tiga

2.3K 251 4
                                    

Katanya, peraturan dibuat untuk di langgar. Yap! Sepertinya memang begitu. Kali ini gue berada di jajaran anak-anak yang melanggar peraturan di hari senin tepatnya saat upacara bendera. Macam-macam sih tingkah kita ini. Ada yang lupa pakai dasi, topi, rok ketat span, celana cutbray, sepatu bukan warna hitam, rambut berwarna dan lain-lain. Kira-kira gue masuk ke kategori yang mana, nih?

"Kamu ini murid baru! Sudah banyak tingkah. Mau sekolah atau mau fashion show? Rambut biru-biru begini. Ini tuh sekolah kamu ngerti gak sih?!" guru itu memarahi gue, si rambut biru. Gue paham banget sama kesalahan yang gue buat. Kemarin lagi liburan dan gue emang suka ubah gaya rambur dengan cara mengecatnya, tapi bodohnya gue lupa kalo hari ini sekolah. Alhasil, gue kena ocehan pagi di hari pertama sekolah. Bukan dari guru aja, bahkan lirikan tajam dari kakak kelas pun gue dapat secara cuma-cuma, mungkin menurut mereka kesannya gue sok banget, padahal nyatanya gue kan cuma lupa ke salon. Atau mungkin cuma diri gue aja yang kepedean dilirik kakak kelas.

"Maaf Pak, saya lupa ke salon kemarin buat ganti warna rambut," cuma itu yang bisa gue jawab, meminta maaf.

"Besok kalau saya liat rambut kamu masih biru kaya gini saya botakin kamu!" kejamnya guru gue.

Sasaran selanjutnya adalah cowok di sebelah gue. "Tadi rambut biru, sekarang sepatu biru, sekolah kita juga warna biru. Apa sih istimewanya warna biru? Pusing saya ini menghadapi biru-biru setiap hari. kalian lagi, mau bikin kepala saya pecah sepertinya."

Gue melirik si pemakai sepatu biru, ternyata ada juga yang nekat kaya gue. Sepatu biru di hari senin. Kalau misalnya gak bawa topi atau lupa pakai dasi sih hal biasa, tapi yang ini bersangkutan sama warna, biru. Kontras banget perbedaannya sama atribut sekolah yang pastinya kita sadar kalau itu salah. Apa lagi namanya kalo bukan sengaja?

Oke, kita di nasib yang sama wahai sepatu biru.

"Sepatu hitam saya masih di jemur, Pak," katanya.

"Masa sepatu kamu cuma satu? Saya kenal ayah kamu loh, mau saya aduin?" ancam guru gue yang daritadi gak ada capeknya buat marah-marah. Kasian juga sih gue sebenernya. By the way, nama guru gue yang galak ini Pak Roma.

"Hayooo? Takut kan kamu? Macam-macam sama saya, bisa saya laporin kamu. Biar tau rasa uang jajan di potong," Pak Roma masih mengancam. Seru juga liatin dia marah-marah, semangat 45 ada di dalam jiwa dan raganya.

Pak Roma beralih ke mangsa selanjutnya. Masih ada beberapa murid lagi yang menjadi santapan pagi beliau ditemani matahari pagi ini yang super duper panas banget. Keringat di jidat gue pun mulai mengucur entah sudah tetes keberapa. Gue pasrah aja kalau nanti muka gue akan merah dan pastinya kumel mode on.

Untuk menghidari matahari yang semakin terik, gue nunduk ke bawah. Menatap sepatu-sepatu para murid. Semua hitam, kecuali sepatu di sebelah kanan gue. Gue menatap si pemilik dari bawah sampai atas. Lalu mata gue tertuju ke papan namanya.

Maliqi Ikram

Oh, ternyata itu nama si pemilik sepatu biru...

Sepatu Biru IkramWhere stories live. Discover now