Part 2

9.3K 340 2
                                    

Uluran tangan di depannya itu membuat Azura terkejut, lantas gadis itu langsung mendongak. Dia bisa merasakan tubuhnya membeku tatkala mengetahui siapa yang sedang berdiri di depannya saat ini. Ekspresi wajah orang itu datar dan kedua matanya masih menyorot dingin. Sama seperti tempo hari, ketika dia datang ke kelasnya dan menyuruhnya untuk menghadap Pak Sony di ruang dosen.

            “Ngapain lo disini?” tanya Azura ketus seraya memalingkan wajah. Gadis itu sama sekali tidak menerima sapu tangan yang diberikan oleh Reza. Dia lebih memilih untuk menghapus airmatanya sendiri dengan menggunakan punggung tangannya. Melihat itu, Reza menghela napas keras dan mengambil tempat di sebelah Azura. Tidak peduli bahwa nantinya Azura akan mengamuk atau semacamnya.

            “Eeeh....” Azura yang baru sadar bahwa Reza sudah duduk di sebelahnya langsung menoleh dan melotot mengerikan ke arah laki-laki itu. “Ngapain lo malah duduk disini, sih?!”

            “Bawel!” seru Reza dingin. Laki-laki itu langsung menjejalkan sapu tangan berwarna hijau itu ke tangan Azura. Sempat terjadi peristiwa unik diantara keduanya, dimana Azura menolak menerima sapu tangan tersebut, sedangkan Reza bersikukuh memberikannya kepada Azura.

            “Gue nggak butuh sapu tangan lo!” seru Azura kesal seraya melempar sapu tangan itu ke pangkuan Reza yang sedang menatap gadis itu dengan jengkel. “Gue butuh elo pergi dari sini dan biarin gue sendiri!”

            “Gue itu niatnya baik! Cuma nawarin sapu tangan gue buat ngapus airmata di muka lo itu, cengeng!”

            Mendengar kata cengeng, emosi Azura lantas meningkat. Gadis itu menatap tajam Reza dan berniat untuk kembali menyemburkan kata-kata pedas. Namun, niat itu harus terhenti ketika tiba-tiba saja, Reza sudah menghapus airmata di pipi Azura dengan sapu tangan tersebut. Tubuh Azura terpaku. Matanya menatap mata Reza tanpa berkedip. Laki-laki itu sendiri juga melakukan hal yang serupa dengan Azura. Keduanya saling menatap dalam diam. Hanya hembusan angin pagi yang mengambil alih suasana. Menerpa wajah keduanya dan memainkan rambut kedua remaja tersebut.

            “Elo itu lebih pantas untuk marah-marah daripada nangis,” ucap Reza sambil menyudahi kegiatannya. Nada suaranya masih terdengar dingin dan sinis di kedua telinga Azura. Gadis itu jadi berpikir keras, apakah laki-laki itu memang sengaja bersikap ketus padanya atau memang hal itu sudah menjadi tabiat dari laki-laki itu. “Kalau lo nangis kayak gini, sumpah, elo itu jelek banget!”

            Azura mendengus dan membuang muka. Dia malas meladeni orang macam juniornya itu. Perasaannya masih campur aduk, memikirkan kejadian yang baru saja terjadi beberapa saat yang lalu di lobby kampus. Kenapa dia harus datang kembali? Kenapa dia tidak selamanya saja tinggal di Amerika? Kenapa harus sekarang? Kenapa?

            “Heh, junior....” Nada suara cuek dan terkesan angkuh di kedua telinga Reza itu membuat laki-laki tersebut menoleh. Di depannya, Azura terlihat sedang menyipitkan kedua matanya dan memiringkan kepala. “Lo ngikutin gue, ya?”

            “Ge-er!” tukas Reza langsung. “Gue itu nggak sengaja lewat sini. Gue emang suka, kok, duduk di taman ini sendirian kalau lagi sumpek atau bosan sama keadaan kampus yang itu-itu saja. Lagipula, ini, kan, tempat umum. Semua mahasiswa berhak untuk datang kemari, termasuk gue, kan?”

            “Terus, kenapa lo harus nyamperin gue? Lo kan bisa aja pergi setelah lo liat bahwa ada orang yang duduk disini.”

            “Gue memang udah liat lo tadi. Nangis kayak orang gila di bangku ini. Gue juga sebenarnya mau pergi, tapi, gue mikir lagi. Daripada nanti tangisan lo itu kedengaran sama orang lain dan bikin mereka takut, mendingan gue nyamperin elo dan ngasih sapu tangan ini dengan pikiran bahwa lo akan berhenti nangis. Nggak taunya, gue malah disemprot sama lo!”

COME BACKTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon