Di Balik Hijab

9 3 0
                                    

وَفِي اخْتِيَارٍ لاَ يَجِيء الْمُنْفَصِلْ ¤ إذَا تَــــأَتَّى أنْ يَجِيء الْمُتَّــصِلْ

"Dalam keadaan bisa memilih (kondisi tidak terpaksa), tidak perlu memakai Dhomir Munfashil selagi masih bisa memakai Dhomir Muttashil."
***

Malam Minggu bagi santri An-Nur jadwalnya Tablegan yang di mulai dari jam 9.30 atau 20.00. Tablegan sendiri merupakan sarana belajar para santri An-Nur untuk melatih berbicara di depan banyak orang dan di sini biasanya di depan semua santri. Tablegan memiliki susunan acara layaknya acara-acara formal seperti maulidan, muharraman dan lainnya.

Semua santri akan berkesempatan tampil secara bergantian santri putri dan santri putra, mereka memiliki peran sebagai pembawa acara, pembacaan Al-Qur'an, solawat, mubaligh dan pembacaan doa tutup sebagai pembungkas acara. Untuk mubaligh biasanya ada lima santri putri dan lima santri putra yang tampil bergilir selang seling. Semua akan di beri jadwal seminggu sebelumnya untuk persiapan terutama yang mubaligh harus mempersiapkan materi dengan baik.

Suara Iqomah berkumandang, mushola asrama putri nampak penuh oleh para santriwati yang hendak melaksanakan berjamaah solat isya. Semua berdiri merapatkan barisan lalu melafalkan niat kala imam sudah takbirotul ikhrom. Semua melaksanakan solat dengan khidmat sampai selesai dan membubarkan diri kembali ke asrama masing-masing untuk bersiap ke madrosah tempat biasanya di laksanakan Tablegan.

Aina menenteng buku serta bolpoin tampak rapih dengan jilbab putih, kemeja putih panjang yang menjuntai sampai atas lutut serta sarung hijau.

"Ceuuu, ayo berangkat!!!" Ajak Aina, ia berdiri di dekat lampu taman di tengah tengah halaman asrama.

"Silahkan duluan." Terdengar jawaban dari kamar maryam dan kamar yang lainnya.

"Teh Aina, tungguin bentar." Nisa berteriak dari lantai dua, memang kamar Nisa di lantai dua.

"Ayo cepetan!" Sahut Aina sambil mendongak ke atas menatap Nisa.

"Iya sabar sebentar." Nisa menjawab masuk ke kamar dan mengambil buku dan pulpen kebanggan para santri lalu menuruni tangga bergegas menuju Aina.

Tampak beberapa santriwati yang sudah duduk di teras asrama menunggu yang lainnya berangkat ke madrasah.

"Yaudah yuk Ceu, kita berangkat duluan aja!" Ajak Nisa kepada beberapa santriwati yang sudah siap berangkat.

"Ceu, semua kita berangkat duluan ya?" Teriak Aina kepada santriwati yang masih berada di kamar.

Mereka berangkat terlebih dahulu menuju madrosah tempat tabligan. Membenahi sebentar dan menggelar karpet karet untuk tempat duduk.

"Teh Aina?" Seorang santriwati yang berada di dekat hijab penghalang antara santri putra dan santri putri memanggilnya Aina.

"Iya, kenapa?" Aina baru saja duduk dan meletakan buku di samping Nisa menoleh.

"Itu si mang ada yang nanyain?" Kata Risa santriwati yang memanggilnya tadi, ia menunjuk ke bagian santri putra yang tertutup hijab. "Katanya mang Izzudin ada yang mau ditanyain." Imbuhnya

Nisa mendekat ke dekat hidab tidak lupa menarik tangan Nisa, mau tidak mau nisa pun mengikutinya.

"Apa mang?" Tanya Nisa setelah duduk dekat hijab.

"Ceu apa maksud kalimah wafikhtiyarin dalam bait Nadhom alfiyah
وَفِي اخْتِيَارٍ لاَ يَجِيء الْمُنْفَصِلْ ¤ إذَا تَــــأَتَّى أنْ يَجِيء الْمُتَّــصِلْ?."
"Maksudnya ketika tidak terdesak. Jadi selama masih bisa menggunakan Dhomir Muttashil maka tidak boleh memakai Dhomir munfasil." Jawab Aina.

Jadi masih bisa ya memakai Dhomir munfasil dengan catatan terdesak, terdesak bagaimanakah?" Tanya Izzudin lagi

"Boleh memakai Dhomir munfasil jika pertama untuk mengkhususkan seperti pada lafad Iyyaka nabudu artinya hanya kepadamulah aku beribadah makna kalimatnya khusus. kalau memakai Dhomir Muttashil maka Na'budu ka yang artinya kepadamu aku beribadah yang maknanya global bisa jadi kepadamu aku beribadah dan kepada yang lain juga beribadah, makanya memakai Dhomir munfasil.

Kedua untuk syair seperti nadhom. Ketiga Dhomir jatuh setelah Illa. Keempat Dhomir di pisah dari Amil oleh mamul lain. Jelas Aina

"Iya sudah mengerti Ceu, terimakasih." Pungkas Izzudin.

"Sama-sama." Jawab Nisa lalu beranjak kembali ke tempat yang tadi ia meletakkan buku, diikuti oleh Nisa dan duduk di sebelahnya.

"Aku kok gak percaya kalau dia gak ngerti bait itu." Cetus Nisa pelan dengan tatapan pokus ke depan seakan menerawang.

"Kalau udah ngerti ngapain nanyain kan." Sahut Aina sambil membuka buku catatan karena sepertinya Tablegan akan segera di mulai terlihat dari si pembawa acara yang sudah maju ke depan dan meraih pengeras suara.

"Kayanya dia... Aduh." Ucapan Nisa terpotong karena Aina menggeplak paha Nisa, ia mengusap-usapnya karena terasa panas.

"Udah jangan suudzon Mulu." Kata Aina

"Kebiasaan banget anti main geplak geplak aja." Sungut Nisa sambil mendelik tajam. Sedang Nisa hanya nyengir dengan wajah tanpa rasa bersalah.

To be continue

Selamat membaca!!
Semoga suka dengan ceritanya🥰🥰

Jangan lupa tinggalkan vote dan Krisannya

Melukiskan Pelangiku #IWZPAMER2023Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang