(3) Lavish Late Lunch

373 87 23
                                    

"Aku nggak suka deh kalau Mami kayak gini," protesku saat masuk ruang VIP Gaia, salah satu restoran high end favorit Mami. "Aku sudah bukan anak kecil lagi. Aku juga punya pekerjaan yang nggak bisa asal tinggal, Mam."

"Cium Mami dulu, baru ngomel," perintahnya yang segera kuturuti.

Sebuah ciuman kudaratkan di pipi kanannya, kemudian beralih menghadap Papi yang sudah membentangkan tangannya menungguku.

"Anak kesayangan Papi!" ujarnya seraya menepuk-nepuk pungungku.

Aroma Egyptian cedarwood yang begitu akrab di penciumanku menguar dari tubuh Papi. Aku tersenyum di dalam pelukannya.

"Hai, Pap."

"Ayo, kita pesan makanan dulu," ujar Mami menginterupsi aku dan Papi.

Mami memberi kode agar waitress berpakaian serba hitam yang sejak tadi menunggu di pojok ruangan mendekati meja dan memberikan buku menu.

"Chargrilled prawns with cucumber and mint salad," ucapku tanpa membuka buku menu. Aku tahu banyak makan enak di restoran ini, tapi demi menyesuaikan dengan diet maka aku hanya akan memesan menu yang sesuai. "Minumnya sparkling water saja."

Setelah menunggu beberapa menit, Mami akhirnya memesan Cold Angel Hair Pasta in Truffle Oil with Abalone and Caviar, sedangkan Papi kembali dengan menu andalannya Moroccan Lamb Tagine. Aku mengomentari pesanan Papi yang penuh lemak itu sambil mengingatkannya akan usia yang tak lagi muda. Meski Papi masih terlihat gagah di usianya yang sudah jauh melewati setengah abad, tapi aku kerap mengingatkannya untuk memilih makanan yang lebih sehat. Saran yang kadang diturutinya, meski lebih sering terlupakan.

"Odit mana? Kenapa belum sampai?" tanyaku pada Mami.

"Tadi pagi sih katanya dia mau ketemu klien dulu sebelum ke sini. Mungkin sebentar lagi datang."

Klien? Klien apa yang ditemui Odit? Online shop yang biasa meng-endorse baju tidur dan kaftan yang bahkan tak pernah dipakainya sehari-hari itu?

Aku hanya mengangguk sekilas menanggapi jawaban Mami, kemudian menyibukkan diri dengan tumpukan e-mail di ponsel. Untungnya tak butuh waktu lama sebelum makan siang kami tiba. Satu-satunya yang belum tiba di tempat ini adalah Odit, nyonya metropolitan yang punya ratusan ribu followers di sosial media. Oh, ya! Tentu aku tahu kembaranku menyukai spotlight, dan dia jelas memanfaatkan nama besar keluarga kami dan keluarga suaminya dengan sangat baik untuk mendulang lebih banyak perhatian. Setiap kali aku membuka instagram wajahnya hampir selalu memenuhi laman, kadang hanya memamerkan foto terbarunya, tapi lebih sering mengiklankan sesuatu. Belum lagi instastory yang panjangnya mirip titik-titik sandi morse, tentu sulit dihindari. Kadang aku tergoda me-mute unggahannya, tapi tak pernah sampai hati.

"Halo, Semua. Maaf, aku tadi ada meeting dulu sama klien. Keasyikan ngobrol. Hehehe...," ujar Odit yang akhirnya muncul beberapa menit setelah pesanan mulai disajikan.

"Keasyikan basa-basi sampai basi beneran, ya?" celetukku sinis.

Kembaranku yang baru saja mencium pipi Papi dan Mami menatap kikuk. Mami yang seolah berusaha menghalau kecanggungan yang hadir langsung menyuruh Odit untuk memesan makanan. Perempuan berambut kecoklatan yang menurunkan kecantikan Kartika Adinata itu memesan menu terpedas seperti biasanya.

"Tadi kamu bilang mau ke kantornya CG Group?" tanya Mami pada Odit dengan mata berbinar.

