[5]

552 114 3
                                    

Hampir satu minggu sudah berlalu sejak pernikahan Thalia, sekarang sudah hari Jumat lagi. Dan tetap tidak ada pesan masuk. Mungkin, permintaan nomor ponsel itu cuma basa-basi. Kayak teman lama pada umumnya. 

Masalah baru muncul siang itu, Dara sedang bersandar ke tembok sambil menikmati jeda merokoknya. Dia berusaha membuka pesan-pesan lama yang ada di ponselnya. Termasuk pesan yang masuk di hari pernikahan Thalia. Iya, memang sudah hampir satu minggu. Tapi beberapa pesan masih belum terbaca. Hari minggu begitu ia sampai di Jakarta, badannya capek luar biasa. Dara menghabiskan waktunya buat bermalas-malasan. Besoknya pada hari senin, pekerjaan yang ia dapat luar biasa banyaknya. Ia hampir tidak sempat memegang ponsel pribadinya dan cuma bisa mengecek ponsel kantor. 

Siang ini, sementara kolega laki-laki kebanyakan sedang solat jumat, dengan ditemani es kopi yang tersisa sedikit dan rokok yang sudah terbakar setengah, Dara membuka satu-satu pesan yang masuk. Ada ratusan foto yang masuk. Mungkin hampir seribu. Semua grup tiba-tiba ramai. Belum lagi video-video acara. Mulai dari merekam pemberian cincin, sumpah, ciuman pengantin, hingga adegan tangkap bunga. Tidak ketinggalan, video-video lainnya yang mungkin penting untuk sebagian tapi nggak penting untuk orang lainnya. Teman satu sama lain yang dilempar ke laut, adegan muka dizoom dengan teks 'kangen banget lo semua', sampai video-video jorok kayak kumpulan orang muntah karena terlalu banyak alkohol.

Di antara video dan foto itu, Dara dan Radi muncul di sana. Beberapa kali jadi photobomb untuk orang lain yang jadi objek utama. Mereka terduduk, tenang. Menatap laut, mengobrol satu sama lain. Dengan rokok dan minuman keras di tangan masing-masing.

Dara ingat salah satu percakapan mereka malam itu, ketika matahari tenggelam belum begitu lama, dan alkohol belum tertelan begitu banyak.

"Lu mau nikah Dar?"

"Mau. Tapi nggak tau juga."

Mereka diam.

"Lu mau nikah Di?"

"Mungkin. Nggak tau juga."

Dara menengok ke samping, mengira-ngira, Radi barusan betul-betul menjawab seperti itu atau hanya mocking. Tapi dia terlihat serius. Dara kembali melihat laut, menatap ombak-ombak kecil yang berlomba menuju darat.

"Di sini gelap."

"Udah malem.."

"Ya maksud gue kenapa nggak ada lampu?"

Dara menatap Radi, "udah mulai mabok ya lu?"

"Lu mikir gitu karena gue mikir tempat ini gelap?"

"Ya."

"Emang gelap aja. Lu gak ngerasa gelap?"

"Ya namanya malem."

Radi menghela napas. "Lu masih kayak dulu, Dar. Sama."

Dara mau tanya, apanya yang sama? Tapi dia malas. Nggak ada gunanya.

"Lu gak ngumpul sama anak-anak divisi lu?"

"Lu ngusir?" tanya Radi.

"Nggak. Gue nanya."

"Abis ini deh." Radi meneguk minumannya. "Tapi tadi juga udah."

"Lu mau nikah gak Dar?" tanya Radi lagi setelah hening beberapa lama, cuma terdengar tawa teman-teman mereka dan ombak.

"Udah mabok ya lu? Ngulang pertanyaan yang sama mulu."

Radi tertawa, "mungkin, Dar. Gak kerasa apa-apa lagi ini."

Dara menghela napas, "serah lu. Gue mau gabung sama anak-anak lain dulu." Dara berdiri, lalu pergi.

Dara tertawa, percakapan itu masih terasa lucu sampai sekarang. Apa yang ada di kepala Radi sampai dia menanyakan itu dalam keadaan mabuk? 

