[beautiful goodbye]

1.7K 308 21
                                    

-Ada masa saat seseorang yang memperjuangkanmu, pergi meninggalkanmu karena merasa semua usahanya tidak lagi dihargai.-

Aliefiya mengerjap untuk memastikan pandangannya.

Benar, pemuda di depannya memang benar-benar Saga yang baru ditemuinya kemarin sore. Dan salahnya, dalam sekali pandang, Aliefiya tahu ada yang salah dengan pemuda di hadapannya. Saga masih mengenakan baju kemarin, kemeja slimfit yang ia kenakan saat menghadiri pesta ulang tahun keponakan Alief. Dan fakta bahwa mereka bertemu di rumah sakit merupakan satu hal yang membuatnya cukup mengerutkan dahi.

"Lho, kok?" ungkap Alief.

Saga hanya tersenyum. Meski samar, ada kantung mata menghitam di bawah mata pemuda itu. Tanda-tanda kelelahan dan kurang tidur benar-benar bisa diindera Alief.

"Mungkin semesta memang lagi baik sama saya. Kita dipertemukan di tempat dan waktu yang nggak kita duga. Iya kan?" Alief mengangguk. "Tapi, lain kali saya lebih kepingin penampilan yang lebih proper deh depan kamu," lanjut Saga.

"Eh, hai? Yang kemarin bukan sih?" Satu suara memecah keheningan mereka. Kalila mendekati dan Saga dengan santun menyorongkan tangan untuk bersalaman.

"Saga. Mohon maaf kemarin belum sempat memperkenalkan diri. Iya, yang kemarin ikut ke pesta anak-anak."

"Kaaan... tadi mikirnya aku salah lihat, ternyata benar. Oke, Saga, ya? Aku Kalila, kakak iparnya Livie. Salam kenal." Saga menjawab dengan anggukan. "Eh, Saga, Livie bisa lho diajak makan siang. Gih... sana biar enak ngobrolnya."

"E-eeh," ucap Alief terkejut seiring dengan dorongan halus dari kakak iparnya.

"Ke kantin sana, kan kamu dari pagi nggak sarapan. Makan siang duluan gih, mumpung ada temannya. Iya kan, Ga? Saga juga nggak keberatan kan nemenin Livie makan?"

Baru kali rasanya Saga ditodong namun terasa menyenangkan. "Your wish as my command, my lady," jawabnya pada Kalila. "Yuk."

Mereka berjalan bersisian menuju kafetaria rumah sakit. Satu fakta lagi yang Alief sadari. Saga seolah tahu persis letak tempat-tempat di rumah sakit dan jalur tercepat menuju kantin. Bahkan Alief sendiri pun tidak sefamiliar ini. Padahal rumah sakit ini milik ayahnya. Dulu, Alief memang sering diajak dan main di rumah sakit, namun semenjak ia lebih tertarik pada dunia musik, ia jarang berkunjung. Lagi pula, rumah sakit ini sudah mengalami beberapa kali renovasi.

"Kamu mau makan apa? Di sini yang enak justru nasi gorengnya, lho. Kamu nggak anti karbohidrat kan siang-siang gini? Atau mau kayak cewek-cewek biasanya?"

"Cewek-cewek biasanya tu yang kayak apa?" tanya Alief menahan tawa, sambil mendengarkan gumaman Saga menyebutkan menu satu persatu.

"Yaaa... biasanya cewek-cewek suka ngirit makannya. Makan salad atau buah gitu, deh."

"Berarti mungkin yang ada di depan kamu ini bukan cewek yang biasanya."

"Ups? And then?

"Boleh deh nasi goreng, lemon tea. Saya juga nggak menolak sepiring steak."

Mata Saga membesar. Ia sangat bersyukur karena gadis di depannya tidak termasuk golongan irit makan. Saga segera memesan dengan cepat dan mengambil nomor antrean kemudian menuju meja yang kosong. Syukurnya, jam makan siang belum berlangsung sehingga kafetaria belum terlalu penuh.

Sambil menunggu pesanan datang, Saga mengambil ponselnya dan berkata, "Boleh saya ngecek hape dulu? Takutnya ada yang penting."

Untuk pertama kalinya Alief baru mengetahui bahwa ada orang yang meminta izin saat mau menggunakan ponsel di depannya. Ia cukup tersentuh dengan gestur Saga yang luar biasa ini. Alief mengangguk cepat dan ia sendiri menyibukkan diri dengan memandangi sekitar kafetaria.

AMPLITUDO (Stagnasi #4)Where stories live. Discover now