5 - Home

549 67 0
                                    

5 – Home

Remy mengernyit ketika melihat ekspresi terkejut Asha mendengar kabar dari Neo lewat telepon itu. Apakah Lana sudah pergi terlalu jauh? Atau ... dia pergi bersama orang lain? Pria lain, misalnya.

Tidak. Wanita itu selalu di rumah dan nyaris tidak pernah keluar rumah kecuali untuk beberapa kelas hobinya. Tunggu. Bisa saja dia bertemu orang itu di sana. Jika begitu ...

"Pak," panggil Asha, membuyarkan lamunan Remy yang mulai melantur ke mana-mana.

"Dia di mana? Apa dia udah pergi jauh?" tanya Remy.

Asha menggeleng. "Bu Lana saat ini sudah di rumah Pak Remy," jawab Asha.

Di ... rumah Remy? Remy tak bisa menanggapi selama beberapa saat. Ia mencerna jawaban Asha lagi, siapa tahu dia salah dengar. Wanita itu pergi dari sini dan ... pergi ke rumah Remy? Sendiri? Ketika Remy masih di sini?

Memang, dia sudah beberapa kali pergi ke rumah Remy untuk menata barang-barangnya baik yang dibawanya dari rumahnya maupun yang baru dibelinya. Namun, itu berbeda, kan? Saat itu, Lana belum resmi menjadi istri Remy. Tidakkah dia seharusnya pulang ke rumah itu sebagai istri Remy dengan Remy ada di sampingnya?

"Pak?" Asha menjentikkan jari di depan wajah Remy, lagi-lagi menyadarkan Remy dari lamunan sibuknya.

Remy berdehem. "Dia ... kenapa dia tiba-tiba pulang ke rumahku sendiri? Dan kenapa nomornya nggak bisa dihubungi?"

"Itu ..." Asha berdehem. "Menurut laporan Neo, berdasarkan penjelasan orang di rumah Pak Remy, Bu Lana sedang tidur dan HP-nya dalam keadaan mati."

Remy melongo. Apa yang dilakukan wanita itu? Dia pulang ke rumah hanya untuk tidur?

"Dan ngapain dia harus pulang ke rumah cuma buat tidur? Apa tempat tidur di sini nggak nyaman? Dan ngapain dia matiin HP-nya?" cerocos Remy kesal.

Ugh, Remy tidak suka banyak bicara, Remy tidak suka marah-marah panjang-lebar, tapi karena Lana, Remy tak bisa mengendalikan dirinya. Ia merasa kesal, tapi juga lega, karena wanita itu ternyata tidak kabur.

"Kalau begitu, apa Pak Remy akan pulang sekarang?" tanya Asha.

"Jelas, lah," sahut Remy. "Kamu tunggu di lobi aja. Aku beres-beres dulu."

"Baik, Pak."

Remy lantas bergegas ke kamarnya dan menyambar barang-barangnya yang masih ada di sana, lalu pergi ke lemari dan mengemasi pakaiannya di sana, dengan buru-buru menarik pakaian yang sudah rapi usai di-laundry dan melemparnya ke koper. Ia juga langsung melesakkan sepatu gantinya di rak bawah lemari ke dalam koper.

Dia sudah akan pergi ketika teringat ada barang-barangnya yang masih di kamar mandi, seperti alat cukur yang memang biasanya khusus ia bawa untuk bepergian. Ah, biarlah. Dia bisa membeli lagi nanti.

Yang terpenting sekarang, dia harus segera pulang dan memastikan sendiri jika Lana ada di rumah.

***

Sore itu, ketika Lana bangun dan menyalakan ponselnya yang sempat mati karena kehabisan baterai, ia terkejut melihat banyaknya riwayat panggilan masuk tak terjawab dari Asha. Apa sesuatu terjadi?

Lana mengecek jam di ponselnya. Ini sudah jam lima sore lebih. Begitu pulang tadi, Lana langsung pergi ke kamar utama ini diantarkan Beni, kepala pelayan di rumah Remy. Setelahnya, Lana langsung naik ke tempat tidur tanpa membongkar kopernya dan tertidur begitu saja.

Lana tak tahu, ia bisa tidur siang senyenyak ini. Namun, itu bukan yang terpenting. Ia harus segera menghubungi Asha dan mencari tahu alasan wanita itu meneleponnya. Apa mungkin dia ingin memberitahu jika Remy tidak akan kembali hari ini? Well, mereka mungkin ingin menghabiskan waktu bersama lebih lama ...

Oh, ada telepon masuk dari Asha. Lana segera mengangkatnya.

"Halo?" Lana berbicara.

Terdengar helaan napas lega dari seberang. "Apa Bu Lana sekarang benar-benar sedang di rumah Pak Remy?" tanya Asha.

Lana mengernyit. "Kenapa? Apa aku nggak boleh ke sini?"

"Tidak, bukan begitu, Bu. Saya hanya khawatir karena Bu Lana tidak mengabari ..."

"Bukannya kamu sama Remy juga ngelakuin hal yang sama?" sela Lana dingin. "Kalian pergi tanpa ngabarin aku kapan mau balik. Trus, harus sampai kapan aku nunggu di hotel itu?"

Hening selama beberapa saat. Lalu, Asha bertanya,

"Apa Bu Lana tidak menerima pesan saya tadi pagi?"

"Pesan apa?" Lana mengerutkan kening tak mengerti.

"Semalam, sebelum saya pergi, saya sudah memesankan sarapan untuk diantar ke kamar Bu Lana tadi pagi, beserta pesan yang saya tulis di kartu ucapan dari hotel," terang Asha.

Lana seketika panik. Apa? Benarkah?

Jika diingat-ingat, memang tadi pagi Lana mendapat kiriman sarapan ketika tidak memesan. Ia pikir, itu sudah bagian dari paket menginap mereka karena di hari sebelumnya pun, Lana sudah mendapat kiriman sarapan di pagi buta sehingga dia bisa makan dan mengisi tenaga sebelum bersiap untuk pesta pernikahannya.

Namun, ia sama sekali tidak tahu jika itu semua disiapkan oleh Asha. Dan jika ingatan Lana tidak salah, memang tadi pagi ada kartu ucapan yang terlipat bersama dengan kiriman makanannya, tapi karena ada logo hotelnya, Lana hanya berpikir itu kartu ucapan biasa dari pihak hotel dan tidak membacanya.

Oke, tenang. Lana harus tenang. Namun, usahanya untuk tenang gagal ketika pintu ruangan itu terbuka dan Remy tiba-tiba sudah berdiri di sana. Uh-oh. Sepertinya Lana baru membuat masalah.

***

A Cold MarriageWhere stories live. Discover now