[1]

1.2K 146 6
                                    

Grup line itu sudah lama kosong. Sejak mereka lulus, banyak yang sudah tidak memakai line lagi dan beralih ke aplikasi lainnya. Kalaupun masih ada yang saling berkomunikasi, maka komunikasi akan terjadi dalam grup kecil atau bahkan percakapan pribadi. Grup itu masih ada, kadang-kadang ada beberapa orang melihat foto-foto bersama yang ada di album tapi itu saja. Oh.. dan berita duka cita. Itu yang paling banyak disebar.

Tapi hari itu, sebuah pesan masuk: undangan pernikahan. Itu Arik, ketua organisasi. Senior Dara di kampus. Dara sudah jarang dapat notifikasi dari Line, jadi begitu pesan itu masuk di tengah jam makan siang hari Jumat, Dara langsung membukanya. Arik. Dan Thalia. Wow. Dara bahkan nggak tau kalau Arik dan Thalia pacaran. 

Thalia dan Dara dulu bukan cuma satu organisasi. Tapi satu divisi. Ketika Dara jadi staff, Thalia jadi wakil ketua Divisi. Berita ini tentu sangat baru. Dara cuma sempat membaca cepat pesan itu: Arik. Thalia. Anyer. Sabtu entah tanggal berapa. RSVP. 

Lalu notifikasi pesan jadi ramai. Itu grup whatsapp divisi kesenian. Broadcast yang sama muncul paling awal. Bukan dari Thalia.

"Apaan nih?"

"Thalia lu nikah?"

"Thalia lu sama Kak Arik?"

"Ini lu semua emang nggak tau atau gue emang ketinggalan info sendiri ya?"

"Bram lu tau nih wakil lu sama Arik?" Bram adalah ketua divisi yang menjabat bersama Thalia.

"Thalia bisa-bisanya nggak ngundang kita cuma ngirim di grup doang?"

Dara menarik asap rokoknya dalam-dalam. Di area khusus merokok kantornya, ia menikmati keramaian grup yang sudah lama mati dan seringnya cuma diisi cita-cita ketemu yang sudah lebih dari dua tahun nggak pernah direalisasi.

"Sorry banget nggak bilang," itu Thalia. "Bram juga baru tau minggu kemaren kok."

"Gilaa dari kapan nih Thal?"

Meski Thalia dan Bram lebih tua dari staf di grup itu, kebanyakan dari mereka sudah cukup akrab untuk memanggil satu sama lain hanya dengan nama saja. 

"Tar kita cerita aja yuk. Ketemu dongg."

"Sekalian traktiran nikah yak." Tambah yang lain.

"Sabi sabi."

"Bram mana dah gak muncul-muncul di wakadiv lu nikah.."

"Solat jumat kali dia.."

"Oiya lupa gue.."

"Lu juga solat ege."

"Minggu depan deh."

"Jadi dimana ketemunya?" Dara muncul pertama kali hari itu. Dia berusaha mengembalikan lagi percakapan ke agenda ketemuan yang hampir menguap itu.

"After work yuk. Makan sushi tei."

Ternyata butuh satu pernikahan buat mempertemukan lagi tujuh orang yang sebenarnya tinggal di kota yang sama. Dara tersenyum. Dia benar-benar nggak sabar ketemu teman-temannya itu.

***

Pertemuan Jumat sore dengan reuni itu sudah berlangsung dua minggu yang lalu. Mereka makan banyak banget sushi tapi Thalia sama sekali nggak merasa keberatan. Malam itu berlalu dengan banyak cerita, tawa, ucapan selamat, dan janjian buat ke acara pernikahan bareng.

Keluarga Arik punya penginapan nggak terlalu besar di Anyer. Tapi persis menghadap laut dan juga ada lapangan yang cukup besar untuk acara pernikahan. Dibanding jadi sekadar tempat nginap, tempat itu umumnya memang sering disewa untuk acara. Mulai dari acara kumpul-kumpul sampai pernikahan. Sesuai perjanjian di malam itu, mereka nggak perlu nyewa kamar lagi karena memang sudah ada kamar disediakan. Cuma satu kamar buat rame-rame. Tapi rasanya Dara dan teman-temannya nggak menolak juga. Rasanya sama aja kayak dulu, ketika mereka masih kuliah dan tidur satu ruangan rame-rame setelah rapat yang terlalu berlarut-larut.

Reuni PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang