[memories]

2.7K 633 56
                                    

-Pertemuan kita memang singkat, tapi Tuhan yang mengaturnya agar membekas-

Tidak butuh waktu lama bagi Aliefiya untuk menimbulkan kegemparan.

Gadis itu jelas menerima ekspresi terkejut disertai pelototan serta gelengan tak percaya dari kakaknya. Oh... jangan lupa soal repetan tanpa henti yang mengalir berikutnya. Aliefiya bahkan takjub kakaknya punya energi sebesar itu untuk mengoceh, yah... mungkin kemampuan menggombali para wanita di waktu purbakala sekarang bertransformasi menjadi kosa kata cerewet ala emak-emak berdaster pada anak perempuannya.

Aliefiya hanya bisa menggaruk sisi pelipisnya saat lelaki di hadapannya masih saja mengomel tiada henti, meski sepertinya tangannya tetap aktif bekerja memeriksa ini itu, menyorot cahaya ke mata, mengetuk di beberapa bagian yang Alief duga untuk memancing respon. Yah... Alief tak semengerti itu, ia hanya bisa percaya bahwa apa yang kakaknya lakukan sekarang memang sesuai prosedur. Kakaknya jelas adalah dokter terpercaya.

Sepuluh menit terakhir telinganya harus siaga mendengarkan ocehan kakaknya tentang betapa beratnya harus menghadapi bunda yang selalu meneror tentang Alief. Dua menit berikutnya repetan tentang susahnya Alief mengangkat panggilan dan kejadian konyol melibatkan interpol karena Aliefiya hilang jejak. Dan yang terbaru...

"Tiga minggu, ya, Lief, tiga minggu." Suara omelan itu kembali terdengar di telinganya. "Dan pulang-pulang lo bawa cowok entah siapa, blackout, dan bikin geger IGD. Gue mungkin bisa tutup mulut, tapi kalau kejadian ini sampai ke telinga Bunda, lo mau ngomong apa?"

Aliefiya meringis, matanya masih melirik ke sudut, meski telinganya mendengarkan cerocosan kakaknya semata wayang. Beberapa perawat masih hiruk pikuk penasaran, namun cukup tahu diri untuk tidak bertanya. Meski begitu, pandangan mata mereka yang mencuri-curi senantiasa mengikuti gerak-gerak dua saudara plus seseorang entah siapa yang terbaring di hadapan mereka.

Membuka mulut kepo pada dua kakak beradik pemilik rumah sakit yang tengah berdebat seru jelas menimbulkan perkara berkepanjangan di kemudian hari, dan seluruh penghuni IGD sore ini cukup pintar untuk tidak melakukannya. Dengan cekatan seolah enggan dibantu siapa pun, kakaknya memasang beberapa alat pendeteksi kehidupan—paling tidak dalam anggapan Alief, karena gadis ini sama sekali tidak mengerti dunia medis—dan jelas masih dengan omelan yang terdengar riuh di telinganya.

Ah... Alief berdoa semoga di usianya nanti yang semakin tua tidak tertular kebiasaan buruk kakak kesayangannya. Sambil berharap kalau kakaknya cucup pintar untuk merendahkan suara. Tapi, dinding kan bertelinga. Bisa saja kabar ini sekian menit lagi sampai ke telinga ayah dan bundanya. Dan terus terang, Alief sendiri belum punya banyak penjelasan. Orang dia hanya ketiban sial sebelahan sama cowok pucat pasi yang katanya mual dan tiba-tiba... pingsan di hadapannya. Seperti Alief kekurangan masalah saja!

Alief sekali lagi menatap wajah yang terbaring di ranjang. Kalau saja, lelaki ini tidak ambruk mendadak, mungkin Alief hanya menyangka bahwa pria ini tidur segitu pulasnya. Diamatinya gurat halus setelah kacamata lelaki itu terlepas, dan Alief tahu... lelaki ini memiliki 'sesuatu' yang menarik.

"Ouch!" Alief mengusap telinganya yang disentil.

Kakaknya menggerakkan dagu dengan tatapan penuh tanya. "Ngaku!"

"Sudah gue bilang, A', gue juga nggak kenal siapa dia," tutur Aliefiya lelah. "Yang gue tahu, dia duduk di sebelah gue di pesawat, terus ketemu dan dia pingsan. Dari percakapan yang sempat gue dengar, dia belum makan dan minum kopi, perutnya mual katanya. Sisanya... gue sama clueless-nya kayak A'Al. Menurut A'Al aja gue harus gimana?" Akhirnya Aliefiya berhasil mengeluarkan kejengkelan yang sedari tadi dia tahan. Bibirnya mengerucut mengutarakan protes karena dari tadi disalahkan. Meski ia paham, sebagian besar omelan Aldebaran tercipta justru karena kelakuan dirinya yang menyepi di Singapura dan membuat orang-orang di sekitar kalang kabut saking susahnya ia dihubungi. Kasus dia menyeret lelaki pingsan tak dikenal ini paling hanya sekian persennya saja. Aldebaran butuh alasan untuk mengomel, dan Aliefiya menyodorkan kejadian ajaib di hadapan. Jadilah kupingnya harus bolak-balik mendengarkan pisuhan kakaknya yang tak selesai-selesai.

AMPLITUDO (Stagnasi #4)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon