[6]

572 109 4
                                    

Radi sudah melihat pesan itu dari pagi ketika ia bangun. Tapi ia hanya membacanya tapi menonton keseluruhan video. Nama Dara muncul di sana sebagai pengirim. Ia pikir, itu hanya video-video biasa. Nggak ada yang penting

Baru ketika minggu sore, setelah ia mandi karena gerah, ia menyadari kalau itu bukan hanya video biasa. Ada dua jam ia terdiam, memikirkan apa yang baru saja terjadi. Apa yang baru saja ia lihat.

Ada masing-masing lima belas menit tiap delapan jam setelahnya, ia habiskan untuk memirkan dan menonton ulang video itu minimal dua kali sehari. Kadang lebih sering dari ia mandi. Radi.. Dara.. ciuman.. lagi..

Radi nggak akan bohong. Dara masih sama. Cantik dan menarik. Perempuan itu mungkin akan selalu punya tempat di kepala Radi. Tapi apa yang ia lihat di video itu hal yang jauh berbeda. Kalau ia meneruskan itu.. ia akan sama jahatnya dengan dirinya dulu.

Radi bukannya nggak sadar kalau Dara berhak atas yang lebih baik: orang yang lebih siap, orang yang tau apa yang Dara harus dapatkan. Dan itu tentu bukan hubungan nggak jelas selama lebih dari setahun. Dan sekarang, apakah Radi bisa memberikan itu semua? Ciuman itu cuma membuat kondisinya makin aneh. Terakhir kali Radi mencium Dara, itu udah lama sekali. Dua minggu setelah dia lulus, hari-harinya cuma dipenuhi tangisan. Dia baru benar-benar berhenti menangis ketika pekerjaannya menyita terlalu banyak tenaga, sampai ia bahkan nggak bisa menangis.

Dan berbulan-bulan kemudian, ketika Radi sudah bisa melihat Dara di sosial media tanpa merasa apa-apa lagi, Radi tau kalau ia sudah bisa memulai hal baru. Termasuk pacar baru. Radi mungkin jahat, tapi setelah lulus, Radi punya dua pacar. Pacar. Status yang Dara nggak pernah dapat tapi bisa Radi berikan pada orang lain. Hubungan itu nggak pernah lama. Hanya lima dan enam bulan. Selama lima tahun Dara lenyap, hanya kurang dari satu tahun yang Radi habiskan dengan status 'pacar orang'. Radi masih sama, ia masih terlalu sibuk untuk jatuh cinta.

Dia menimbang-nimbang selama berhari-hari, mengetik berkali-kali, menghapusnya. Lalu berpikir lagi dan lagi. 

Dara, apa kabar?

Basi.

Dara, mau lunch bareng?

Basiii.

Dara, lu udah nonton videonya?

Ngapain nanya kayak gitu, Radi?

Dara, apa kita nikah?

Pesan itu dihapus lagi.

Hari ini, Radi kembali pada agenda memikirkan pesan yang harus ia kirim, bedanya, ketika ia mengetik nama Dara sambil berpikir, satu pesan masuk:

"Lu ngetik apaan daritadi lama banget?"

Sekarang Radi harus jawab apa?

--

Dara bukannya mau terburu-buru atau gimana, tapi tulisan 'typing...' di bawah nomor kontak Radi sudah muncul terlalu lama. Dia mulai tidak sabar. Lagi pulang jam istirahat makan siangnya sebentar lagi habis dan masih ada berjam-jam yang akan datang sebelum akhir pekan benar-benar datang. Dara nggak mau menghabiskan waktunya terdistraksi dalam upaya menebak-nebak apa yang Radi pikirkan.

Lalu jawaban itu masuk, "nggak ada."

Ye gak jelas??

"Ya lu ngapain typing daritadi?"

"Bingung juga mau ngetik apa."

Benar-benar nggak jelas.

"Lu abis ini mau kemana Dar?" 

"Kerja."

--

Ketika balasan itu masuk, Radi langsung merasa goblok banget. Kayak, maksudnya sebenarnya nanti sore tapi kenapa dia bertanya seolah-olah dia nggak tau kalau Dara harus kerja.

"Maksud gue nanti sore."

"Pulang kerja." Radi menambahkan lagi. Supaya jelas. Supaya nggak ada salah paham. Supaya dia nggak kelihatan bodoh. Walau dia sebenarnya nggak bodoh. Dia cuma bingung dan salah tingkah.

"Balik kayaknya. Atau nonton kalau sempet."