"Iya, Mi. Mereka tawarin kontrak baru. Happy banget soalnya angka sales naik terus selama aku promoin produk mereka," jelas Odit.

"Hebat kamu, Sayang!" puji Mami terlewat semringah. "Habis menang award kapan hari itu, karier kamu jadi makin bagus."

"Yah, Most Loving Family Award itu jadi alasan kuat sih CG Group mau naikin nilai kontrak juga, Mam. Mungkin, aku ini dianggap aset bagus, ya?"

Aku hampir tersedak mendengar nama award yang disebutkan Odit. Penghargaan macam apa itu?! Aku belum pernah mendengar nama penghargaan yang lebih menyedihkan dari pada itu. Apa zaman sekarang memiliki keluarga yang penuh cinta harus mendapat pengakuan dari orang lain? Menyedihkan!

"Ngomong-ngomong soal award, Papi jadi ingat belum ngasih selamat secara langsung buat arsitek Papi yang baru dapat award," ujar Papi setelah menyeka mulutnya dengan serbet. "Papi hutang hadiah ya buat kamu! Ingatkan Papi kalau nanti Papi lupa."

Papi meraih tanganku dan menepuk-nepuknya dengan penuh kasih.

"Ah, Pap ... nggak perlu repot-repot. Hadiah dari Papi buat award yang lalu juga belum sempat aku pakai."

Sekilas aku merasa bersalah mengingat jam tangan Cartier berhiaskan berlian yang Papi hadiahkan Januari lalu.

"Anak Papi emang hebat! Januari lalu kamu masuk list Top Three Female Architect dari majalah Architectural Digest Indonesia, lalu sekarang malah dapat penghargaan International Young Design Entrepreneur of the Year dari British Council Indonesia. It's a huge award, Thea! Rasanya Papi nggak akan kaget kalau tahun ini IAI juga akan ngasih kamu award."

Aku tersenyum bahagia melihat binar kebanggaan di mata Papi. Pria gagah dengan rambut yang mulai diselingi warna putih ini memang suporter terhebatku! Jika bapak-bapak lain merasa rikuh dan segan memperlihatkan kedekatan dengan anak-anaknya, Papi justru selalu jadi orang yang paling bangga dan berisik dalam mengabarkan pencapaian-pencapaianku. Seperti arisan keluarga Atmadja beberapa tahun silam yang berubah wujud menjadi perayaan keberangkatanku mengambil S2 ke Amerika. Papi juga tak segan mengadakan pesta besar-besaran setelah aku lulus dari University of California.

Makan siang selesai dengan cepat seolah semua orang mengerti bahwa ada hal lain yang jauh lebih penting dari pertemuan ini. Namun, sebelum salah satu dari kami sempat membuat alasan untuk melarikan diri, Mami menawari dessert. Tentu saja demi kenyamanan bersama tak ada satu orang pun yang menolak. Sebenarnya tak ada yang takut pada Mami, kami semua hanya seperti memiliki silent agreement untuk berusaha membuat pertemuan langka berempat seperti ini tak jadi lebih tidak nyaman lagi.

 Sebenarnya tak ada yang takut pada Mami, kami semua hanya seperti memiliki silent agreement untuk berusaha membuat pertemuan langka berempat seperti ini tak jadi lebih tidak nyaman lagi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•••

Hulla!!!
Part tiga ini jadi pertemuan pertama Thea dan Odit di kisah BBB, loh. Jadiiii, kalian harussss banget baca juga versi Odit di lapaknya Mamak Merah iammrsred  biar bisa merasakan perbedaan kedua tokoh utama cerita ini. Emang sih, baca di sini aja juga akan tetep ngerti jalan ceritanya, tapi kalau baca dua-duanya dijamin sensasinya lebih maksimal!!

Tungguin part selanjutnya besok, yaaa...
Jangan lupa tinggalin like dan komen biar aku lebih semangat nulis dan updatenya, supaya cerita ini bisa tamat juga. Hehehe...

Anyway, happy weekend!
Stay positive, but save so we all can keep tested negative yaaa!!

Kisskiss,
KWP

Beauty, Brain & Bond "Alpha Angel" [HIATUS]Where stories live. Discover now