Battle : Letting You Go

1.9K 225 59
                                    

Hal yang paling menakutkan dari kehilangan bukanlah tentang ucapan selamat tinggal, melainkan bagaimana menjalani hidup tanpa orang tersebut dalam keseharian kita. Itulah yang ditakutkan oleh seorang Levi Ackerman. Dalam hidupnya ia sudah mengalami banyak sekali kehilangan. Bahkan, terkadang ia menganggap bahwa dirinya sendiri pun terasa hilang—jiwanya menghilang menyisakan raganya yang berjalan kosong.

Sampai suatu saat ia bertemu seorang wanita yang mampu menyadarkannya bahwa dalam kehidupan, kehilangan adalah suatu hal yang wajar. Memang takdirnya begitu, ada yang datang artinya ada pula yang pergi. Point pentingnya adalah kita harus belajar bukan untuk menjalani hidup tanpa seseorang yang kita cinta, tetapi kita harus hidup dengan cinta yang orang tersebut tinggalkan bersama kita.

Kedengarannya mungkin mudah, ah tidak, kedengarannya pun sudah sangat sulit, bukan? Anggap saja Levi itu adalah serpihan piring yang pecah; Mikasa adalah seseorang yang berbaik hati mau memperbaikinya. Seribu kali piring tersebut diperbaiki, retakan tersebut pasti masih akan terlihat. Sama saja dengan luka yang ditinggalkan oleh orang-orang yang meninggalkannya.

Mikasa pun begitu. Langkahnya mulai gontai. Sembari menuntun kudanya dan kuda milik Eren, ia menundukan kepalanya. Saat ini, tanah tempat kakinya berpijak terasa lebih menarik dibanding menatap lurus ke depan. Ia sangat takut untuk ditinggalkan, juga takut untuk meninggalkan. Kenangan yang ia buat selama ini dengan Levi sangatlah indah. Ia tersadarkan dari lamunannya saat Eren memanggilnya.

“Mikasa... kau baik-baik saja?” tanya Eren.

Mikasa menolehkan pandangannya pada Eren seraya tersenyum. “ Aku tidak apa-apa, Eren.”

Padahal, jika dilihat dengan cermat, ada secercah kebohongan yang sangat jelas pada netra kelamnya. Binarnya tidak secerah biasanya. Namun, Eren bukanlah tipe orang yang semudah itu untuk peka terhadap keadaan sekitarnya. Meskipun dalam hati, Eren berani bertaruh Mikasa sedang tidak baik-baik saja.

“Mikasa, apa kau takut kehilangan Levi Heichou?” Pertanyaan Eren bagaikan anak panah yang tepat menusuk jantungnya. Eren dengan mudah menebak isi pikirannya. Biasanya, Mikasa adalah orang yang sulit ditebak mengenai perasaannya, tetapi kali ini Eren berhasil menebak semuanya. Jadi, sejelas itukah ketakutannya?

“Menurutku, kau salah jika mengkhawatirkan hal itu. Kau tahu sendiri kan betapa kuatnya Levi
Heichou. Selain itu, masih banyak yang harus kau pikirkan. Di medan perang nanti, pikirkanlah juga keselamatan dirimu, Mikasa. Untuk apa jika Levi Heichou bisa hidup tetapi kau sendiri tidak?”

Mikasa tertegun mendengar pernyataan Eren. Semua yang dikatakan Eren ada benarnya. Memikirkan suatu hal yang belum pasti hanya membuang-buang tenaganya. Selain itu, tidak seharusnya ia meragukan Levi di medan perang nanti.

“Kau benar, terima kasih Eren,” ucap Mikasa.

Mikasa menghentikan langkahnya saat melihat area yang familiar baginya. Ini adalah tempat di mana ia sering mencari kayu bakar bersama Eren. Memori masa kecilnya bersama Eren terulang dalam benaknya. Senyuman tipis terukir dalam wajahnya. Mereka kembali ke tempat asalnya.

“Aku mengenali area ini,” ucap Mikasa.

Semua pasukan survey corps menghentikan langkah mereka sejenak. Suara aliran air yang berasal dari sungai mulai memasuki indera pendengaran mereka. Di depan sana mereka akan berperang mempertaruhkan nyawa demi kemenangan umat manusia. Armin menatap jauh ke depan; kampung halamannya ada di depan sana.

“Setelah kita lama berlari meninggalkan tempat ini akhirnya kita kembali lagi,” ucap Armin.

Erwin memerintahkan mereka untuk menunggangi kudanya masing-masing. Sekitar lima menit lagi mereka akan menginjakan kaki di Tembok Shinganshina. Erwin tidak berhenti mengamati keadaan sekitar, barangkali ada titan yang bersembunyi di antara bayang-bayang rumah.

The Sound of The Rain [COMPLETED]Where stories live. Discover now