Dara kembali menggeser ponselnya. Membuka-buka pesan dengan cepat. Tatapannya lalu berhenti pada sebuah pesan. Nomor penerimanya tidak ia simpan. Hanya angka saja. Kasus yang jarang terjadi. Dara selalu menyimpan kontak, jika ada kontak asing berkaitan pekerjaan, umumnya itu akan masuk ke ponsel kantor. Lalu siapa?

Tanggal pengiriman adalah sehari setelah pernikahan Thalia. Dari luar hanya terlihat tulisan: video terkirim. 

Dara membuka pesan itu, ada video wajah Radi di sana. Jantungnya berdetak tidak karuan. Ia mengambil earpods dari dalam saku, menggunakannya, lalu memutar video itu. Radi tersenyum sambil tertawa-tawa. Terlihat jelas ia sudah luar biasa mabuk. Itu kamar tempat Dara terbangun pagi itu. Atau mirip aja. Mungkin. Penginapan umumnya berbentuk sama.

"Lu mau nikah gak Dar?" suaranya terdengar jelas meski orangnya sudah nggak seratus persen sadar.

Dari balik kamera, suara Dara terdengar sama mabuknya, ia menyahut, "lu udah nanya berkali-kali Radiiii. Kenapa sih nanya mulu. Gue nggak tauuu mau nikah atau nggak! Nggak ada yang ngajak gue nikah!"

Radi ketawa-ketawa lagi. "Lu cakep dah hari ini Dar.. kayak bulan yang bersinar di Labuan Bajo."

"Emang bulannya beda?"

"Nggak tau."

"Radi.."

"Dara lu tidur aja. Besok kita mau ke Labuan Bajo."

Di Jakarta hari itu, Dara tertawa mendengar percakapan dua orang mabuk itu. Benar-benar aneh. Dan tidak jelas arahnya. Tapi tiba-tiba tawanya lenyap, ketika kamera diletakkan asal-asalan. Wajah Radi hilang dari tangkapan kamera. Hanya ada percakapan yang terekam dengan visual langit-langit kamar yang terang.

"Radi..."

"Apaaaa"

"Lu anjiiing banget tau nggak... kita dulu buang-buang waktuuuu.. kalau tau lu kayak gitu mending gue jadi kedutaan besar.." Suara Dara terdengar emosional. Dia mungkin mau marah. atau menangis.

"Jadi kantor lu Dar?" Radi tertawa-tawa.

Emosi Dara kembali ceria, "jadi gedooooong.."

"Radi..."

"Dar kita ke Labuan Bajo yuk sekarang. Liat bulan."

Ajakan yang mendadak, tapi jawaban lain muncul lebih aneh, "Radi gue mau nyium lo. Terakhir gue nyium lo pas lo wisuda. GUE MAU NYIUM LOOOO!" 

Dara yang menonton dirinya sendiri dari balik layar mengumpat, ia benar-benar bingung. Dia berharap kalau Dara seminggu lalu, Dara yang mabuk itu, nggak benar-benar gila. Tapi yang terdengar hanya diam. Disusul bunyi yang ia nggak mau pikirkan. Kamera mulai merekam orang. Itu ujung kepala Radi, miring mendekat menuju kamera dengan bibir yang mencium Dara. Gambar itu hanya tertangkap sebentar sebelum kepala Radi menabrak kamera dan membuat seluruh layar jadi gelap.

"Aw apa tuh tajem-tajem.." itu suara Dara. 

"Hape siapa nih..."

"Hape gue kayaknyaa..."

Wajah Radi terlihat lagi di layar, tersenyum masih sama mabuknya, "oh ngerekam.. gue matiin deh ini.. ngerekam apa yah.."

Lalu video itu hilang.

Belum cukup Dara memproses itu semua, kepalanya kembali penuh. Percakapan apa yang terjadi setelah itu sampai video itu akhirnya terkirim ke whatsapp Radi?

Pesan itu sudah dibaca. Centangnya dua, dengan warna biru. Tapi tidak ada balasan. Dara melihat terus ke arah percakapan itu dan tiba-tiba tulisan online muncul di bawah nomor ponsel itu. 

Setengah satu siang, Dara merasa nyawanya putus ketika tulisan online berganti 'typing...'

17 Dec 2021. 18:17.

Reuni PernikahanWhere stories live. Discover now