07 | Kamar Nomor 407

8.1K 1.4K 1.6K
                                    

Pada satu malam, kesepian membayang di matamu yang teduh.

Lalu, kupeluk engkau erat-erat.

Tanpa tahu, bahwa digenggamanku ada pisau yang terbenam tepat di inti jantungmu.

•••

"Bajingan!"

Tiga detik. Tiga detik yang diperlukan Raden untuk mencerna pengakuan yang baru saja Raesangga katakan. Tiga detik yang dibutuhkan Masnya itu untuk memberikan reaksi.

Sementara Btari sendiri belum bisa memproses apa-apa. Gadis itu hanya duduk diam, dengan tatapan hampa. Menyaksikan Raesangga dipukuli habis-habisan oleh kakaknya, dan mendengar bagaimana makian dan jerit tangis Ibunya bersahutan.

Raesangga memperkosanya. Sahabatnya yang menidurinya malam itu. Salah satu laki-laki yang paling ia percaya, laki-laki yang juga pacar sahabatnya, laki-laki yang merupakan sahabat dari orang yang seharusnya kelak bersamanya.  Tiba-tiba saja sesak itu hadir lagi, memenuhi ruang di dadanya, merampas habis tempat yang selama ini diisi oleh oksigen.

Btari ingin menangis, ingin marah, ingin menjerit keras-keras. Namun ia tak bisa. Sakit. Kenyataan yang dihadapinya ini terasa terlampau mustahil. Yang Btari tahu, Raesangga tidak pernah dan tak akan pernah menyakitinya.

Gadis itu memejamkan matanya, berusaha kembali mengingat sisa ingatan yang tersisa dalam kepalanya malam itu.

Dan saat itulah, apa yang semula ia yakini mustahil, kini menjadi sesuatu yang mungkin.

-m e l u k a i m u-

Malam Ulang Tahun Olivia...

"Shit, shit, shit!" Raesangga mengumpat ketika mendapati Btari tak lagi di kursi bar tempat ia meninggalkan gadis itu. Tiga kali panggilan yang ia terbangkan, hanya berakhir pada kotak suara.

Pemuda itu sudah memutari NinetoSix setidaknya sebanyak tiga kali, tapi di antara ratusan manusia di sini, ia tak menemukan gadis itu sama sekali. Ia ingin berharap bahwa Gemilang mungkin sudah membawa gadis itu pergi dari sini, tapi sahabatnya itu bahkan tak bisa dihubungi.

Seolah hal itu belum cukup membuatnya gila, Raesangga harus menghadapi dua gadis lainnya yang juga sudah berada di titik batas kesadaran. Baik Nadine mau pun Olivia rupanya cukup gila untuk menenggak berbotol-botol minuman. Raesangga mungkin saja menyeret pacarnya pergi, tapi ia juga tidak mungkin meninggalkan Olivia dalam keadaan seperti ini.

Teman-teman mereka?

Raesangga tak cukup percaya diri untuk meninggalkan gadis-gadis ini pada satu pun teman SMA-nya. Beruntung tak lama kemudia Jo datang. Sebagai seorang pelanggan tetap, ada beberapa bartender yang Raesangga kenal dengan sangat baik. Jo adalah salah satunya. Ia lah yang sering menangani tiap Raesangga dan Nadine mabuk berat sampai tak ada yang bisa menyupir. Nilai plusnya, pemuda itu tidak tertarik pada perempuan.

"Jo, tolong jagain dulu sebentar ini cewek dua, gue mau cari temen gue dulu," kata Raesangga setengah berteriak.

"Punya tiga cewek lo sekarang?"

Semula Raesangga tak ingin menanggapi kalimat tak penting Jo, sampai ia tersadar sesuatu. "Hah? Apa? Tiga?"

"Yang tadi lo tinggalin di bar bawaan lo juga, bukan?"

Seketika kelegaan membanjiri dada Raesangga. "Lo liat dia ke mana?"

"Dibawa sama cowok lain sih," Jo mengangkat kedua bahunya seolah-olah itu bukanlah hal yang penting.

MelukaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang