Part 10

5.1K 210 3
                                    

“Masih ingat, nggak? Dulu, kamu sering banget maksa aku buat nemanin kamu main masak-masakan sama boneka Barbie?” tanya Reino dengan nada menerawang.

            Mendengar pertanyaan itu, otomatis Azura mengangguk mantap. Dia tidak akan pernah bisa lupa semua hal yang pernah mereka berdua lakukan saat kecil dulu. Azura akan selalu merengek kepada Reino kalau permintaannya tidak dipenuhi. Main masak-masakan, boneka Barbie, bermain gelembung busa, membeli balon besar dengan warna-warna yang mencolok, membeli gulali dan masih banyak lagi. Mengenang lagi semua itu membuat Azura tersenyum lebar dan akhirnya tertawa keras. Tawa lepas dan terdengar tanpa beban. Membuat Reino ikut tertawa dan menghembuskan napas lega.

            Dia senang karena Azura tidak berusaha untuk mengusirnya. Dia juga senang karena Azura tidak mencoba kabur seperti biasanya kalau mereka bertemu. Gadis itu membiarkan dirinya untuk ikut menemaninya didalam kelas. Menunggu hujan reda diluar sana. Mengerjakan soal-soal ekonometrika sambil menikmati segelas cokelat panas. Reino sangat senang. Dia senang Azura-nya kembali. Meskipun, Reino sendiri tidak tahu apakah perubahan positif ini akan terjadi selama permanen ataukah ini hanya sebuah mimpi sehari saja.

            Mimpi indah yang kemudian akan menyadarkannya ketika dia terbangun keesokan hari.

            “Gue juga ingat waktu lo narik-narik gue sambil teriak-teriak pas kita berdua dikejar sama anjing.” Azura berkata dengan nada geli, disela tawa lepasnya. Gadis itu sampai mengusap ujung matanya yang mulai berair. Sudah dua hari berturut-turut dia bisa tertawa lepas tanpa beban seperti ini. Pertama, saat dia dan Reza bermain seharian kemarin, dan kedua adalah beberapa saat yang lalu. Saat Reino mengingatkannya akan kenangan masa kecil mereka. Kenangan yang sebenarnya tidak pernah dilupakan oleh Azura, namun gadis itu memaksa untuk menggemboknya  jauh didasar lubuk hatinya yang paling dalam.

            “Apa boleh buat. Kita masih kecil waktu itu. Kamu masih kelas dua dan aku kelas lima. Aku juga takut sama anjing, asal kamu tau.” Reino tergelak dan menggelengkan kepalanya. “ Jadi, dari pada aku ngambil resiko kamu nangis meraung-raung, lebih baik aku narik kamu supaya lari dan aku teriak sekeras-kerasnya biar kamu nggak nangis meraung-raung.”

            Lagi, keduanya tertawa bersama. Azura meraih gelasnya dan meneguk cokelat panasnya yang sudah mulai mendingin. Diluar sana, suara gemuruh hujan masih terdengar jelas. Jaket Reino yang dikenakan oleh Azura pun semakin dirapatkan oleh gadis itu akibat semakin dinginnya cuaca saat ini. Di depannya, Reino menatap keseluruhan fisik Azura dengan tatapan kagum. Sudah sebelas tahun berlalu begitu saja. Azura nya yang dulu manis dan lucu seperti boneka kini sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang anggun dan cantik. Sinar matanya yang dingin namun terkesan rapuh, wajahnya yang putih, dan semua yang ada didalam diri gadis itu begitu memukau Reino. Sangat disayangkan karena ulahnya sendiri yang tidak bisa menepati janji, juga karena dia tidak ada di sisi Azura disaat gadis itu kehilangan kedua orangtuanya, Azura berubah menjadi gadis yang tidak bisa mempercayai orang lain lagi.

            “Ra....”

            “Hmm?” gumam gadis itu pelan. Dia masih saja menikmati cokelat panasnya yang diteguk secara perlahan, seolah tidak ingin cairan kental berwarna cokelat tersebut habis.

            “Aku mau minta maaf.”

            Gerakan Azura menjadi kaku dan gadis itu menghentikan kegiatannya meminum cokelat panas tersebut. Dia sadar bahwa saat ini, Reino sedang menatapnya intens tanpa berkedip. Namun yang dilakukan oleh Azura hanyalah menatap meja di depannya dengan tatapan datar dan tanpa ekspresi. Gelas berisi cokelat panas tersebut pun masih digenggam dengan erat oleh kedua tangannya.

COME BACKWhere stories live. Discover now