Memories

2.3K 289 62
                                    

Kenny mengerang kesakitan saat antiseptik membasahi lukanya. Lukanya dalam sekali, gadis itu tidak main-main. Ia sungguh penasaran dengan gadis itu. Mengasuh Levi saat kecil membuatnya sedikit mengetahui bahwa Levi akan tumbuh menjadi seseorang yang terkesan tidak peduli. Cinta juga bukanlah hal yang akan dicari oleh lelaki seperti Levi. Namun, melihat Levi sebegitu peduli terhadap gadis itu membuatnya penasaran.

"Kau bisa cari tahu anggota survey corps wanita berambut hitam pendek, kulitnya putih, tinggi, dan berwajah suram?" tanya Kenny pada salah satu anak buahnya.

"Baiklah."

Kenny memejamkan matanya sejenak. Berpikir langkah apa yang akan ia ambil. Bagaimana pun ia paling tidak suka ada perasaan menyesal hanya karena keputusan yang ia ambil. Namun, melangkah sejauh ini dan tujuannya melibatkan ia harus melukai Levi membuatnya cukup berpikir dua kali. Ingat sekali bagaimana ia menemukan Levi saat pertama kali. Cih, suram sekali memang.

'Kuchel, anakmu menjadi sosok yang sangat hebat, kau berhasil.'

Suara pintu terbuka bersamaan dengan anak buahnya yang membawa berkas. Ah, sepertinya ia berhasil menemukan gadis itu.

"Aku mendapatkan berkas ini dari polisi militer."

Kenny hanya menganggukan kepalanya. Matanya membulat sempurna saat membaca nama gadis itu —Mikasa Ackerman. Jadi, gadis itu adalah seorang ackerman? Sama seperti dirinya dan Levi. Pantas saja kekuatan gadis itu terasa berbeda. Cara ia bertarung dan bertahan sangatlah bagus. Ini membuatnya semakin gila, menyerang dua ackerman sekaligus. Untung saja ia masih diberi kesempatan melihat dunia.

"Sepertinya misi kali ini banyak yang harus dikorbankan."

***

Setelah misi penyamaran tersebut gagal, anggota survey corps kembali ke hutan. Mereka tidak memiliki markas lagi sekarang. Sasha sedang mengobati pundak Mikasa. Ia sedikit meringis melihat lukanya.

"Mikasa, tahan sebentar ini akan sedikit sakit."

Mikasa hanya menganggukan kepalanya. Isi kepalanya saat ini hanya tentang Eren. Walaupun ia sadar hatinya bukan untuk Eren, tetapi jika keadaannya seperti ini ia tetap saja mengkhawatirkan Eren. Mengapa Eren selalu pergi ke tempat yang sulit ia jangkau?

"A-ah." Mikasa mendesis saat antiseptik mengenai lukanya.

Dari arah lain Levi memperhatikan Mikasa. Tadinya ia yang akan mengobati Mikasa, tetapi Mikasa langsung melayangkan protes dan mengatainya cebol mesum. Kurang ajar sekali memang. Niatnya padahal baik, tidak ada niat mengintip sedikit pun. Mikasa memang sekurang ajar itu terhadap Levi, lebih anehnya lagi Levi malah semakin tertarik.

"Nah, sudah selesai Mikasa." ucap Sasha setelah memakaikan perban pada luka Mikasa.

"Terima kasih, Sasha."

Mikasa memperhatikan Levi yang duduk sedikit jauh darinya. Ia teringat Levi juga memiliki luka di kepalanya. Ia berinisiatif untuk mengobati luka tersebut. Mikasa duduk di hadapan Levi dan secara tiba-tiba menyibak poni Levi. Levi hampir melayangkan protes sebelum Mikasa menyelanya.

"Aku akan mengobatimu sekarang." ucap Mikasa sambil tersenyum.

Jarak wajah mereka yang cukup dekat membuat Levi dapat mengamati wajah Mikasa dengan leluasa. Kulit seputih susu, iris mata yang menarik, dan bibir berwana merah muda yang mengalihkan fokusnya. Ia teringat saat pertama kali mencium Mikasa, rasanya manis sekali. Mungkin, jika mereka sudah memiliki hubungan yang pasti, Levi tidak akan berhenti untuk mencium Mikasa.

The Sound of The Rain [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang