09 | Kita Harus Apa?

15.4K 1.7K 1.7K
                                    

Kau adalah kaki; penopang tubuh yang lelah, hati yang patah, harap yang retak.

Kau adalah rumah; bagiku yang selalu ingin mengenal kata pulang.

•••

Gadis itu duduk terpekur. Tubuhnya tidak berpindah barang sesenti pun. Tidak. Ia belum mati. Jantungnya masih berdetak, nadinya masih berdenyut, tapi ia seperti telah kehilangan seluruh fungsi syarafnya.

Ia tidak bisa berpikir.

Tidak bisa bereaksi.

Sekarang, gadis itu bahkan mulai bingung bagaimana caranya bernapas.

Matanya yang sejak tadi kosong tanpa jiwa, kini mulai mengerjap, seperti tengah berusaha mengenali emosi yang ia rasakan kini.

Beberapa jam yang lalu, Nadine baru saja bermimpi buruk.

Dalam mimpinya Raesangga tiba-tiba ada di depan pintu Apartemennya dalam keadaan kacau. Tubuhnya penuh lebam, pakaiannya berantakan, dan wajahnya tampak begitu kalut sampai Nadine merasa ia hampir tak mengenalinya.

Tapi jika itu memang mimpi, kenapa sampai saat ini ia belum juga terbangun? Kenapa ia tidak di kamarnya, dan justru duduk di sofa apartemennya?

Jika itu mimpi, kenapa tubuhnya mulai gemetar dan dadanya berdenyut ngilu?

Jika itu mimpi, kenapa tenggorokannya mulai tersekat dan air mata perlahan-lahan jatuh dari sudut matanya?

Nadine mengusap air matanya kasar, gadis itu tak bersuara, tapi ia menggeleng-gelengkan kepalanya berkali-kali.

Tidak.

Ia pasti tengah bermimpi buruk.

Sebentar lagi ia akan terbangun, dan semua akan kembali seperti sedia kala.

Raesangga dan Btari tidak mungkin melukainya dengan cara sesakit ini.

Ponselnya berdenting sekali, membuat Nadine mau tak mau melirik ke arah ponselnya. Ia tak ingin membaca pesan tersebut, tapi pop upnya muncul begitu saja.

Raden Manggala: Nad? U ok? Rae tadi ke rumah, gue nggak mau percaya, tapi dia bilang dia yang ngelakuin itu.

Bibir Nadine makin bergetar, tubuhnya menggigil seketika. Berkali-kali ia mencubiti lengannya, memaksa dirinya sendiri agar ia bangun dari mimpi buruk ini.

Tapi tak berhasil. Tak ada yang berubah dari pesan itu.

Gadis itu mulai memukuli dadanya sendiri, memukulnya berkali-kali dengan tangan yang dikepal. Ia sampai membungkukkan tubuhnya. Seakan-akan hal itu bisa membangunkannya, atau setidaknya menghilangkan sesak di jantungnya.

Namun, semakin keras usahanya, justru semakin sakit juga yang ia rasakan.

Sakit.

Sakit sekali Ya Tuhan!

Pada akhirnya gadis itu merosot menuju lantai, tangisnya yang sejak tadi ia tahan perlahan pecah. Menyakitkannya, semakin Nadine menyangkal kenyataan di hadapannya, semakin ia sadar; bahwa apa yang barusan ia alami bukan sebuah mimpi semata.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 01, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MelukaimuWhere stories live. Discover now