05 | Keruntuhan Gadis Yang Terlalu Dicintai

6.6K 1.3K 443
                                    

Gadis itu seperti sebuah kotak berisi seribu keajaiban.
Bagi setiap orang ia adalah interpretasi dari harapan, cinta, dan kebahagiaan.
Hingga ketika ia mulai kepayahan, tak satu pun orang yang paham, bahwa ia juga butuh sebuah pelukan.

•••

Semula suara-suara itu hanya berupa dengungan samar, tapi perlahan Btari dapat mendengarnya dengan lebih jelas. Hela napas Bapak, isakan Ibu, dan Mas Raden yang memanggil namanya lembut.

Gadis itu ingin membuka matanya, tapi Btari merasa seluruh tubuhnya kelelahan. Rasanya, ia ingin menutup mata seperti ini dalam waktu yang sangat panjang.

Butuh beberapa waktu terlewat, hingga Btari akhirnya sanggup membuka matanya secara perlahan. Awalnya, ia hanya melihat warna putih bersih. Membuat tubuhnya otomatis menggigil, karena teringat pagi di mana ia terbangun tanpa busana sama sekali.

Ingatan itu membentur kepalanya lagi.

Tidak. Tolong. Jangan lagi.

"Bi? Btari?"

Tolong jangan. Jangan lagi.

"Pak, Bu, Btari bangun."

Tolong, jangan lagi...

"Bi? Btari bisa dengar Mas?"

Dalam sekejap, tubuh Btari tersentak. Suara Raden menariknya menuju ke dalam kesadaran sempurna. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali, sebelum akhirnya sadar, bahwa ia tidak berada di kamar hotel melainkan sebuah  klinik.

Ada Mas Raden dan Nadine yang menatapnya dengan khawatir. Dinda yang dengan sorot kosong. Ibu yang menangis, dan Bapak yang tampak... kalut?

Btari menatap selang infus yang tersambung dengan tangan kirinya. Kepalanya terasa melayang, tapi Btari tetap berusaha menelusuri koridor ingatannya.

Tadi, Btari baru masuk ke dalam ruangan interview. Ada tiga orang yang bertugas mewawancarainya di sana. Btari diminta langsung memperkenalkan diri tepat setelah dirinya duduk di kursi.

Seharusnya itu menjadi hal yang mudah, jika bayang-bayang pembalut, dan kalender periode menstruasi bulanannya tidak menghantuinya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Btari berkali-kali merasakan napasnya tertahan, dan keringat dingin mengucur di seluruh tubuhnya.

Selanjutnya, yang ia dengar justru dengungan-dengungan yang kemudian diikuti dengan bisikan-bisikan yang beberapa bulan ini hinggap di mimpi buruknya setiap malam. Dan sudah. Hanya sampai di sana.

Btari memejamkan matanya. Ia ingin menyangkal setiap kemungkinan yang hadir di dalam kepalanya, namun pemandangan yang baru saja ia saksikan, sudah lebih dari cukup untuk menjadi sebuah mata rantai cerita yang utuh.

- m e l u k a i m u-

Di antara semua hari di mana ia hidup di muka bumi, Btari baru pertama kali merasakan; bagaimana menikamnya ditatap dengan sorot kecewa.

Hari yang seharusnya menjadi salah satu hari paling membahagiakan untuknya, dalam sekejap berbalik menjadi sebuah mimpi buruk yang harus ia hadapi.

Gadis itu duduk bersimpuh dengan kepala tertunduk. Tidak sanggup menjawab pertanyaan orang tuanya, atau bahkan sekadar untuk membalas tatapan mereka. Air mata yang jatuh dari matanya mungkin sama banyaknya dengan air mata yang tumpah dari sudut mata Ibunya.

Setelah beberapa tahun diselimuti kehangatan, untuk pertama kalinya rumah keluarga Hartadi kembali diliputi ketegangan. Hening. Selama beberapa waktu, mereka semua lebih sunyi daripada suara detak jam. Bapak, Ibu, dan Dinda duduk di atas kursi, sementara Raden untuk di sebelah adik bungsunya di lantai.

MelukaimuNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