1 - After Marriage

1K 70 2
                                    

1 – After Marriage

Pesta pernikahannya sudah berakhir dua jam lalu dan Lana baru saja berpikir jika dia akhirnya bisa beristirahat di kamar tidur suite room itu. Namun, dugaannya salah.

Remy, pria yang tadi pagi diresmikan sebagai suaminya, baru keluar dari kamar mandi dan hanya memakai jubah mandi.

"Kamu udah mandi, kan?" tanya pria itu sembari berjalan mendekat ke tempat tidur.

Lana yang duduk di bangku panjang di ujung tempat tidur mengangguk sebagai jawaban.

"Trus, kamu ngapain di situ?" Suara pria itu terdengar dingin. "Cepat lepas pakaianmu dan naik ke tempat tidur."

Lana mengernyit kecil, tapi ia tak membantah. Bahkan meski ia tak tahu banyak tentang pria yang telah menjadi suaminya itu, bahkan meski ia baru bertemu sebulan yang lalu untuk pertama kalinya dengan pria itu, bahkan meski ini hanyalah pernikahan bisnis, tapi pernikahan tetaplah pernikahan.

Mungkin bagi pria itu, ini adalah bagian dari ritual pernikahan. Sama seperti janji pernikahan dan pesta besar yang terjadi beberapa saat lalu. Itu semua hanya ritual pernikahan. Meski begitu, membuka pakaiannya di depan pria yang tak benar-benar dikenalnya ...

Keraguan Lana itu berakhir ketika Remy melepaskan jubah mandinya dan naik ke tempat tidur. Ya. Ini hanya bagian dari ritual pernikahan mereka. Maka, Lana juga melepas jubah mandinya, lalu dengan wajah tertunduk, ia naik ke tempat tidur.

Ketika Lana tak tahu apa yang harus ia lakukan, ia merasakan Remy menarik tangannya hingga tubuh Lana terlempar ke arah pria itu. Lana terhenyak ketika tubuh mereka bertabrakan, bersentuhan. Namun kemudian, sebelum Lana sempat mengatakan atau melakukan apa pun, ia merasakan ciuman Remy di bibirnya.

Itu adalah jenis ciuman yang membuat tubuh Lana terasa panas. Tangan pria itu menyentuhnya di tempat-tempat yang belum pernah disentuh orang lain sebelumnya.

Lana terengah kehabisan napas ketika pria itu mengakhiri ciumannya. Namun, Lana terkesiap ketika merasakan bibir pria itu di lehernya. Apa yang dia lakukan ini?

Lana menahan bahu pria itu ketika bibirnya terus bergerak turun, tapi pria itu meraih tangannya dan mendorongnya hingga ia berbaring. Pria itu menahan tangan Lana di sisi kepalanya, lalu menautkan tangan mereka. Pria ini tahu apa yang dia lakukan. Ini ... mungkin hanya hal biasa baginya.

Karena, ketika isi kepala Lana begitu kacau dan berkabut, pria itu masih bisa dengan tenangnya menyentuh tubuh Lana. Seolah ia tahu, bagaimana membuat tubuh ini meleleh di setiap sentuhannya.

***

Suara getar ponselnya di meja samping tempat tidur, membuat Remy urung memejamkan mata. Remy beranjak duduk dan meraih ponselnya untuk mengecek. Ia mendengus pelan membaca pesan dari sekretarisnya itu.

Remy lantas menelepon nomor sektretarisnya itu dan berbicara,

"Aku turun sekarang. Tunggu di lobi."

Remy meletakkan ponselnya kembali ke meja sembari turun dari tempat tidur. Ia mengenakan jubah mandinya sebelum berjalan menuju kamar mandi. Namun, baru setengah jalan menuju kamar mandi, didengarnya tanya dari arah tempat tidur,

"Kamu mau pergi?"

Remy menghentikan langkah dan menoleh ke sumber suara. Tampak wanita yang sudah resmi menjadi istrinya itu berbaring miring menghadap ke arah pintu kamar mandi, dengan selimut menutupi tubuhnya hingga dada.

"Ya," jawab Remy. "Tapi, kamu nggak perlu pergi. Ini urusan kantor."

"Dan kamu harus pergi sekarang?" tanya wanita itu lagi.

"Ya," jawab Remy lagi. "Asha udah nunggu di bawah."

Wanita itu tak mengatakan apa pun lagi. Merasa tak ada lagi yang perlu dijawabnya, Remy melanjutkan langkah dan masuk ke kamar mandi.

***

Apa yang Lana harapkan? Ini adalah pernikahan bisnis, pernikahan atas dasar perjodohan yang menguntungkan kedua belah pihak.

Sama seperti pernikahan mereka, malam pertama mereka hanyalah ritual bagi pria itu. Lihat saja bagaimana pria itu langsung pergi begitu mereka selesai. Dia bahkan akan pergi menemui wanita lain.

Lana tahu siapa wanita bernama Asha itu. Sekretaris Remy. Semua persiapan pernikahan mereka dilakukan oleh wanita itu. Dia yang memilih semuanya. Seolah dialah yang akan menikah.

Meski, Lana tak bisa protes tentang semua persiapan yang dilakukan wanita itu karena betapa sempurnanya persiapan itu. Mereka sepertinya punya selera yang sama. Dan mungkin, itu juga berlaku untuk selera mereka akan pria.

Tentu saja, Lana berharap itu tidak akan terjadi. Ketika Lana mendengar tentang pernikahannya dengan Remy, hanya ada satu hal dalam kepalanya. Ia akan menjalankan tugas sebagai seorang istri yang sempurna. Ia tak punya waktu untuk berurusan dengan hal menye-menye seperti perasaan.

Meski begitu ... tetap saja, ia merasa ada yang tak nyaman di dadanya ketika tahu suami yang beberapa saat lalu menciumnya, pergi untuk menemui wanita lain.

Gawat. Lana harus terbiasa dengan hal seperti ini, tapi kenapa dia malah merasa seperti ini? Di hari-hari berikutnya sebagai istri Remy, dia mungkin akan sering menghadapi situasi yang sama.

Lana harus terbiasa.

Bukankah sejak awal ia tahu, ketika ia memutuskan untuk masuk ke pernikahan ini, ia akan sendirian dalam pernikahan ini?

Itu bukan hal baru bagi Lana. Sendirian merasakan kosong, sepi, dan dingin, itu bukan hal baru bagi Lana. Dan Lana yakin, ia juga akan segera terbiasa dengan kehidupan pernikahannya ini.

***

A Cold MarriageWhere stories live. Discover now