Part 1. Spudnut

6 3 1
                                    




"Macchiato latte, espresso, two pieces donat topping caramel." Sara mengulang pesanan untuk memastikan, "Total limapuluhduaribu rupiah."

Gadis itu menerima pembayaran, dan memberikan papan nomor meja pada sepasang pengunjung di hadapannya. "Silakan, Mbak ... Mas, nanti pesanan akan kami antar."

Dengan cekatan, Sara menyiapkan pesanan tersebut. Gadis berambut coklat terang itu tampak menikmati aktifitasnya. Terlihat dari senyum yang lebar hingga menampakkan barisan gigi putihnya. Diselingi dengan saling melontarkan canda ringan bersama Kiya, sahabatnya.

Keduanya berkolaborasi membangun usaha kafe tersebut, dengan konsep hommy minimalis. Sebuah bangunan mungil sederhana, berada di pinggiran kota Jogjakarta. Suasana asri dan kondisi rumah yang masih mempertahankan keasliannya, membuat tempat ini menjadi nyaman untuk nongkrong, menikmati sajian aneka kopi. Selain kopi dan beberapa minuman, mereka juga menyediakan menu camilan khas, yaitu Spudnut.

Donat kentang yang dibuat dengan resep klasik, menggunakan mashed potatoes yang merupakan salah satu bahan agar menghasilkan donat yang bertekstur lembut. Super soft and fluffy. Untuk memanjakan selera pengunjung, Sara memodifikasi dengan menambahkan aneka toping sesuai selera.

"Sore, Cantik ... serasa belum lengkap hariku, tanpa menikmati secangkir kopi dan sebaris senyummu, Beib."

Baru saja Sara kembali dari mengantar pesanan ke meja tamu, diusik oleh sapaan renyah dari seorang pria.

"Hai, Bas ... tumben telat."

"Nungguin, ya? Kangen?" Bastian, pria yang kini dekat dengan Sara.

"Biasa aja, sih—kopi apa, Bas?"

"Double espresso plus sejumput cintamu." Kerlingan dari sudut mata Bastian, berusaha menggoda. Sara mencebik.

"Ntar malam aku jemput, ya," ujar Bastian, saat Sara kembali membawakan minumannya, "Mama ingin berkenalan denganmu."

"Aku 'kan kerja, Bas," dalih Sara.

"You're the boss, Beib. Kapan aja kamu bisa pergi, 'kan?"

Tentu saja Sara paham, dia harus mencari alasan lain untuk menolak ajakan pria tersebut. Bukan karena gadis itu tidak menyukai Bastian, tapi ada alasan lain yang membuat dia tidak bisa menerimanya.

Bastian, seorang pria mapan, baik secara finansial ataupun penampilan. Nyaris sempurna untuk kriteria seorang pendamping masa depan.

"Come on, Sara. Ini sudah kali ketiga kamu menolak ajakanku, aku jadi ragu apakah kamu benar-benar menyukaiku atau tidak." Bastian memberi tekanan pada kalimat terakhirnya.

Sara tercekat sesaat. Dia sama sekali tidak menyangka manajer perusahaan ritel terbesar di kota ini, mulai mencurigai gelagatnya.

"Tentu saja aku suka sama kamu, Bas. Dan aku rasa, bukan cuma aku, loh. Di luar sana, pasti banyak gadis yang naksir kamu."Sara mencoba berdalih, "Kemarin malam kita juga baru jalan bareng, 'kan."

"Kemarin itu kita cuman pergi makan malam, trus belanja. Kali ini aku mau ngajakin kamu ketemu sama Mama. Kamu tahu maksudku, 'kan?" Bastian terus mendesak.

Justru itu yang bikin aku nggak bisa, Bas.Aku belum siap untuk hubungan yang lebih serius.

Namun, bukan kalimat tersebut yang terucap dari bibir mungil gadis 25 tahun itu.

"Malam ini aku sibuk, Bas. Ada menu baru yang mau aku trial bareng Kiya."

Sara menikmati hubungannya dengan pria tersebut. Selain karena sering dimanja dengan perhatian dan hadiah-hadiah, Bastian juga teman ngobrol yang menyenangkan. Wawasannya luas, bisa diajak bertukar pikiran. Dia juga berasal dari keluarga baik-baik. Bastian pernah bercerita tentang keharmonisan keluarganya pada Sara.

HOMENơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