15. Distance.

1.1K 55 2
                                    

Jangan lupa, vote dulu baru baca. Makasih!

*

Nyaris saja Mae Geri yang dilakukan Jendra mengenai perutnya, kalau tidak segera ia tangkis dan mundur ke belakang.

"YAME!" Wasit meneriakkan perintah yang memerintahkan keduanya untuk berhenti bertanding.

Setelah saling memberi hormat dan membubarkan diri. Karina Sensei menepuk punggung Segara. "Kamu akhir-akhir ini kurang konsentrasi, Nak. Sebaiknya jangan melakukan Kumite, apabila pikiranmu sedang tidak berada di sini." Kumite adalah istilah dalam karate untuk bertanding satu lawan satu.

"Maafkan saya, Sensei." Segara meminta maaf sambil memberi hormat.

Wanita berusia 40 tahun itu mengangguk dan tersenyum, lalu meninggalkan Segara dan Jendra.

"Sumpah lo, Bos! Nyaris aja tadi masuk, salah-salah bisa kena pecat aku. Menganiaya bos sendiri." Jendra tertawa. 

Pikiran Segara sedang tidak berada di Manado, ia sedang memikirkan Dahlia. Kenapa gadis itu akhir-akhir ini malah semakin enggan mengangkat teleponnya. Mereka masih berbalas pesan, apabila di jam kantor. Namun, ketika memasuki jam pulang kerja, gadis itu mulai susah dihubungi. Hal ini justru membuat Segara makin penasaran. Dahlia yang tadinya sebelum ia pergi ke Manado baik-baik saja. Mengapa dalam waktu tidak sampai sebulan, ia berubah.

"Ya elah, ngelamun lagi. Nggak asyik," gerutu Jendra. 

"Sori-sori," kata Segara sambil tertawa.

Keduanya kemudian berjalan berdampingan untuk menuju loker guna mengambil baju ganti. Jendra dan Segara sama-sama tampan dengan cara yang berbeda. Segara yang berkulit putih, berwajah oriental, dengan mata teduhnya yang khas. Jendra sebaliknya, dengan kulit kecoklatan, mata tajam, dan wajah yang cenderung keras. Segara yang cenderung diam dan tak banyak bicara, berbanding terbalik dengan Jendra yang blak-blakan. Jendra dan Segara sama-sama pemegang DAN 2 di karate. Kesibukan mereka membuat keduanya jarang berlatih bersama.

"Dahlia susah dihubungi." Segara melepas kaus yang dikenakannya dan menggantinya dengan yang bersih.

"Oh, jadi namanya Dahlia. Yang membuat bosku gelisah, dan galau." Jendra tertawa dan memukul perut Segara main-main dengan punggung tangannya.

"Ah, males deh! Nggak jadi cerita." Segara lalu mengangkat duffel bag nya dan meninggalkan Jendra.

Jendra buru-buru menyusul teman, sekaligus bosnya itu sambil mengenakan kausnya. Beberapa gadis yang sedang berlatih langsung menatap ke arah tubuh tegapnya yang belum tertutup kaus.

"Ngambekan ente kek cewek. Siapa itu Dahlia, Bos? Cerita dulu!" 

Sambil mengemudikan mobil menuju hotel melewati jalanan Manado yang naik turun, Segara bercerita. Ia menceritakan secara singkat tentang pertemuannya dengan Dahlia di pesawat pertama kali, serta pertemuan-pertemuan mereka dan panggilan telepon yang mereka lakukan.

"Bos, nggak suruh dia PAP TT- kan?" (Post A Picture Payudara) Jendra menggodanya.

"Kamu kira aku cowok apaan?" Segara kesal.

"Bercanda kali, Bos. Sensi bener. Tahulah aku, bos Segara mah gentlemen sejati. Reny aja dulu dijaga, cuman ceweknya aja nggak tahu diri." Karena jalanan yang buruk, Jendra kemudian mencengkeram pegangan tangan yang terletak di atas jendela mobil. "Terus, ini si Dahlia tiba-tiba susah dihubungi gitu? Emang waktu kemarin-kemarin kayaknya suka sama Bos?"

"Iya, dia tiba-tiba susah banget kalau mau ditelpon. Pokoknya kalau udah di luar jam kantor, bakal rada susah ngehubungi dia. Padahal dulunya nggak gitu." Segara mengernyit sebal. 

"Coba kasi liat kalo Bos baru indent mobil Tesla, pasti langsung nggak mau lepas itu." Teman kerjanya itu kembali menggoda.

"Enggak, ah, udah capek dikejar-kejar cuma gara-gara mobil yang bukan punyaku." 

"Etdah, merendah. Bukannya Bapak lagi beli mobil listrik itu yang baru?" Jendra menggodannya lagi. Teman kerjanya itu tak bosan-bosan menggodanya. "Tumben-tumbenan, sih, Bos ngejar-ngejar sampai segitunya."

"Aku juga nggak tahu, Jen. Dahlia beda dari cewek-cewek yang aku kenal. Nanti kalau pulang, aku mau minta jadi pacarku."

*


PLAY WITH FIRE (Tayang Di CABACA)Where stories live. Discover now