Radi menyandarkan punggungnya ke sofa. Berpikir. Mempertimbangkan. Haruskah dia mengajak Dara bertemu? Tapi nggak ada salahnya juga kan bertemu teman lama? Mengobrol di akhir pekan. Maka pesan itu terkirim, "mau makan malem bareng nggak?"

--

Apakah Dara perlu bertemu Radi? Buat apa? Tapi ia penasaran, setelah ciuman itu.. yang ada videonya itu.. lima tahun sejak mereka terakhir bertemu.. kemana kira-kira mereka harus bercakap?

Maka, dengan satu-satunya alasan yang Dara bisa berikan--rasa penasaran--Dara menjawab, "boleh. Dimana?"

--

Radi sampai di restoran itu pukul tujuh. Dara mungkin sedikit terlambat. Dara bilang dia bawa mobil dan baru keluar lewat pukul enam. Radi setuju saja. Dia juga nggak terburu-buru pulang malam itu. Satu hal yang Radi catat dalam hati adalah: mereka berdua harus dalam keadaan sadar malam itu. Selain karena dia nggak mau ngulang kebodohan yang sama dua minggu berturut-turut, mereka berdua juga sama-sama menyetir. 

Dara muncul nggak begitu lama kemudian. Lebih cepat dari perkiraan Radi. Radi baru memesan minum karena haus. Begitu Dara sampai, mereka cuma menyapa sedikit dan sama-sama sibuk membaca buku menu. Radi sebenarnya sudah tau mau makan apa, dia sudah membolak-balik buku menu yang sama lebih dari delapan kali sambil menunggu Dara, tapi suasana malam itu terasa luar biasa canggung. Dibanding reuni teman lama, mereka lebih terasa seperti kencan buta yang dijebak. Tapi Radi mengerti. Sudah lama. Sudah terlalu lama. Dan dulu juga.. mereka dulu juga hitungannya bukan putus baik-baik atau gimana.

Pramusaji pamit pergi setelah memastikan ulang pesanan mereka, meninggalkan dua orang itu dalam keadaan canggung.

"Gimana kerjaan lo sekarang Dar.."

Basi. Mereka udah ngasih updatean satu sama lain. Malam itu, sebelum mereka berdua mabuk. Dara dan Radi tau dimana mereka satu sama lain kerja, ngapain aja, siapa aja di divisi mereka yang sudah menikah, dan pertanyaan basa-basi lainnya. Kecuali ada mujizat aneh banget, ngga mungkin Dara tiba-tiba dapat jabatan baru atau ganti kantor cuma dalam seminggu. 

"Biasa aja. Ujan di luar." Dara mengalihkan pembicaraan dengan cara aneh. Tapi Radi nggak merasa keberatan.

"Bakal macet tar malem ya. Jumat malem. Ujan."

Radi bersandar, mencoba santai, menimbang-nimbang, kemana kira-kira Dara akan membelokkan percakapan kali ini. Tapi yang datang di luar dugaannya, Dara dengan segenap kekuataan dan kebingungannya bertanya, "lu punya pacar sekarang?"

Itu pertanyaan yang mereka nggak tanyakan minggu lalu. Buat Radi sendiri, dia nggak berani. Dia takut Dara berpikir sekarang dia siap memulai hubungan. Dia sendiri nggak tau dia siap apa nggak. Kalau untuk Dara.. mungkin harusnya dia siap. Tapi dia nggak berani mengutarakan itu. Dia takut dia sekali lagi cuma akan menyakiti perempuan di depannya. Buat Dara sendiri, pertanyaan itu nggak penting. Kalau dia tau, terus kenapa? 

Tapi sekarang itu penting.

"Sebelum lu berpikir kemana-mana," Dara berkata lagi karena Radi diam terlalu lama, "gue cuma mau mastiin kalau gue nggak ciuman sama cowok orang."

Minuman Dara datang. Mereka diam, membiarkan pramusaji mengantarkan gelas, lalu kembali hilang dari meja mereka. 

"Nggak punya."

Radi kira itu cukup. Tapi Dara kembali bertanya, "karena lo masih nggak siap punya pacar? Karena hidup lo masih super sibuk dan jatuh cinta masih belum masuk daftar prioritas lo?"

Itu cuma pertanyaan biasa saja. Tidak ada perubahan suara. Tapi Radi tau kalau secara nggak langsung dia baru saja ditampar. Bolak balik.

Minggu, 19 Desember 2021. 21:37.

Reuni PernikahanWhere stories live. Discover now