu," pungkas Dennis.

Sara tercekat. Ungkapan yang belum pernah dia dengar dari mulut pria itu. Sikap yang ditunjukkan Dennis selama ini, nyaris tidak memberikan gambaran tentang hal tersebut. Sara tidak menafikan bahwa apa yang dia rasakan tidak jauh berbeda dengan Dennis.

"Maaf, Dennis. Kamu sudah tahu jawabanku." Sara memalingkan wajah, menghindar tatapan lekat pria itu. Dia tidak ingin Dennis melihat bening di matanya.

Nika benar, meski kamu mencintaiku, enggak akan mampu menghapus bayangan mantan tunanganmu itu.

Menjadi kekasih Dennis, memang impian Sara, setelah banyak hal yang mereka lalui. Namun, bersembunyi di balik bayang-bayang orang lain bukanlah pilihan yang tepat. Sara berpikir, sudah saatnya Dennis tahu apa yang ditutupinya selama ini.

"Aku harus jujur padamu." Sara memberanikan diri menatap pria jangkung di hadapannya.

"Sudah seharusnya," sahut Dennis.

Dengan keberanian utuh, Sara mengungkapkan motivasinya mendekati Dennis. Sara tidak ingin ada penyesalan di kemudian hari. Meski untuk itu, wanita berambut pirang ini harus mengeyampingkan perasaannya.

Dennis berdiri di tepi jendela kafe. Dia melipat kedua tangan di dadanya. Sesekali menatap lekat ke wajah wanita yang telah mengusik hari-harinya enam bulan belakangan. Sara tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya saat ini, justru semakin menambah kekaguman Dennis terhadap dirinya.

"Sudah?" Enteng saja pria Batak itu berucap.

Sara mengernyitkan kening dan membesarkan bola matanya.

"Kenapa? Masih ada?" tanya Dennis lagi.

"Cukup jelas, 'kan? Enggak ada alasan kamu untuk memilihku sebagai pengganti Nika."

Dennis menanggapi dengan mengembangkan bibir sedikit. Sara mendengkus kesal, dan berlalu meninggalkan pria tersebut.

HOMEWhere stories live. Discover now