Virago

13 4 0
                                    

Virago ; (vi-re-go)

Seseorang wanita pemberani. yang berani mengungkapkan pendapatnya tanpa perlu takut orang lain menilainya buruk. Seorang wanita yang menunjukkan kualitas yang ada dalam dirinya. 

***

Tidak banyak yang terjadi setelah sampai di Singapur. Abyaz dan Zendra langsung pulang kerumah orang tua Abyaz, untuk sementara tinggal disana, sampai menemukan Apartment untuk dua lajang itu. 

Jangan terlalu dipikirin kalau Sky gimana? Dari hari pertama sampai Singapur, rumahnya sudah balik ke kantor. Apa itu rumah kalau urusannya soal kantor?

Bahkan dari awal sampai Singapur, Sky belum sedikit pun punya waktu untuk menghubungi Zendra ataupun Abyaz ataupun Ine, dan juga orang tuanya. 

Jam kerja hampir selesai. Tapi Sky sudah selesai dari tadi dan lagi nunggu Zendra, Abyaz dan juga Ine untuk makan malam bareng. Akhirnya, istirahat juga itu otak.

"Kayyyy!" Ine berteriak dari pintu masuk lobby dan langsung memeluk temannya yang wajahnya sudah kelihatan banget bukan wajah-wajah penuh kebahagiaan, tapi lagi penuh dengan tekanan. 

"Gue pindah kesini biar setiap hari bisa ketemu, kenapa jadi sama aja?" Abyaz mulai komplen tapi tetep harus memeluk erat sahabatnya ini. "someone misses you." bisik Abyaz. Mata Sky langsung tertuju pada Zendra yang masih berjalan ke arah mereka. 

"Hai Zen." Seru Sky untuk memulai pembicaraan dengan seseorang yang sejujurnya sangat ia rindukan. Pelukan Sky itu rasanya benar-benar pelukan rindu. Nggak bisa dibohongin. Ya begitu juga dengan Zendra. 

"Ehem bukan muhrim." Abyaz meledek keduanya. 

Semua tertawa lepas, sampai semua orang di lobby kantor melirik ke arah keempatnya. 

Sky dan Ine berjalan mendahului dua laki-laki yang sama-sama tinggi menjulang. Cuma Sky disini yang paling mungil, bahkan Ine pun tingginya hampir menyamai Abyaz.

"Zen, kamu harus ketemu Uncle kesayangan kita!"

"Uncle Ice Cream?" tanya Zendra. Nggak ada jawaban dari Sky, karena suasana Orchard road yang terlalu ramai. 

Zendra's POV:

Akhirnya setelah hampir 4 hari, ini anak muncul juga. Bahkan gue iseng nanyain soal lokasi restoran aja nggak di bales.

Kayanya ada orang bilang jatuh cinta berjuta rasanya. Kalau gue milyaran rasanya.

Gue sudah kaya orang bodoh. Suka sama orang, nyimpen perasaan, pengen ceritanya berakhir indah, tapi nggak ada usahanya sama sekali. Salam kenal iya ini Zendra yang sesungguhnya. Si nyali kecil, keinginan besar.

Ceritanya panjang banget. Percaya nggak seorang kaya gue bisa jatuh cinta sama orang secara fiktif? Iya bener gue. Masa iya bisa jatuh cinta cuma karena cerita-cerita dari teman sendiri, dan pada akhirnya baru bisa ketemu ya bulan ini, setelah tiga tahun cuma bisa lihat dari foto dan dari kejauhan. 

Kadang, gue merasa menjadi orang yang paling bodoh. 

Tapi Ibu pernah bilang "kalau sudah tidak ada sinyal, sudahi penantianmu, lepaskan dia, mimpimu masih panjang, dek."

Iya gue emang dipanggil "dek" bahkan sejak gue dilahirkan - kata Ibu sih. Awalnya bahkan mau dikasih nama Dezendra - ngaco emak kadang Ibu, untung sama Ayah dibilang aneh, jadilah si pengecut Zendra. 

"Zen? Ngapain sih bengong?" panggil Abyaz, "belom juga kerja udah bengong."

"Ya kalau laper bengong."

"Laper beneran?" tanya Abyaz sedikit meledek. "Temen gue ternyata covernya doang playboy, nyalinya ciut."

Abyaz ini nggak pernah berkaca sama dirinya sendiri.  Padahal sih sama-sama pengecut. 

REMINESS.Where stories live. Discover now